POLEMIK RESIPROCAL TARIFF DAN PELUANG KEBANGKITAN IDEOLOGI ISLAM



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Dalam situasi ketidakpastian ekonomi global dan perubahan politik yang cepat, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mencuri perhatian dunia.  Amerika menerapkan perang dagang yang mengguncang dunia dengan memberlakukan kebijakan tarif impor baru bertajuk "Resiprocal Tariff" pada 2 April 2025. Kebijakan ini menetapkan tarif minimum sebesar 10% untuk seluruh produk impor ke AS. Tarif yang lebih tinggi dikenakan pada 57 negara dan teritorial tertentu, termasuk Indonesia.

 

Kebijakan tarif resiprokal ini diambil dengan alasan untuk memperkuat ekonomi AS dan melindungi pekerja domestik, membuka lapangan kerja serta menghilangkan hambatan perdagangan. Dikutip dari laman resmi Whitehouse.gov, Kamis (3/4/2025), alasan Trump mengenakan tarif impor yang tinggi pada negara-negara lain, termasuk Indonesia, karena Trump sedang berupaya menciptakan persaingan yang adil bagi bisnis dan pekerja di negaranya setelah melihat neraca ekonominya defisit secara signifikan.


Rabu, 15 April 2025, meningkatkan serangan tarifnya hingga 245% terhadap Cina. "Bola ada di tangan Cina," kata Trump dalam sebuah pernyataan yang disampaikan oleh sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt. "Cina perlu membuat kesepakatan dengan kami. Kita tidak perlu membuat kesepakatan dengan mereka."

 

Namun, Cina bergeming. Mereka malah menjawab, “Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah ini melalui dialog dan negosiasi, AS harus berhenti memberikan tekanan ekstrem, berhenti mengancam dan memeras, dan berbicara dengan Cina atas dasar kesetaraan, rasa hormat, dan saling menguntungkan," ujar juru bicara kementerian luar negeri Lin Jian, seperti dikutip Times of India.


Instrumen Kapitalisme Global

 

Tarif resiprokal atau tarif timbal-balik adalah pembatasan perdagangan yang diberlakukan satu negara terhadap negara lain sebagai respon terhadap tindakan serupa yang sudah dilakukan oleh negara yang dihadapi. Tujuannya adalah untuk menciptakan keseimbangan dalam perdagangan antarnegara. 

 

Kebijakan perang dagang dengan tujuan fair trade adalah sesuatu yang wajar bahkan seharusnya dilakukan oleh suatu negara yang berdaulat. Tujuannya untuk melindungi perekonomian dalam negeri dan memperbaiki hubungan perdagangan dengan negara lain. Justru aneh jika suatu negara membiarkan perdagangan luar negerinya dihambat oleh negara lain dengan tarif yang tidak sepadan.

 

Negara berkewajiban pula memajukan industri domestik agar bisa bersaing dengan produk asing. Bahkan negara harus mendorong agar industri domestik bisa unggul dibandingkan dengan produk negara-negara lain, serta menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan untuk rakyatnya.

 

Namun demikian, kebijakan Trump ini tampak hipokrit karena tidak selaras dengan spirit Kapitalisme global yang membuka kran perdagangan internasional tanpa hambatan tarif. Masalahnya, kebijakan ini tak bisa dihindari karena muncul dari sebuah negara adidaya kapitalis yang saat ini menghegemoni dunia, khususnya negeri-negeri Muslim.

 

Kebijakan tarif resiprokal Trump adalah representasi ideologi yang kuat, yakni Kapitalisme. Sebagai pengusung utama ideologi Kapitalisme, Amerika tentu akan melakukan apapun untuk merealisasikan kebijakannya dan akan terus berupaya mengendalikan ekonomi global.

 

Kebijakan agresif Trump ini memicu reaksi yang beragam dari negara di seluruh dunia. Ada yang secara terbuka menolak dan melakukan perlawanan seperti Cina. Ada pula yang memilih jalur negosiasi untuk meminimalisasi dampak ekonomi bagi negara dan rakyatnya. Reaksi juga dilakukan oleh negara-negara yang berpemimpin Muslim seperti Indonesia, Turki dan Malaysia. Negara-negara ini mencoba mengintensifkan pendekatan diplomatik melalui forum multilateral seperti G-20 untuk menekan dan merundingkan kembali ketentuan perdagangan global.

