KETIKA MAKELAR KASUS MAKIN MENJAMUR, MAKA PINTU NERAKA TERBUKA LEBAR UNTUK PARA PENEGAK HUKUM



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Makelar kasus (sering disingkat markus) adalah perantara tidak resmi yang menawarkan jasa "mengurus" atau mengatur proses hukum dengan imbalan tertentu, biasanya berupa uang suap. Mereka sering menjadi penghubung antara tersangka atau pihak berperkara dengan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, atau hakim.

 

Target utama menjamurnya makelar kasus adalah untuk mempengaruhi hasil perkara agar lebih menguntungkan pihak tertentu, baik dengan cara mempercepat proses, meringankan hukuman, atau bahkan menggugurkan kasus. Makelar kasus adalah bagian dari sebuah kejahatan dan pengkhianatan atas hukum. Makelar kasus adalah paradoks, sebab penegak hukum yang semestinya menegakkan hukum, justru merobohkan hukum.

 

Apa yang bisa dipelajari dari makelar kasus. Setidakanya ada lima ciri dikatakan sebagai makelar kasus. Pertama, tidak punya posisi resmi dalam sistem hukum. Kedua, punya "jaringan dalam" (oknum aparat atau pejabat hukum). Ketiga, menawarkan "jalan pintas" atau solusi cepat. Kempat, menjanjikan hasil tertentu dengan bayaran tinggi. Kelima, biasanya bekerja diam-diam, tapi sering dikenal di kalangan "orang dalam".

 

Apa dampak buruk yang timbul dari menjamurkan makelar kasus di negeri ini ?.  yang pasti akan bisa merusak keadilan. Perkara tidak diselesaikan berdasarkan kebenaran hukum, tapi berdasarkan uang. Makelas kasus juga bisa menyebabkan tumbuhnya tindak korupsi. Makelar kasus membuka celah kolusi antara aparat dan pelaku kejahatan.

 

Siapa yang dirugikan dengan adanya makelar kasus, tentu saja rakyat. Orang yang tidak bersalah bisa dikalahkan, yang salah malah lolos. Jika telah demikian, maka akan menurunkan kepercayaan publik. Masyarakat jadi pesimis terhadap sistem hukum.

 

Lemahnya integritas aparat hukum bisa menumbuhkan makelar kasus dalam suatu daerah atau negara. Terlebih jika suatu negara itu terdapat sistem birokrasi hukum yang rumit dan lamban, maka bisa menyuburkan markus.

 

Rendahnya kesadaran hukum masyarakat juga merupakan penyebab menjamurkan markus.  Ketika kurang pengawasan internal lembaga hukum dan munculnya ambisi keuntungan pribadi yang besar, maka markus akan bermunculan bak jamur di musim hujan.

 

Dalam Islam, kedudukan hakim atau penegak hukum sangat mulia dan penting karena ia memegang tanggung jawab besar dalam menegakkan keadilan, yang merupakan salah satu tujuan utama syariat Islam (maqasid syariah).

 

Dalam perspektif Islam, hakim sebagai wakil Allah dalam menegakkan keadilan. Hakim dianggap sebagai wakil Allah di muka bumi dalam menjalankan hukum-Nya. Tugas utamanya adalah mengadili dengan adil dan tidak memihak, berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, ijma’, dan qiyas.

 

Hal ini sejalan dengan dalil Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (Surah An-Nisa’: 58)

 

Syarat-syarat menjadi hakim dalam Islam sangatlah berat, bukan seperti dalam negara sekuler. Islam menetapkan syarat-syarat tertentu bagi seseorang untuk dilantik sebagai hakim, antara lain: muslim, baligh dan berakal, adil dan amanah, berilmu dalam hukum islam (fiqh) dan mempunyai wawasan luas dan tidak mudah terpengaruh.

 

Lebih berat lagi dalam pandangan Islam adalah amanah dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang hakim dalam pandangan Islam. Sebab keadilan berbalik dengan kezoliman. Jika tak adil, maka zolim. Jika zolim, maka nerakalah tempatnya. Jika para penegak hukum berbuat zolim dengan sengaja, maka artinya mereka tengah sengaja ingin menjadi penghuni neraka.

 

Menjadi hakim bukan sekadar jabatan, tetapi amanah yang berat. Nabi Muhammad ï·º bersabda: “Hakim itu ada tiga, satu di surga dan dua di neraka. Yang di surga adalah hakim yang tahu kebenaran dan memutuskan dengannya. Yang di neraka adalah hakim yang tahu kebenaran tetapi menyimpang, dan hakim yang memutuskan tanpa ilmu.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

 

Abu Hurairah dari Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda, "Siapapun yang menginginkan untuk menjadi hakim, kemudian keadilannya mengalahkan kezalimannya maka baginya surga, dan siapapun yang kezalimannya mengalahkan keadilannya maka baginya neraka." (HR Abu Daud)

 

Seoarang qadhi, contohnya hakim yang mengerti kebenaran yang diajarkan oleh syari'at islam, dan memutuskan sesuai dengan pengetahuan dan kebenaran tersebut, maka seorang hakim tersebut termasuk orang yang akan selamat dan masuk surga.

