Oleh : Ahmad Sastra
Ketika bumi para nabi berseru dalam diam
tak lagi sunyi, tapi penuh luka yang dalam
Langit Palestina menjadi saksi
betapa zionis durjana mencabik-cabik janji suci
menodai tanah yang Allah berkahi
dengan bom, peluru, dan dengki yang tak henti
Di sana—di tanah yang pernah dipijak Musa dan Isa
di sana—di bumi yang disucikan oleh Muhammad
berdiri para penjajah zionis terlaknat
dengan senjata di tangan dan kebencian di dada
Mereka injak masjid dengan sepatu busuknya
mereka kotori tanah suci dengan darah tak berdosa
Anak-anak yang sedang belajar huruf Alif
ditembak sebelum sempat menghafal surat Ar-Rahman
Ibu-ibu yang menjaga rumah
harus mengubur anaknya di halaman depan.
Sampai kapan bumi para nabi
Dikoyak kaki-kaki durjana
yang tak takut pada langit
yang tak kenal adab terhadap tanah yang semestinya disucikan
sementara dunia seperti kuburan panjang yang tak
pernah resah
Hanya ada sebagian dari umat yang masih menyeka air
mata
sambil memanjatkan doa dalam tiap sujudnya
Ya Allah, bebaskan tanah para nabi dari penindasan ini
Kaki-kaki durjana itu boleh menodai tanahmu hari ini
tapi cahaya nubuwah tak akan pernah padam di hati kami
Kami tahu, bumi yang dizalimi akan bersaksi suatu hari
nanti
bahwa darah para syuhada bukan tumpah sia-sia
bahwa setiap jeritan akan menjadi senjata
Ketika bumi para nabi diinjak para penjahat sejati
maka saatnya umat ini bangkit menjaga kehormatan yang
tersisa
bukan dengan doa semata, tapi dengan persatuan,
keberanian, dan cinta
yang diwujudkan dalam langkah nyata angkat senjata
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 18/04/25 : 10.12 WIB)