Oleh : Ahmad Sastra
Alhamdulillah, dalam rangka memanfaatkan
waktu agak lebih bermakna selama masa liburan sekolah atau kuliah pasca idul
fitri, kami mengadakan pengajian keluarga yang diadakan setiap habis sholat
maghrib, dengan mengangkat berbagai tema aktual. Bukan hanya monoton, namun
pengajian dilanjutkan dengan memberikan tanggapan dan pernyataan. Pengajian dibuka
oleh istri dan diisi oleh saya sebagai suami. Sementara jamaahnya adalah HAS,
ZEA dan RSA yang merupakan putra-putri kami.
Malam ini, kita mengangkat tema terkait
ujian yang akan diberikan Allah pada setiap individu muslim, relasinya sebagai anggota
keluarga maupun anggota masyarakat. Dalam pengajian sesi satu yang insyaallah
akan terus berlangsung hingga mereka kembali ke kampus dan pesantren pasca
liburan idul fitri tahun ini.
Ada dua ayat yang disampaikan dalam
pengajian sesi satu ini yakni QS Yusuf ayat 111 dan QS Al Ankabut ayat 2. Surat
pertama menggambarkan terkait dengan pelajaran, petunjuk dan rahmat dibalik
kisah-kisah para nabi dan Rasul yang diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an. Sedangkan
surat kedua menegaaskan bahwa Allah akan memberikan ujian dan cobaan bagi
hamba-hambaNya yang beriman.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah
cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman. (QS Yusuf : 111)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka
tidak diuji lagi? (QS Al Ankabut : 2)
Ujian yang dihadapi keluarga nabi sangat
beragam dan berat, seperti yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim diuji
dengan perintah Allah untuk menyembelih putranya, Ismail, sebagai bukti
keimanan dan ketaatan. Nabi Ibrahim dan istrinya, Sarah, diuji dengan kesabaran
menunggu kelahiran anak, meskipun mereka sudah tua. Nabi Ibrahim diuji dengan
keteguhan imannya ketika dia diminta untuk meninggalkan kaumnya yang kafir dan
berhijrah ke tempat yang jauh.
Selain itu, keluarga nabi lainnya juga
menghadapi ujian yang berat. Nabi Muhammad SAW menghadapi penolakan dan
penganiayaan dari kaum kafir Quraisy. Ujian-ujian ini bertujuan untuk menguji
keimanan, kesabaran, dan keteguhan para nabi dan keluarga mereka, serta untuk
memperkuat hubungan mereka dengan Allah SWT.
Sementara Nabi Adam diuji dengan perintah
Allah untuk tidak memakan buah dari pohon tertentu di surga. Nabi Adam diuji
dengan kesabaran ketika dia dan istrinya, Hawa, harus meninggalkan surga dan
hidup di bumi.
Nabi Musa diuji dengan kepemimpinannya
atas bangsa Israel dan menghadapi berbagai tantangan dari mereka. Nabi Musa
diuji dengan kesabaran ketika dia harus menunggu selama 40 hari untuk menerima
Taurat dari Allah. Nabi Musa diuji dengan keberanian ketika dia harus
menghadapi Firaun dan tentaranya.
Nabi Ayyub diuji dengan kesabaran ketika
dia harus menghadapi berbagai cobaan dan musibah, termasuk kehilangan harta
benda, anak-anak, dan kesehatannya. Nabi Ayyub diuji dengan keimanannya ketika
dia harus menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, namun tetap teguh dalam
imannya kepada Allah. Nabi Ayyub diuji dengan keteguhan imannya ketika dia
harus menghadapi berbagai ejekan dan cercaan dari orang-orang yang tidak
percaya.
Nabi Nuh diuji dengan kesabaran ketika dia
harus berdakwah kepada kaumnya yang kafir dan menolak untuk beriman. Nabi Nuh
diuji dengan keimanannya ketika dia harus menghadapi berbagai tantangan dan
cobaan dari kaumnya, namun tetap teguh dalam imannya kepada Allah. Nabi Nuh
diuji dengan kepemimpinannya atas kaumnya dan menghadapi berbagai tantangan
dalam membangun kapal untuk menyelamatkan dirinya dan pengikutnya dari banjir
besar.