 

 

 

Setidaknya adalah empat fungsi dan peran hakim dalam masyarakat Islam. Pertama, Menyelesaikan perselisihan di antara manusia. Kedua, Menegakkan hukum-hukum syariah. Ketiga, Melindungi hak individu dan masyarakat. Keempat, Mencegah kezaliman dan penyelewengan kekuasaan.

 

Dalam sejarah Islam, telah banyak yang layak dijadikan teladan tentang penegakan keadilan, semisal dari para Khalifah dan Ulama. Banyak contoh dalam sejarah Islam tentang keadilan para hakim, seperti, Khalifah Umar bin Khattab yang sangat tegas dalam menegakkan keadilan. Qadhi Syuraih yang terkenal adil dan bijaksana dalam mejalankan amanah sebagai penegak hukum.

 

Fenomena makelar kasus (sering disingkat markus) merujuk pada pihak-pihak yang menjadi perantara dalam "mengatur" perkara hukum demi keuntungan tertentu, sering kali secara tidak sah atau koruptif.  Jika aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, atau hakim tidak memiliki integritas, maka mereka lebih mudah untuk "bermain mata" dengan makelar kasus. Korupsi moral dan material membuka celah besar bagi praktik suap dan pengaturan perkara.

 

Birokrasi hukum yang berbelit-belit, waktu penyelesaian kasus yang lama, dan prosedur yang tidak transparan mendorong orang untuk mencari jalan pintas melalui makelar kasus. “Daripada proses panjang dan tak pasti, mending bayar orang dalam,” begitu kira-kira logikanya.

 

Masyarakat yang tidak paham hak-hak hukumnya sering mudah ditipu atau tergiur oleh janji manis para makelar yang mengaku bisa “mengurus perkara. Kurangnya pendidikan hukum membuat masyarakat mudah dimanipulasi.

 

Instansi penegak hukum yang tidak tegas dalam menindak oknum di dalamnya membuat makelar kasus merasa aman dan kebal hukum. Kalau pelakunya sering lolos, praktik ini jadi “bisnis biasa” di balik layar hukum. Sering kali, makelar kasus bukan bekerja sendiri, tapi menjadi bagian dari jaringan mafia peradilan yang melibatkan oknum di berbagai level: dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan.

 

Bagi pelaku, makelar kasus adalah jalan pintas untuk kaya cepat, karena uang suap dan "pengurusan perkara" bernilai besar. Motivasi ekonomi dan gaya hidup mewah jadi daya tarik tersendiri.

 

Dalam Islam, segala bentuk suap (risywah) dan penyelewengan keadilan sangat dikecam, sebagaimana hadist Rasulullah  : "Allah melaknat pemberi suap, penerima suap, dan perantara di antara keduanya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

 

Sistem sekuler memisahkan agama dari urusan pemerintahan dan hukum. Jadi, penegak hukum di sini bekerja berdasarkan hukum positif (hukum buatan manusia), bukan hukum agama. Penegak hukum dalam sistem sekuler adalah individu atau lembaga yang bertugas untuk menegakkan peraturan perundang-undangan, menyelesaikan sengketa hukum dan memberikan keadilan sesuai hukum positif yang berlaku di suatu negara.

 

Para penegak hukum dalam negara sekuler adalah, pertama, Polisi (Kepolisian). Tugas polisi adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menyelidiki tindak pidana, menangkap pelaku kejahatan. Jika dalam menangani tindak pidana tidak berlaku adil, semisal melindungi yang kuat dan kaya dan menzolimi yang miskin, ibaratnya tumpul ke atas dan tajam ke bawah, maka bersiaplah para polisi itu untuk masuk neraka kelak di akhirat.

 

Penegak hukum kedua dalam negara sekuler adalah Jaksa (Kejaksaan) yang bertugas dan berfungsi sebagai enuntut umum dalam kasus pidana, mewakili negara dalam proses hukum. Jaksa bertanggung jawab dalam proses penuntutan di pengadilan. Jaksa sangat rawan dengan penyelewengan, semisal menuntut ringan kepada terdakwa karena telah memberikan suap. Jaksa yang menerima suap adalah jaksa yang memang telah bersiap menjadi penghuni neraka.

