Oleh : Ahmad Sastra
Persatuan
Ulama Muslim Internasional (IUMS) mengeluarkan intervensi militer oleh
negara-negara Arab dan Muslim untuk menyelamatkan Gaza dari genosida dan
pemusnahan massal oleh Israel. Fatwa ini menekankan bahwa berdiam diri terhadap
agresi tersebut adalah pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, serta
merupakan dosa besar.
IUMS
juga menegaskan bahwa negara-negara yang berbatasan langsung dengan Palestina, Mesir,
Yordania, Suriah, dan Lebanon memiliki kewajiban syariat untuk melakukan
intervensi militer (jihad) guna mendukung perjuangan rakyat Palestina. (Sindonews
International)
Fatwa
ini muncul sebagai respons terhadap eskalasi konflik antara Hamas dan Israel,
yang menyebabkan ribuan korban jiwa di pihak Palestina. IUMS menilai bahwa
tindakan Israel didukung sepenuhnya oleh Barat (Amerika), sehingga
negara-negara Arab dan Islam harus memberikan bantuan militer, finansial,
media, diplomatis, dan strategis untuk mencapai keseimbangan internasional.
Dengan
demikian, IUMS menegaskan bahwa jihad dan bantuan untuk Palestina adalah
kewajiban agama dan tanggung jawab kemanusiaan yang tidak dapat diabaikan. Membiarkan
Gaza dan wilayah Palestina lainnya dihancurkan tanpa tindakan adalah
pengkhianatan terhadap umat Islam dan merupakan dosa besar di sisi Allah SWT.
Membantu
sesama muslim seoptimal mungkin, bahkan hingga jihad adalah bagian dari
ketaatan kepada perintah Allah. Sebab Allah menegaskan dalam QS Al Hujurat ayat
10 bahwa sesama muslima adalah bersaudara : "Sesungguhnya orang-orang
mukmin itu bersaudara. Maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
Allah
juga berfirman dalam QS At Taubah ayat 71 : "Dan orang-orang mukmin,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.
Mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar..."
Soal fatwa jihad ini mendapat respons
beragam dari kalangan muslim. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH
Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menanggapi fatwa jihad lawan Israel yang
dikeluarkan Internasional Union Muslim Scholars (IUMS). Organisasi yang didanai
Qatar ini menyerukan semua negara Muslim agar segera berjihad secara militer,
ekonomi, dan politik demi menghentikan genosida Israel.
Namun, fatwa IUMS ini mendapatkan
penolakan dari Darul Ifta. Dewan Fatwa Mesir ini berargumen bahwa jihad tidak
dapat dilakukan tanpa izin penguasa (ulil amri) yang sah.
Terkait perbedaan fatwa jihad
ini, Gus Ulil pun menilai fatwa yang dikeluarkan Darul Ifta lebih tepat. "Menurut saya, reasoning fatwa dari Darul
Ifta Mesir lebih tepat dan kuat. Jihad tidak bisa dilaksanakan oleh otoritas
non-negara. Jihad harus diotorisasi oleh imam alias pemerintah yang sah,"
ujar Gus Ulil saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (9/4/2025).
Seruan jihad atas genosida yang
dilakukan penjahat perang israel oleh IUMS adalah sebuah seruan yang sangat
mulia. Sebab para ulama ini menyadari bahwa sesama muslim adalah bersaudara. Allah
lah yang memerintahkan sesama muslim harus saling menolong. Jika seorang muslim
merasa sakit demam, maka muslim lainnya mestinya ikut merasakan rasa sakit itu.
Muslim di seluruh dunia adalah bagaikan satu tubuh.
Jihad
memang membutuhkan persatuan umat Islam diseluruh dunia. Persatuan membutuhkan
institusi pemersatu umat, yakni khilafah Islam. Allah menegaskan perintahnya
kepada kaum muslimin untuk bersatu dan tidak bercerai berai dalam QS Ali Imran
: 103 : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, lalu Allah mempersatukan
hatimu..."
Karena jihad adalah perintah Allah, maka wajib
dilaksanakan. Institusi khilafah sebagai wadah efektif pelaksanaan jihad dengan
demikian hukumnya wajib juga untuk ditegakkan. Menolak jihad dengan demikian
adalah maksiat yang berdosa besar. Menolak khilafah sebagai institusi jihad
dengan demikian juga merupakan kemaksiatan. Jika menerima jihad, maka harus
juga menerima khilafah.
Beberapa ayat yang memerintahkan jihad fi sabiillah
adalah : Pertama, Surah Al-Baqarah (2:190) : "Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) jangan
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas."
Dalam QS Al Ankabut ayat 69 juga diperintahkan untuk
berjihad : "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami,
benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
Jihad itu berat, namun Allah tegaskan tetap wajib
hukumnya bagi seetiap muslim untuk berangkat. Allah tegaskan dalam QS At Taubah
ayat 41 : "Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun
berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Mungkin saja secara manusiawi, muslim ada yang
merasa berat untuk berjihad, bahkan merasa ragu-ragu untuk melaksanakannya. Namun
Allah melalui Surah Al-Hujurat ayat 15 menegaskannya : "Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka
yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang
yang benar."