 

Sebab Indonesia juga termasuk dalam daftar ini dengan tarif 32%. Khusus untuk Indonesia, kenaikan tarif resiprokal ini merupakan respons terhadap tarif Indonesia sebesar 64% untuk barang-barang dari AS menurut data yang dirilis Trump.  Kebijakan ini dijadwalkan berlaku bertahap, dimulai dengan tarif umum 10% pada 5 April 2025, diikuti tarif khusus untuk negara-negara seperti Indonesia mulai 9 April 2025. 

 

Keterjajahan Dunia Islam dan Benturan Pemikiran

 

Sejak pertengahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi) dunia Islam mengalami kemerosotan dan kemunduran yang paling buruk dari masa kejayaannya dengan sangat cepat. Sekalipun telah dilakukan berbagai upaya untuk membangkitkannya kembali atau setidaknya mencegah agar kemerosotan dan kemundurannya tidak berlanjut terus, akan tetapi tidak satupun upaya-upaya tersebut membuahkan hasil.

 

Sementara itu, dunia Islam masih tetap berada dalam kebingungan di tengah-tengah kegelapan akibat kekacauan dan kemundurannya, dan masih terus merasakan pedihnya keterbelakangan dan berbagai goncangan. Sebab-sebab kemunduran dunia Islam ini dapat kita kembalikan kepada satu hal, yaitu lemahnya pemahaman umat terhadap Islam yang amat parah, yang merasuk ke dalam pikiran kaum Muslim secara tiba-tiba.

 

Kegagalan berbagai upaya untuk membangkitkan kaum Muslim dapat dikembalikan pada tiga sebab. Pertama, tidak adanya pemahaman yang mendalam mengenai fikrah Islamiyah di kalangan para aktivis kebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yang jelas mengenai thariqah Islamiyah dalam menerapkan fikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrah Islamiyah dengan thariqah Islamiyah sebagai satu hubungan yang solid, yang tidak mungkin terpisahkan.

 

Seorang muslim yang sadar tentu tak perlu prihatin terhadap krisis-krisis yang menimpa Barat dan sistem kehidupannya yang kapitalistis itu. Namun dia tentu akan sangat prihatin melihat bencana yang menimpa kaum muslimin di seluruh penjuru dunia yang telah mengekor Barat dan mengambil sistem kehidupannya serta terkecoh dengan sistem ekonominya yang rapuh bak sarang laba-laba itu.

 

Dia tentu prihatin pula menyaksikan kaum muslimin telah membenarkan propaganda Barat, bahwa tak ada jalan lain untuk meraih kemajuan ekonomi kecuali dengan mengikuti “sistem pasar ter- buka”, yakni liberalisasi ekonomi yang absolut termasuk bersedia berkompetisi melawan investasi Barat baik yang langsung maupun tak langsung serta terjun dalam “ekonomi global”, yakni bersedia membangun pabrik-pabrik milik perusahaan-perusahaan Barat di negeri-negeri Islam, dengan memanfaatkan jutaan tenaga kerjanya yang murah-meriah untuk memproduksi barang-barang konsumtif bagi pasar mereka.

 

Seorang muslim yang sadar juga akan sangat prihatin tatkala menyaksikan ide-ide Barat yang kapitalistis termasuk yang berkaitan dengan sistem ekonomi ternyata dapat diterima oleh kaum muslimin, karena adanya serangan media massa yang sangat intensif yang terus menerus dilancarkan Amerika setelah hancurnya Komunisme. Serangan tersebut bertujuan menyebarkan ilusi kosong kepada dunia bahwa dunia tak punya alternatif lain, kecuali mengikuti ideologi Kapitalisme.

 

Begitu pula terus mereka propagandakan bahwa dewasa ini adalah masa keemasan ideologi Kapitalisme. Hal ini wajib disadarai oleh kaum muslimin sebagai bentuk perang pemikiran. Selamanya akan terjadi benturan pemikiran antara Islam dengan peradaban Barat. Muslim harus paham ini dan kokoh berdiri melawan pemikiran kapitalisme barat atau komunisme.