 

Penegak hukum ketiga adalah Hakim yang memiliki tugas dan amanah untuk menilai bukti, memutus perkara secara adil dan netral. Idealnya, hakim tidak memihak dan bekerja berdasarkan peraturan yang berlaku. Hakim adalah wajah keadilan suatu negara. Jika hakimnya adil, maka keadilan tegak. Jika hakimnya saja justru tidak adil, karena dilandasi oleh kebencian dan kesukaan, apalagi jika karena menerima suap, maka hakim yang demikian adalah hakim ahli neraka.

 

Selain hakim, advokat / pengacara juga termasuk penegak hukum dalam negara sekuler. Pengacara berfungsi sebagai pembela hak-hak klien, baik terdakwa maupun penggugat. Advokat juga berperan dalam menjamin proses hukum berjalan secara adil. Di negeri sekuler, biasanya pengacara itu kaya raya, sebab dia dibayar untuk menjadi pembela terdakwa atau tersangka agar diringankan hukumannya.

 

Advokat bisa saja bermain, agar yang salah dinyatakan bebas. Pengacara yang membela orang yang benar-benar bersalah dengan melakukan berbagai strategi curang adalah advokat penghuni neraka. Memang faktanya agak sulit mencari advokat yang rela tidak dibayar dan mau membela orang yang terzolimi. Tidak banyak advokat yang mau membela rakyat kecil yang terzolimi, karena tidak ada uangnya. Terlebih di negeri sekuler, banyak advokat yang terjebak pada pragmatisme semata.

 

Lembaga pemasyarakatan juga merupakan bagian dari penegak hukum di negeri sekuler. Fungsi lembaga pemasyarakatan adalah melaksanakan hukuman pidana (penjara), pembinaan narapidana. Jika para petugas lembaga ini bermain suap menyuap, memberikan keistimewaan kepada napi yang kaya sehingga bebas pergi kemana saja dan berbuat aniaya kepada napi yang miskin, maka petugas ini layak menjadi penghuni neraka.

 

Berbagai macam pelanggaran sering terjadi di lembaga pemasyrakatan di negeri ini. Banyak lapas di Indonesia terlibat dalam kasus peredaran narkoba, bahkan diatur dari dalam penjara oleh narapidana sendiri. Suap kepada petugas lapas untuk mendapatkan fasilitas khusus, seperti kamar mewah, akses keluar masuk penjara, hingga perlakuan istimewa.

 

Banyak lapas menampung jumlah napi jauh melebihi kapasitasnya, menyebabkan kondisi tidak manusiawi dan rawan kerusuhan. Narapidana mengalami kekerasan dari petugas atau sesama napi, baik karena konflik, pemerasan, atau sebagai bentuk “hukuman”. Praktik pungli terhadap narapidana atau keluarganya untuk mendapat layanan seperti kunjungan, pengobatan, atau pembebasan bersyarat.

 

Napi tidak mendapat akses yang layak terhadap layanan kesehatan, pendidikan, atau kebebasan beragama. Napi melarikan diri karena lemahnya pengawasan atau kerja sama dengan oknum petugas. Beberapa kali terjadi pelarian massal, terutama di lapas yang kelebihan kapasitas dan kekurangan personel

 

Prinsip kerja penegak hukum sekuler adalah bahwa emua tindakan harus berdasarkan hukum, tidak boleh memihak (imparsialitas), semua warga negara punya hak yang sama di mata hukum dan bahwa hukum tidak boleh melanggar HAM.

 

Karena itu idealnya dalam penegakan hukum tidak boleh ada penyalahgunaan wewenang, seperti korupsi atau suap. Tidak boleh juga ada semacam intervensi politik dalam proses hukum. Terlebih lagi tidak boleh ada ketimpangan akses hukum bagi masyarakat miskin. Termasuk yang tidak boleh terjadi adalah kesenjangan antara hukum tertulis dan realitas lapangan

 

Dalam sistem Islam, penegakan hukum tidak hanya berorientasi pada aturan dunia, tapi juga terkait erat dengan pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Tujuan utamanya adalah menegakkan keadilan dan menjaga kemaslahatan umat sesuai dengan syariat Islam.

 

Lembaga peradilan dalam Islam diberikan amanah untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga ini bertugas menyelesaikan perselisihan di antara anggota masyarakat, mencegah hal-hal yang dapat membahayakan hak-hak jamaah, atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara rakyat dan seseorang yang duduk dalam struktur pemerintahan; baik ia seorang penguasa atau pegawai negeri, Khalifah ataupun selain Khalifah.

 

Dasar hukum peradilan dalam Islam adalah firman Allah : Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan. (TQS al-Maidah [5]: 49).

