Oleh : Ahmad Sastra
Di balik reruntuhan batu dan langit yang menghitam
anak-anak kecil Palestina tetap tersenyum dalam diam
Mereka tak mengenal dunia seperti kita
hanya tahu suara dentuman
dan nyanyian duka dari luka yang tak pernah reda
Tangisan mereka, bukan karena mainan yang hilang
tapi karena kehilangan keluarga yang tertimbun puing
dan kenangan
air mata mereka adalah goresan sejarah
tentang dunia yang tak lagi punya jiwa
tenggelam dalam busuknya aroma pengkhianatan
Mereka menggenggam batu
seolah itu adalah mimpi masa depan
Mereka menatap langit,
tapi bukan mencari bintang
tapi berharap bom tak lagi datang
yang sampai saat ini tak juga ada pertanda
Siapa yang akan menghapus air mata mereka
jika dunia hanya menonton dari jendela berita ?
Siapa yang akan memeluk mereka
jika tangan-tangan dunia hanya sibuk menggenggam kata
tanpa makna ?
jika para pemimpin dunia Islam adalah para pecundang
jika hati nurani mereka tertimbun kotoran dunia
Air mata itu adalah jerit kemanusiaan
yang memanggil hati nurani kita untuk bangkit dari
kesunyian
Bukan sekadar bersimpati, tapi bergerak dalam empati
dan aksi sejati
Mengusir penjajah para bangsa kera
Menghapus air mata anak-anak palestina untuk selamanya
Wahai dunia, dengarlah jeritan kecil itu!
Mereka tak meminta dunia,
mereka hanya ingin hidup seperti anak-anak yang
lainnya
tanpa takut pada suara rudal di atas kepala
dan duniapun mendengar suara itu
Menghapus air mata mereka
bukan hanya dengan selimut dan roti
tapi dengan menghentikan sebab dari semua ini
penjajahan yang mencuri tawa dan mimpi
Dan umat yang satu tubuh dalam iman
tak boleh membiarkan satu jiwa kecil pun
menangis sendirian dalam kehancuran
sebab mereka adalah keluarga dan saudara
jika mereka terluka,begitupun dengan kita
Mari jadi tangan yang mengusap luka
bukan hanya mata yang menatap nelangsa
Mari jadi suara untuk mereka yang dibungkam
jadi pelindung untuk mereka yang tak bisa melawan
Menghapus air mata anak-anak Palestina
adalah tugas suci setiap jiwa yang masih punya cinta
Bukan hanya hari ini, tapi sampai mereka bisa tertawa
dalam damai
yang benar-benar nyata
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 18/04/25 : 09.05 WIB)