Oleh : Ahmad Sastra
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS Adz Dzariyat : 56)
Transendensi (transcendence) adalah konsep
filsafat yang merujuk pada kemampuan sesuatu untuk melampaui atau melebihi
batasan-batasan yang ada. Transendensi metafisik merujuk pada kemampuan sesuatu
untuk melampaui batasan-batasan fisik dan material. Contohnya, konsep Tuhan
yang transenden berarti bahwa Tuhan melampaui batasan-batasan fisik dan
material.
Transendensi etis merujuk pada kemampuan
individu untuk melampaui batasan-batasan moral dan etis. Contohnya, individu
yang memiliki kemampuan transendensi etis dapat memahami dan menghormati
keberadaan orang lain yang berbeda dengan mereka.
Transendensi spiritual merujuk pada
kemampuan individu untuk melampaui batasan-batasan spiritual dan mencapai
kesadaran yang lebih tinggi. Contohnya, individu yang memiliki kemampuan
transendensi spiritual dapat mengalami kesadaran yang lebih tinggi dan memahami
keberadaan Tuhan.
Filsuf yang berkontribusi pada konsep transendensi
adalah Plato yang berpendapat bahwa dunia yang kita lihat hanyalah bayangan
dari realitas yang sebenarnya, dan bahwa realitas yang sebenarnya adalah
transenden.
Kedua, Immanuel Kant yang berpendapat
bahwa transendensi adalah kemampuan untuk melampaui batasan-batasan pengetahuan
manusia. Ketiga, Emmanuel Levinas yang berpendapat bahwa transendensi adalah
kemampuan untuk melampaui batasan-batasan etis dan moral, dan untuk memahami
dan menghormati keberadaan orang lain.
Ada juga konsep transendensi ego yang merujuk pada
konsep untuk melampaui atau melebihi ego, yang sering dibahas dalam konteks
filsafat, psikologi, dan spiritualitas. "Ego" dalam konteks ini
adalah rasa diri atau identitas individu, bagian dari kesadaran yang
berhubungan dengan keinginan pribadi, ketakutan, dan batasan-batasan diri.
"Transendensi" berarti melampaui batas-batas tersebut atau mengatasi
keterbatasan pengalaman biasa.
Sementara, konsep transendensi dalam Islam merujuk
pada keyakinan bahwa Allah (Tuhan) berada di luar batasan waktu, ruang, dan
dimensi fisik yang dapat dipahami oleh manusia. Transendensi Allah berarti
bahwa Tuhan tidak dapat disamakan dengan makhluk-Nya, tidak terikat oleh hukum
alam, dan tidak dapat dijangkau atau dipahami sepenuhnya oleh akal manusia.
Konsep ini menggambarkan keagungan dan kesempurnaan Allah yang melampaui segala
hal yang ada di dunia ini.
Salah satu konsep transendensi Islam adalah konsep
tauhid. Allah adalah Maha Esa (Tauhid), yang berarti tidak ada Tuhan selain
Allah. Ini adalah dasar dari transendensi dalam Islam, di mana Allah tidak
memiliki sekutu, pasangan, atau anak, dan segala sesuatu di alam semesta
bergantung pada-Nya.
Dalam Surah Al-Ikhlas (112:1-4), Allah dijelaskan
sebagai: "Katakanlah: 'Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.'"
Allah jauh dari segala kekurangan atau keserupaan
dengan makhluk-Nya. Dia bukanlah bagian dari alam semesta, dan segala sifat-Nya
adalah sempurna dan tidak terbatas. Surah Ash-Shura (42:11) menyatakan: "Pencipta
langit dan bumi, Dia menciptakan bagi kamu dari jenis kamu sendiri istri-istri
dan dari ternak-ternak pasangan-pasangan, untuk memperbanyak kamu. Tidak ada
sesuatu yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Allah adalah Maha Penguasa yang tidak terbatas oleh
ruang dan waktu. Dia menciptakan semua yang ada, namun tidak terikat pada
penciptaan tersebut. Keberadaan-Nya tidak tergantung pada dimensi waktu dan
ruang yang ada dalam alam semesta.