 

Rasulullah pernah telah mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai qâdhî di Yaman dan Beliau berpesan kepadanya sebagai arahan mengenai tatacara memutuskan perkara secara benar. Beliau bersabda: Jika dua orang menghadapmu meminta keputusan, janganlah engkau tergesa-gesa memutuskan perkara di antara mereka sebelum engkau mendengarkan perkataan pihak yang lain sehingga engkau akan tahu bagaimana seharusnya engkau memutuskan perkara di antara mereka itu. (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

 

Penegak hukum dalam Islam adalah orang-orang yang diberi amanah untuk, pertama, menegakkan hukum Allah (syariat). Kedua, menyelesaikan sengketa dan perkara di masyarakat. Ketiga, melindungi hak-hak individu dan umum. Keempat, bertindak sebagai wakil Allah dalam mengadili secara adil.

 

Qâdhî ada tiga macam, yaitu: Pertama: Qâdhî biasa, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian perselisihan di antara anggota masyarakat dalam masalah muamalah dan ‘uqûbât. Kedua, al-Muhtasib, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian dalam masalah penyimpangan-penyimpangan (mukhâlafât) yang dapat membahayakan hak-hak jamaah. Ketiga: Qâdhi Mazhâlim, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian persengketaan yang terjadi antara masyarakat dan negara.

 

Salah satu penegak hukum dalam Islam adalah Qadhi (Hakim) yang bertugas mengadili perkara berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Dalam Islam, qodhi harus adil, jujur, tidak memihak, dan menguasai ilmu fiqh. Qodhi dalam Islam juga wajib bisa menangani berbagai perkara, seperti pidana (hudud), perdata, ekonomi, warisan, dll.

 

Qâdhî biasa, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian perselisihan di antara anggota masyarakat dalam masalah muamalah dan ‘uqûbât. Kedua, al-Muhtasib, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian dalam masalah penyimpangan-penyimpangan (mukhâlafât) yang dapat membahayakan hak-hak jamaah. Ketiga: Qâdhi Mazhâlim, yaitu qâdhî yang mengurusi penyelesaian persengketaan yang terjadi antara masyarakat dan negara.

 

Penegak hukum kedua dalam sistem Islam adalah Al Muhtasib. Al-Muhtasib adalah qâdhî yang memeriksa dalam seluruh perkara yang termasuk hak umum. Di dalam perkara ini tidak terdapat penuntut. Hanya saja, perkara tersebut tidak boleh merupakan bagian dari hudûd dan jinâyât. Inilah definisi qâdhî hisbah.

 

Definisi ini diambil dari hadis seonggok makanan (shubrah ath-tha‘âm). Disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah menemukan makanan basah di bagian dalam seonggok makanan. Lalu Beliau memerintahkan agar yang basah itu diletakkan di atas onggokan makanan sehingga dapat dilihat orang. Ini adalah hak umum bagi semua orang.

 

Beliau memeriksanya dan memutuskan agar makanan yang basah ditempatkan di permukaaan onggokan untuk menghindari terjadinya penipuan. Hal ini meliputi semua hak yang termasuk kategori ini dan tidak meliputi hudud dan jinâyât. Sebab, hudud dan jinâyât bukan termasuk kategori hak umum; keduanya pada asalnya merupakan persengketaan yang terjadi di antara anggota masyarakat.

 

Penegak hukum ketiga dalam sistem Islam adalah Qodhi Mazhalim. Qâdhî Mazhâlim adalah qâdhî yang diangkat untuk menghilangkan setiap bentuk kezaliman yang terjadi dari negara terhadap seseorang yang hidup di bawah kekuasaan negara, baik ia rakyat (warga negara) maupun bukan; baik kezaliman itu berasal dari tindakan Khalifah atau penguasa selain Khalifah dan pegawai negeri. Inilah definisi Qâdhî Mazhâlim.

 

 Dasar dalam masalah Peradilan Mazhâlim adalah apa yang telah diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau telah menetapkan apa yang diperbuat oleh seorang penguasa—baik berupa perintah atau bukan, yang tidak sesuai dengan arahan kebenaran ketika memutuskan perkara atau memerintah untuk rakyat—sebagai tindak kezaliman. Dari Anas dinyatakan: Harga-harga melambung tinggi pada masa Rasulullah saw., lalu para Sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya Anda menetapkan patokan harga (tentu tidak melambung seperti ini).

 

Penegak hukum dalam sistem Islam bukan hanya pelaksana aturan, tapi juga penjaga moral, pelayan keadilan, dan hamba Allah yang bertanggung jawab atas amanah besar. Penegakan hukum dilakukan dengan tujuan mendekatkan manusia kepada keadilan ilahiah, bukan sekadar memenuhi kepentingan duniawi. Pengadilan dalam sistem Islam bukan hanya berdimensi duniawi, melainkan berdimensi ukhrawi. Pengadilan dalam Islam adalah untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan untuk membela kebatilan.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23/04/25 : 15.17 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.