RAMADHAN UNTUK SPIRIT RISET DAN LITERASI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas spiritual dan intelektual kita. Dalam konteks ini, Ramadhan bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan spirit riset dan literasi dengan cara-cara yang bermanfaat dan sesuai dengan semangat bulan suci tersebut.

 

Selama bulan Ramadhan, umat Muslim dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur'an. Selain itu, kita juga bisa memperbanyak membaca buku-buku atau artikel yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan riset. Hal ini bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan di bidang yang kita tekuni.

 

Dengan lebih banyak waktu di rumah, kita bisa menyusun atau merencanakan riset yang ingin dilakukan. Gunakan waktu di malam hari setelah tarawih atau saat sahur untuk memikirkan ide-ide penelitian baru, membaca referensi terkait, atau menyusun metodologi riset.

 

Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk melakukan diskusi intelektual dengan teman-teman atau rekan sejawat. Dengan berbagi pengetahuan dan berdiskusi, kita dapat membuka wawasan baru dan mendapatkan perspektif yang berbeda.

 

Menulis adalah bagian penting dari riset. Selama Ramadhan, manfaatkan waktu luang untuk menulis hasil riset, membuat catatan, atau bahkan menulis artikel ilmiah. Hal ini bisa membantu memperjelas pemahaman serta memperkaya literasi ilmiah kita.

 

Salah satu kunci utama dalam riset dan literasi adalah kebiasaan belajar yang teratur. Selama Ramadhan, kita bisa membentuk kebiasaan belajar yang produktif, seperti menyusun jadwal belajar yang fleksibel namun konsisten.

 

Ramadhan adalah bulan untuk meningkatkan kualitas diri. Kita bisa menggunakan waktu untuk merefleksikan proses riset yang sudah dilakukan, mengidentifikasi kekurangan, dan mencari cara untuk meningkatkan kualitas riset atau literasi kita.

 

Dengan memanfaatkan semangat Ramadhan untuk meningkatkan spirit riset dan literasi, kita tidak hanya memperdalam pengetahuan tetapi juga mendapatkan pahala dan berkah yang berlipat.

 

 

Dalam Al-Qur’an, Allah mengajarkan bahwa tanda-tanda kebesaran-Nya terbentang luas di alam semesta bagi orang-orang yang mau berpikir. QS Ali ‘Imran ayat 190-191 menegaskan bahwa dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian siang dan malam terdapat ayat-ayat bagi ulul albab, yakni orang-orang berakal yang senantiasa merenungkan ciptaan Allah.

 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.'" (QS Ali ‘Imran: 190-191)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang ilmuwan tidak hanya mengamati dan menganalisis fenomena alam, tetapi juga merenungkannya sebagai tanda kebesaran Allah. Mereka yang memahami ilmu pengetahuan seharusnya tidak terjebak dalam keangkuhan intelektual, tetapi justru semakin tunduk kepada-Nya, karena mereka menyadari bahwa semua yang ada di alam semesta ini bukanlah hasil kebetulan, melainkan bagian dari ketetapan-Nya.

 

Demikian pula dalam QS Al-Ghasiyah ayat 17-22, Allah mengajak manusia untuk memperhatikan bagaimana unta diciptakan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana gunung ditegakkan, dan bagaimana bumi dihamparkan. Ini bukan sekadar perintah untuk mengamati, tetapi juga untuk memahami bahwa ada hukum-hukum Allah yang mengatur segala sesuatu.

 

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan?" (QS Al-Ghasiyah: 17-20)

 

Allah juga menugaskan manusia, khususnya mereka yang memiliki ilmu, untuk mengingatkan orang lain agar tetap dalam ketaatan kepada-Nya: "Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau hanyalah pemberi peringatan.  Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka." (QS Al-Ghasiyah: 21-22)

 

Seorang ilmuwan memiliki tugas untuk menggali ilmu dari hukum kauni (hukum alam), memahami keteraturannya, serta menjadikannya sarana mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Namun, tugas seorang ilmuwan tidak berhenti pada penghayatan. Ia juga harus menjadi jembatan yang menghubungkan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai ilahi, sehingga hukum kauni tidak dipisahkan dari hukum qauli (syariat).

 

Inilah dua tugas utama seorang ilmuwan: pertama, menghayati tanda-tanda kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya. Kedua, mengingatkan manusia agar tetap dalam ketundukan kepada hukum-hukum-Nya. Dengan demikian, ilmu bukan hanya menjadi alat untuk memahami alam, tetapi juga menjadi cahaya yang menerangi jalan menuju ketakwaan.

 

Hal ini bisa ditumbuhkan pada bulan Ramadhan, karena bulan Ramadhan adalah bulan istimewa yang setiap waktunya penuh keberkahan, sehingga aktivitas intelektual pada bulan Ramadhan akan mendapatkan kebaikan yang berlipat.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 2 Ramadhan 1446 H – 2 Maret 2025 M : 10.07 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.