Dalam Surah Al-Baqarah (2:255), Allah menggambarkan
sifat transendensinya: "Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha
Hidup, Yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya segala yang ada di langit dan di bumi."
Allah tidak dapat dilihat atau dirasakan dengan panca
indera manusia. Sebagai makhluk yang terbatas oleh fisik dan waktu, manusia
tidak dapat menyentuh atau menyaksikan Allah secara langsung. Namun, manusia
dapat merasakan kehadiran-Nya melalui tanda-tanda dan ciptaan-Nya di alam
semesta.
Surah Al-A'raf (7:143) : "Dan ketika Musa datang
untuk (bertemu) dengan waktunya yang telah ditentukan, maka Tuhannya berfirman
kepadanya: 'Wahai Musa, tidak ada yang dapat melihat Aku.'"
Allah memiliki sifat-sifat yang tidak dapat disamai
oleh makhluk-Nya, seperti Maha Mengetahui (Al-‘Aleem), Maha Kuasa (Al-Qadir),
Maha Bijaksana (Al-Hakeem), Maha Pengampun (Al-Ghafur), dan lain-lain. Semua
sifat Allah ini menggambarkan transendensi-Nya yang melampaui kemampuan manusia
untuk membayangkan atau memahami secara sempurna.
Surah Al-Hashr (59:23) menyebutkan beberapa sifat
Allah: "Dia-lah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha
Suci, yang Maha Sejahtera, yang Maha Memberi Keamanan, yang Maha Memelihara,
yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang Maha Tinggi."
Walaupun Allah itu transenden dan berada di luar
dimensi fisik dan akal manusia, Allah juga memiliki sifat immanen, yaitu dekat
dengan hamba-Nya. Allah dekat dengan setiap individu melalui wahyu, doa, dan
penciptaan-Nya. Jadi, meskipun Allah transenden, Dia juga Maha Dekat dengan
ciptaan-Nya.
Surah Qaf (50:16 menjelaskan hal ini dengan firmanNya :
"Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya."
Ramadhan dan kesadaran transendensi adalah hubungan
yang sangat erat dalam konteks spiritualitas Islam. Ramadhan, sebagai bulan
suci dalam agama Islam, adalah waktu yang penuh dengan ibadah, refleksi diri,
dan peningkatan kesadaran akan kehadiran serta kebesaran Allah.
Pada bulan ini, umat Islam diperintahkan untuk
berpuasa dari fajar hingga maghrib, menahan diri dari makan, minum, dan
berbagai nafsu lainnya, yang memberikan kesempatan untuk meningkatkan kesadaran
transendensi, yaitu kesadaran akan keberadaan Allah yang Maha Sempurna, Maha
Kuasa, dan Maha Dekat.
Bulan Ramadhan adalah waktu di mana umat Islam lebih
fokus dalam menjalani kehidupan yang lebih suci dan mendekatkan diri kepada
Allah. Melalui ibadah yang dilakukan, seperti puasa, shalat, zakat, dan baca
Al-Qur'an, seseorang berusaha untuk lebih menyadari bahwa dunia ini bukanlah
tujuan akhir, melainkan jalan menuju Allah yang Maha Tinggi.
Puasa sendiri mengajarkan kesabaran dan pengendalian
diri, dan di saat yang sama, ia memberi kesempatan untuk merenung dan memahami
bahwa Allah-lah yang memberi rezeki dan penghidupan. Puasa bukan hanya tentang
menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menguatkan hubungan spiritual dengan
Allah yang Maha Kuasa.
Puasa di bulan Ramadhan juga mengingatkan umat Muslim
tentang keterbatasan manusia yang hanya bisa bertahan dengan bantuan Allah.
Ketika seseorang merasa lapar dan haus, ia diingatkan bahwa semua kebutuhan
hidup bergantung pada Allah, yang merupakan Pencipta segala sesuatu.
