Oleh : Ahmad Sastra
Penjajah zionis yahudi makin kejam dan brutal
melakukan genosida atas rakyat Palestina yeng telah menelan ribuan korban jiwa,
khusus anak-anak dan kaum perempuan. . Netanyahu menegaskan bahwa hukum
internasional tak berlaku untuk Gaza.
Kekejaman Israel dengan dukungan penuh amerika serikat sungguh telah
merobek rasa kemanusiaan yang hanya dilakukan oleh penjahat perang.
Tak sampai disitu, tentara zionis juga telah
menewaskan para tenaga medis, jurnalis dan para pekerja kemanusiaan lainnya.
Tenda-tenda pengungsian, rumah penduduk, tempat ibadah bahkan rumah sakit juga
telah hancur terkena rudal yang dilancarkan oleh tentara yahudi Israel. Jelas
kebiadaban ini telah melanggar hukum Allah secara terang-terangan.
Jangankan menjajah, sekedar tinggal di Palestina
saja, saat masih ada khalifah, haram hukumnya bagi kaum yahudi. Ucapan Sultan
Abdul Hamid II, khalifah terakhir yang memiliki otoritas penuh atas
Kekhilafahan Utsmaniyah, saat kaum Zionis Yahudi meminta izin tinggal dan
membeli tanah di Palestina, adalah salah satu pernyataan yang sangat bersejarah
dan penuh prinsip.
Pada akhir abad ke-19, gerakan Zionisme yang
dipimpin oleh Theodor Herzl mencoba membeli tanah Palestina dari Sultan Abdul
Hamid II. Herzl bahkan menawarkan bantuan membayar utang luar negeri
Kekhilafahan Utsmani sebagai imbalan jika diberikan wilayah Palestina. Namun,
Sultan menolak dengan tegas permintaan tersebut.
Ucapan terkenal Sultan Abdul Hamid II saat menolak
yahudi : “Aku tidak akan menjual walau
sejengkal tanah dari negeri Palestina, karena tanah itu bukan milikku, tapi
milik umat Islam yang telah menebusnya dengan darah mereka. Jika suatu saat
Khilafah Islamiyah ini hancur, maka biarlah mereka mengambilnya tanpa harus
membayar satu dirham pun. Tapi selama aku masih hidup, aku tidak akan menodai
kehormatan Islam dan umat.” (Dikutip
dari sumber-sumber sejarah dan biografi Sultan Abdul Hamid II)
Mestinya kaum muslimin, khususnya para pemimpin
negeri muslim mencoh Sultan Abdul Hamid II dan dengan kesadaran penuh bahwa
muslim palestina adalah saudara yang wajib dibantu dan dibela. Allah berfirman :
Sesungguhnya orang-orang beriman adalah bersaudara (QS Al Hujurat : 10), maka
hendaknya seluruh pemimpin negeri-negeri muslim dunia Arab dan seluruh dunia
bersatu dan menyatukan kekuatan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan
israel laknatullah serta mengusir bangsa israel dari tanah Palestina (QS Ali
Imran : 103)
Kepada seluruh kaum muslimin di seluruh dunia agar
menyatukan suara protes atas kekejaman Israel
yang telah melakukan genosida muslim Palestina, medoakan pada setiap
ibadah dan memberikan bantuan apapun yang mampu dilakukan untuk meringankan
beban derita saudara kita seiman di Palestina.
Kepada seluruh pemimpin negeri muslim dengan
otoritas yang dimiliknya wajib hukumnya menyambut seruan jihad yang dikeluarkan
oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS), fatwa ini didukung oleh
ulama yang memiliki reputasi tinggi di kalangan umat Islam. Ketua MUI Bidang
Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, juga telah memberikan
dukungan. Sebab Allah telah memerintahkan jihad membela kaum muslimin,
sebagaimana difirmankan dalam QS. At-Tawbah: 41, QS Al Hajj : 39, dan QS. As
Saff : 10-11.
Dalam syariat Islam, daulah atau otoritas
pemerintahan Islam memiliki peran penting sebagai pihak yang sah dalam
menyatakan jihad qital (jihad fisik/perang). Daulah
adalah bentuk pemerintahan atau kepemimpinan yang sah secara syar'idalam Islam
disebut khilafah islamiyah. Dalam konteks Islam klasik, ini adalah khalifah, imam, sultan, atau amirul mukminin
yang diakui oleh umat.
Jihad qital (berperang secara fisik) hanya boleh
dilakukan atas perintah imam (pemimpin)
atau otoritas sah. Allah menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 190 : "Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan
melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas."