 

Benturan atau perang (shira’) antar agama dan peradaban telah terjadi sejak zaman dahulu, dan yang menjadi fokus pembahasan kita adalah benturan antara Islam dengan agama dan peradaban lain. Sesungguhnya, Islam adalah diin (agama) perjuangan sejak saat Rasulullah Muhammad saw. diperintahkan untuk berdakwah secara terang-terangan hingga akhir zaman nanti.

 

Ketika Rasulullah saw. diperintahkan untuk menyampaikan risalah yang dibawanya secara terbuka, mulailah terjadi pertarungan pemikiran antara konsep-konsep Islam dengan konsep-konsep kufur. Pertarungan pemikiran ini terus berlanjut hingga masa sekarang ini. Pertarungan pemikiran ini tidak akan pernah berhenti dan memang tidak boleh berhenti, sekalipun kemudian muncul berbagai bentuk pertarungan lainnya. Pertarungan pemikiran dilakukan dengan jalan menentang pemikiran pemikiran-pemikiran kufur secara tajam, lugas, dan tegas.

 

Peluang dan Potensi Adidaya Ekonomi Dunia Islam

 

Saat ini bukan hanya soal keterpurukan ekonomi negeri-negeri Muslim, kaum Muslim di dunia juga telah lama menjadi jajahan negara-negara Barat kapitalis sekaligus obyek permainan kepemimpinan ideologi asing. Negeri-negeri Islam juga menjadi incaran negara adidaya kapitalis sekaligus menjadi sasaran untuk diperangi dan dikuasai.

 

Bahkah tidak sekadar menjajah, Barat kapitalis-imperialis menguasai dan mengubah negeri-negeri Islam menjadi negeri-negeri sekuler, termasuk ekonominya. Karena itu negara-negara adidaya Kapitalisme akan terus menjadi sumber bencana bagi negeri-negeri Muslim.

 

Pada titik inilah, negeri-negeri Muslim semestinya menyadari bahwa sistem Kapitalisme global telah terbukti merusak dan melumpuhkan ekonomi umat Islam. Ini berlangsung sejak Dunia Islam dipecah-belah dan institusi pemersatu mereka, yakni Khilafah Islam, diruntuhkan pada tahun 1924 oleh kekuatan Barat kapitalis-imperialis. Di antara akibatnya, negeri-negeri Muslim yang kaya-raya akan sumberdaya alamnya, justru rakyatnya banyak yang miskin dan negaranya terjerat utang ribawi.

 

Pasalnya, sumberdaya alam milik kaum Muslim yang melimpah-ruah itu dikuasai oleh negara-negara kapitalis-imperialis. Inilah yang membuat negeri-negri Muslim makin tak berdaya. Akibatnya, dalam kasus perang tarif resiprokal yang dilancarakan Amerika, misalnya, negeri-negeri Muslim hanya menjadi penonton dan bahkan menjadi korban.

 

Jelas, kondisi ini bertentangan dengan apa yang Allah SWT kehendaki. Allah SWT berfirman: Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141).

 

Artinya, Allah SWT telah melarang kaum Muslim untuk dikuasai oleh kaum kafir. Hal ini mengharuskan kaum Muslim memiliki independensi (kemandirian), termasuk kemandirian ekonomi. Dengan begitu mereka tak bisa dengan mudah ditekan dan dihegemoni oleh negara manapun.

 

Bahkan mereka bisa melakukan perlawanan yang seimbang. Jika negara lain, seperti AS, mengenakan tarif masuk perdagangan, maka Negara Islam (Khilafah) pun akan memberlakukan hal yang sama tanpa takut tindakannya itu akan memukul perekonomian dalam negeri.