Dengan menahan diri dari hal-hal yang biasa dilakukan,
umat Islam semakin menyadari bahwa Allah-lah yang mengatur kehidupan mereka,
dan bahwa mereka bukanlah penguasa atas segala sesuatu. Ini mengarahkan pada
pemahaman transendensi bahwa Allah adalah Sang Maha Penguasa yang tidak terikat
oleh hukum alam dan ruang-waktu.
Allah menjelaskan dalam Surah Al-Baqarah (2:185)
menyatakan: "Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan
Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang
siapa di antara kamu hadir (di bulan itu), maka hendaklah ia berpuasa."
Bulan Ramadhan, sebagai bulan penurunan wahyu, juga
mengingatkan umat Islam bahwa wahyu-Nya adalah petunjuk hidup yang datang dari
Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Sempurna.
Pada bulan Ramadhan, umat Islam sering lebih fokus
dalam berdoa dan beribadah, yang meningkatkan kesadaran mereka akan keberadaan
Allah yang Maha Transenden. Mereka lebih menyadari bahwa Allah selalu hadir,
meskipun tidak bisa dilihat dengan indera, dan bahwa segala yang terjadi dalam
hidup mereka adalah bagian dari takdir Allah yang Maha Bijaksana.
Salah satu ajaran yang sangat ditekankan dalam
Ramadhan adalah doa. Dalam setiap ibadah yang dilakukan, umat Islam diajarkan
untuk selalu memohon pertolongan Allah, yang semakin memperkuat kesadaran akan
ketergantungan mereka pada Tuhan yang Maha Tinggi.
Hal ini dijelaskan Allah dalam Surah Al-Baqarah
(2:186): "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia
memohon kepada-Ku."
Ayat ini menegaskan bahwa meskipun Allah transenden
dan berada di luar jangkauan pemahaman manusia, Dia tetap dekat dengan
hamba-Nya dan selalu mendengarkan doa mereka. Kesadaran ini membawa umat Islam
untuk lebih banyak berdoa dan beribadah, terutama di bulan Ramadhan, sebagai
cara mendekatkan diri kepada Allah.
Ramadhan mengingatkan umat Islam bahwa dunia ini
hanyalah sementara, dan kehidupan akhirat adalah tujuan utama. Dalam bulan
Ramadhan, umat Islam tidak hanya berusaha untuk lebih dekat dengan Allah,
tetapi juga merenungkan kehidupan setelah mati, yang mana segala perbuatan di
dunia ini akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Pemahaman ini menumbuhkan
kesadaran tentang keterbatasan dunia dan transendensi Allah yang lebih tinggi
dari semua yang ada di dunia ini.
Surah Al-Imran (3:133-136) mengingatkan umat Islam
tentang pentingnya mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat: "Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa."
Dalam Ramadhan, umat Islam semakin menyadari bahwa
segala yang mereka miliki adalah pemberian Allah semata. Ini meningkatkan rasa
syukur mereka atas nikmat yang telah diberikan dan mengingatkan mereka akan
keterbatasan diri sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dengan meningkatnya kesadaran
akan transendensi Allah, umat Islam belajar untuk tawakal (berserah diri)
kepada Allah dalam segala aspek kehidupan mereka.
Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kesempatan
untuk meningkatkan kesadaran transendensi, yaitu kesadaran akan kehadiran,
kebesaran, dan kekuasaan Allah yang melampaui segala sesuatu.
Melalui puasa, doa, ibadah, dan refleksi diri, umat
Islam berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan menyadari bahwa segala sesuatu
yang terjadi di dunia ini adalah bagian dari kehendak-Nya yang Maha Sempurna.
Ramadhan mengajarkan bahwa meskipun Allah itu
transenden dan tidak terjangkau oleh akal manusia, Dia tetap dekat dengan
hamba-Nya, dan setiap amal perbuatan manusia akan dipertanggungjawabkan di
akhirat.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 05 Ramadhan 1446 H – 05 Maret
2025 M : 11.05 WIB)