Imam
Ibnu Qudamah (madzhab Hanbali)
dalam Al-Mughni menjelaskan
bahwa jihad harus dipimpin oleh imam agar tidak terjadi kekacauan dan
kerusakan. Imam An-Nawawi
(Syafi’i) menyatakan bahwa tidak boleh
individu atau kelompok mengumumkan jihad sendiri tanpa izin penguasa. Mungkin
hal ini berbeda jika seruan jihad sebagai sebuah dakwah dan ajakan kepada para
pemimpin negeri muslim yang memiliki otoritas perintah jihad.
Ajakan
dan seruan jihad kepada para pemimpin negeri muslim untuk bersatu, menegakkan
khilafah dan menerapkan jihad mengusir Israel dari bumi palestina adalah mulia,
bahkan kewajiban. Hal ini dilatarbelakngi oleh diamnya otoritas atau para
pemimpin negeri muslim atas genosida rakyat Gaza. Padahal mereka punya
kekuasaan, militer dan otoritas, maka diamnya mereka tentu saja dosa besar. Mestinya
mereka lantas bersatu menegakkan khilafah dan menggerakkan tentaranya untuk berjihad
membebaskan rakyat palestina dari penjajahan israhell laknatullah.
Dalam
QS An Nahl ayat 125, Allah mewajibkan kepada setiap muslim untuk menyerukan
jalan Allah : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang paling baik...".
Selain
itu dalam QS Ali Imran ayat 104 juga ada perintah dakwah berjamaah : "Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung."
Dalam QS Al Fusilat ayat 33, Allah menegaskan bahwa
dakwah adalah perkataan terbaik : "Dan siapakah yang lebih baik
perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal saleh,
dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri
(Muslim)'?".
Ayat ini menunjukkan bahwa pendakwah
sejati adalah orang yang menyeru kepada Allah dengan perkataan terbaik dan amal yang nyata.
Hikmah ditetapkannya jihad oleh daulah khilafah
islamiyah adalah (1) Menghindari anarki dan fitnah dan agar tidak
sembarang orang mengklaim "jihad" dan membuat kekacauan. (2) Menjaga persatuan umat dan agar
jihad benar-benar untuk maslahat umat, bukan kepentingan kelompok. (3) Menjamin legalitas dan strategi perang
sebab jihad adalah urusan besar yang butuh koordinasi, hukum, dan tanggung
jawab.
Mayoritas ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki,
Syafi’i, Hanbali) menyatakan bahwa menegakkan kepemimpinan umat
(imamah/kepemimpinan Islam) adalah fardhu kifayah. Tidak ada perselisihan di
antara mereka. Sebab kepemimpinan dalam Islam adalah perkara yang sangat
penting dan strategis. Rasulullah di utus untuk memimpin kamu muslimin. Begitupun
tegaknya khilafah dengan khalifah sebagai pemimpinnya adalah bagian dari ajaran
Islam.
Imam An-Nawawi (Syafi’i) dalam Syarh Shahih Muslim: "Para ulama sepakat bahwa wajib atas
kaum Muslimin untuk mengangkat seorang imam (pemimpin)...". Imam Al-Mawardi
(Syafi’i) dalam Al-Ahkam
As-Sulthaniyyah: "Imamah
ditegakkan untuk menggantikan kenabian dalam menjaga agama dan mengatur urusan
dunia." Artinya, umat Islam harus memiliki struktur kepemimpinan
yang akan melindungi agama, menegakkan hukum Islam (syariah) dan menjaga
keamanan dan keadilan.
Dalam QS. An-Nisaa: 59, Allah menegaskan dengan
firmanNya : "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu...". Ayat ini mengisyaratkan
bahwa harus ada pemimpin yang ditaati (ulil amri), maka menegakkannya adalah
tanggung jawab kolektif (kifayah). Kepemimpinan yang sah dalam fikih Islam adalah
seorang khalifah dalam institusi khilafah.
Fardhu kifayah Artinya bila sudah dilakukan sebagian
orang atau wilayah, maka gugur kewajiban atas yang lain. Tapi jika tidak ada
sama sekali, maka semua umat Islam berdosa karena membiarkan umat tanpa
kepemimpinan. Karena itu yang terpenting saat ini adalah bahwa setiap individu
muslim wajib memahami khilafah, memperjuangkannya dan mendakwahkannya. Jangan sampai
mengaku muslim, tapi justru menolak khilafah dan menghalangi perjuangnnya. Sebab
bisa terkena hukum sebagai orang munafik.
Perhatikan firman Allah dalam Surat An Nisaa’ ayat
60 berikut : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya
telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang
diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka
telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan setan bermaksud
menyesatkan mereka dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 14/04/25 : 11.20 WIB)