Selain sebagai kemasiatan besar, sengaja menghalangi
atau menolak jihad sebagai bagian dari ajaran Islam adalah sebagai perilaku
orang-orang munafik. Allah tegaskan dalam QS An Nisaa ayat 61 : Apabila
dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah
telah turunkan dan kepada Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik
menghalangi (manusia) dari (mendekati)mu dengan sekuat-kuatnya.
Ayat-ayat ini berbicara tentang sikap orang-orang
munafik yang enggan kembali kepada hukum Allah dan Rasul ketika berselisih.
Mereka lebih memilih hukum selain Islam (seperti thagut), tapi ketika terkena
musibah, mereka datang dengan berpura-pura ingin berdamai dan berbuat baik.
Hal
ini ditegaskan oleh Allah dalam QS An Nisaa ayat 60 : Apakah kamu tidak
memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak
berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari
thaghut itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka dengan kesesatan yang
sejauh-jauhnya.
Di
negeri ini pernah ada sejarah penting terkait jihad, yakni resolusi jihad. Sejarah
Resolusi Jihad yang dicetuskan
oleh KH. Hasyim Asy’ari merupakan
salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia,
khususnya dalam konteks jihad fi
sabilillah untuk melawan penjajah.
Pasca
proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), Belanda (melalui NICA) dan
sekutunya, terutama Inggris, berusaha kembali menjajah Indonesia. Mereka
mendarat di Surabaya, yang saat itu merupakan pusat kekuatan rakyat dan
laskar-laskar pejuang. Melihat ancaman ini, KH. Hasyim Asy’ari merasa perlu
mengeluarkan fatwa jihad untuk
membela tanah air yang baru merdeka.
Isi
resolusi jihad dikeluarkan melalui rapat besar para ulama Nahdlatul Ulama di
Surabaya, isinya antara lain: “Berperang
melawan penjajah yang ingin kembali menjajah Indonesia hukumnya fardhu ‘ain
(wajib) bagi setiap Muslim yang mampu, di wilayah yang diserang.”. Artinya
semua Muslim, terutama yang berada di Surabaya dan sekitarnya, wajib angkat senjata. Jihad ini adalah
bentuk pembelaan negara (hifzh
al-wathan) yang menjadi bagian dari menjaga agama.
Perintah
jihad dalam Islam mengandung
banyak hikmah dan tujuan mulia,
baik dari sisi individu, masyarakat, maupun peradaban. Jihad bukan semata-mata
soal perang, tapi tentang perjuangan
total dalam menegakkan kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan agama
serta kemanusiaan.
Pertama, menjaga dan membela agama. Islam adalah agama
yang membawa kebenaran. Jihad (dalam makna membela) adalah sarana untuk melindungi
ajaran Islam dari penghinaan atau pemusnahan dan mempertahankan kebebasan
beribadah dan menyebarkan dakwah. Allah berfirman : "Dan jika Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, niscaya hancurlah biara-biara, gereja-gereja,
sinagog-sinagog, dan masjid-masjid..." (QS. Al-Hajj: 40)
Kedua, menegakkan keadilan dan mencegah kezaliman. Jihad menjadi
pembela bagi orang-orang yang tertindas, menentang penjajahan, dan menolak
penindasan atas umat mana pun. Allah
berfirman : "Mengapa
kamu tidak berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang
lemah...?" (QS. An-Nisaa: 75)
Ketiga, jihad
bisa melatih keberanian dan keikhlasan. Jihad membentuk
pribadi yang: (1) Tangguh dan
tidak takut kecuali kepada Allah. (2) Berani
berkorban demi nilai dan kebaikan umat.
(3) Ikhlas, karena tujuannya hanya mencari ridha Allah, bukan dunia.
Keempat, memperkuat solidaritas umat. Jihad memperkuat
ukhuwah Islamiyah, karena melibatkan kebersamaan, tolong-menolong, dan
persatuan serta menyadarkan umat akan pentingnya membela saudara seiman
(seperti di Palestina).
Kelima, mewujudkan perdamaian yang hakiki. Meski terdengar paradoks, jihad
sering justru diarahkan untuk mengakhiri penindasan dan konflik berkepanjangan.
Serta mewujudkan
sistem kehidupan yang damai dan adil di bawah hukum Allah.
Keenam, jihad sebagai perjuangan pribadi (an-nafs). Tak kalah penting,
jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu dan keburukan diri sendiri. Ini
membentuk: Pribadi disiplin,
sabar, dan bertakwa. Proses
penyucian diri menuju derajat yang lebih tinggi. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits : "Jihad yang paling utama adalah jihad melawan diri sendiri
(nafsu)." — (HR. Ibnu Hibban).
(Ahmad
Sastra, Kota Hujan, 14/04/25 : 09.56 WIB)