 

Keunggulan Sistem Ekonomi Islam

 

Negara Khilafah tentu akan menerapkan sistem ekonomi Islam. Paling tidak ada dua keunggulan komparatif sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh Negara KhilafahPertama: Sistem moneter Islam sangat jelas, yaitu emas dan perak sebagai mata uang, yang riil nilai intrinsiknya. Inilah yang sering disebut dinar dan dirham. Mengapa emas dan perak?  Sebabnya:  (1) nilainya stabil dan tidak mudah mengalami guncangan; (2) tidak bisa dicetak seenaknya; (3) anti manipulasi; (4) yang paling penting, ini adalah perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

 

Kedua: Dalam Islam, transaksi perdagangan berfokus pada sektor riil. Sektor non-riil seperti saat ini tidak boleh ada. Tidak boleh juga ada riba, pajak dan spekulasi. Dalam Islam, sumberdaya alam yang berlimpah-ruah dijadikan sebagai milik bersama (milik umum) yang wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan bersama. Tidak boleh dikuasai oleh pihak swasta apalagi pihak asing.

 

Dengan dua keunggukan ini saja, Negara Khilafah akan menjadi negara yang mandiri secara ekonomi. Saat memiliki kemandirian, terutama kemandirian ekonomi, maka dalam kerdagangan internasional, Negara Khilafah tak akan mudah dikalahkan dalam perang tarif yang dilancarkan oleh negara-negara lain.

 

Karena itu jika negeri-negeri Muslim bersatu-padu membangun kedaulatan ekonomi dengan segala potensinya, maka Dunia Islam akan menjelma menjadi adidaya ekonomi dunia yang lebih baik dan berkah. Tidak merusak dan menghancurkan seperti sitem Kapitalisme saat ini. Negeri-negeri Muslim jelas memiliki keunggulan besar seperti bonus demografi, kekayaan sumberdaya alam yang melimpah dan jalur strategis perdagangan.

 

Yang Mesti Dilakukan Saat Ini

 

Maka dari itu, melakukan aktivitas politik untuk melawan penjajahan Kapitalisme global saat ini merupakan kewajiban yang mendesak bagi kaum Muslim. Perlawanan terhadap penjajahan Kapitalisme global wajib dijadikan sebagai hirju az-zawiyah (sudut pandang) dalam perjuangan politik kaum Muslim di seluruh dunia.

 

Inilah saatnya negeri-negeri Muslim, yang memiliki potensi besar dalam berbagai aspek, menggalang kekuatan Dunia Islam. Haram hukumnya negeri-negeri bergantung pada negara kapitalis penjajah. Dengan penggalangan kekuatan Dunia Islam—tentu atas dasar ideologi Islam—maka negeri-negeri Muslim akan kembali menjadi kekuatan global sebagaimana pernah terjadi pada era kejayaan peradaban Islam di bawah institusi Khilafah Islam selama ratusan tahun.

 

Karena itu proyek penegakan kembali Khilafah Islam harus menjadi agenda politik global umat Islam di seluruh dunia. Selain akan menjadi negara adidaya baru, Khilafah Islam inilah yang akan membawa kembali kaum Muslim meraih kemerdekan hakiki dari penjajahan asing sekaligus  mencapai martabat mulia.

 

Khilafah ini pula yang akan merebut kembali kekuatan global yang mengendalikan dunia. Khilafah juga yang akan menyebarluaskan dakwah Islam ke seluruh dunia dan memimpin dunia secara keseluruhan yang saat ini dikuasai Amerika, Cina dan Uni Eropa. Inilah saatnya negeri-negeri Muslim mengambil sikap untuk menjadi pemain di kancah dunia.

 

Saatnya negeri-negeri Muslim sadar dan bangkit untuk berpegang teguh dengan syariah Allah SWT. Sungguh kejayaan dan kemuliaan kaum Muslim hanya bisa diwujudkan jika mereka kembali pada al-Quran. Caranya dengan menegakkan kembali syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan.

 

Berpaling dari al-Quran (syariah Islam), seperti saat ini, hanya akan menjadikan kehidupan kaum Muslim sempit. Demikian sebagaimana firman-Nya: Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku (al-Qurna) maka sungguh bagi dia penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkan dirinya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (TQS Thaha [20]: 124).

 

Berpgang teguh pada al-Quran—dengan mengamalkan, menerapkan dan menegakkan syariah Islam dalam seluruh aspek kehidupan—adalah wujud dari ketakwaan hakiki. Ketakwaan semacam inilah yang pasti akan mendatangkan aneka keberkahan. Demikian sebagaimana yang Allah SWT tegaskan:  Andai saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka aneka keberkahan dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96).

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 19/04/25 : 05.42 WIB)  

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.