Nabi Luth diuji dengan kesabaran ketika
dia harus berdakwah kepada kaumnya yang kafir dan menolak untuk beriman. Nabi
Luth diuji dengan keimanannya ketika dia harus menghadapi berbagai tantangan
dan cobaan dari kaumnya, namun tetap teguh dalam imannya kepada Allah. Nabi
Luth diuji dengan keteguhan imannya ketika dia harus menghadapi berbagai ejekan
dan cercaan dari kaumnya yang kafir.
Nabi Sulaiman diuji dengan kepemimpinannya
atas kerajaan Israel dan menghadapi berbagai tantangan dalam memerintah dengan adil
dan bijaksana. Nabi Sulaiman diuji dengan kesabaran ketika dia harus menghadapi
berbagai tantangan dan cobaan dalam memerintah kerajaan Israel. Nabi Sulaiman
diuji dengan keimanannya ketika dia harus menghadapi berbagai godaan dan
cobaan, namun tetap teguh dalam imannya kepada Allah.
Alhamdulillah, setelah materi disampaiakan
muncul tanggapan dan pertanyaan. Tanggapan pertama adalah saat harus menghadapi
ujian di kampus dengan adanya mahasiswi yang belum memakai busana syar’i. Lantas
bagaimana seharusnya bersikap. Tanggapan kedua adalah penegasan bahwa dengan
adanya kondisi yang tidak baik-baik saja di luar menjadi peluang besar untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan berusaha mengajak mereka ke jalan yang
lurus.
Pertanyaan yang muncul adalah terkait
dengan bagaimana manajemen waktu menurut Islam. Alhamdulillah semua tanggapan
dan pertanyaan dijawab dalam diskusi dan semua merasa puas. Ini adalah tradisi
yang mahal dalam keluarga dimana kita dihadapkan dengan kehidupan yang serba
individual. Pengajian keluarga adalah salah satu solusi yang baik untuk
menjalin rasa dan pikir seluruh anggota keluarga.
Kami menyadari bahwa hidup di dunia ini
sangatlah singkat. Berjuang akan mati, tak berjuang juga akan mati, maka lebih
baik memiliki menjadi keluarga yang memperjuangkan agama dari pada terlena
dengan urusan dunia. Dunia adalah tempat menanam dan mencari bekal untuk
kehidupan di akhirat. Dalam istilah kami, harus menggunakan kaca mata akhirat
dalam menjalani hidup di dunia ini.
Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat adalah konsep yang menarik dalam Islam. Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat berarti melihat dunia sebagai tempat persinggahan, bukan sebagai tempat
tinggal yang kekal. Ini berarti bahwa kita harus selalu ingat bahwa kehidupan
di dunia ini hanya sementara, dan bahwa kita akan kembali ke akhirat untuk
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita.
Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat berarti mengutamakan akhirat daripada dunia. Ini berarti bahwa kita
harus selalu memprioritaskan perbuatan yang baik dan bermanfaat untuk akhirat,
daripada perbuatan yang hanya bermanfaat untuk dunia.
Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat berarti beramal shaleh sebagai investasi akhirat. Ini berarti bahwa
kita harus selalu berusaha untuk melakukan perbuatan yang baik dan bermanfaat,
karena perbuatan tersebut akan menjadi investasi kita di akhirat.
Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat berarti menghadapi cobaan dan ujian dengan sabar. Ini berarti bahwa
kita harus selalu berusaha untuk menghadapi cobaan dan ujian dengan sabar dan
tidak putus asa, karena cobaan dan ujian tersebut adalah kesempatan untuk
meningkatkan iman dan keyakinan kita.
Menjalani hidup di dunia dengan kaca mata
akhirat berarti meningkatkan iman dan keyakinan kita. Ini berarti bahwa kita
harus selalu berusaha untuk meningkatkan iman dan keyakinan kita dengan
mempelajari ilmu dan pengetahuan, serta dengan beramal shaleh. Dengan menjalani
hidup di dunia dengan kaca mata akhirat, kita dapat meningkatkan iman dan
keyakinan kita, serta mempersiapkan diri untuk kehidupan di akhirat.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 07/04/25 :
21.03 WIB)