Oleh : Ahmad Sastra
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab
kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS Ali Imran : 19)
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha
Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada
beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia".
Dua ayat di atas menegaskan bahwa agama Islam adalah
agama yang benar karena telah dibenarkan oleh Allah. Sementara agama selain
Islam adalah agama yang salah dan termasuk dari kaum sesat. Ramadhan adalah
waktu yang tepat untuk betul-betul memperkuat basis teologi ini, sebab orang
kafir tidak akan pernah ridho kepada kaum muslimin yang teguh dengan agamanya.
Allah telah mengingatkan dalam firmanNya : Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang
benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah
pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu. (QS Al Baqarah : 120)
Prinsip teologis dalam Islam mencakup ajaran-ajaran
dasar yang membentuk keyakinan dan pemahaman seorang Muslim tentang Tuhan,
kehidupan, dan alam semesta. Teologi Islam (atau Ilahiyyah) adalah
kajian tentang sifat dan eksistensi Tuhan (Allah) serta hubungan-Nya dengan
ciptaan-Nya. Prinsip-prinsip ini adalah landasan bagi akidah atau keyakinan
yang harus diterima dan diyakini oleh setiap Muslim.
Tauhid adalah inti dari ajaran Islam, yang mengajarkan
bahwa Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, tunggal tanpa sekutu, pasangan, atau
anak. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, dan tidak ada yang
serupa dengan-Nya.
Tauhid terbagi menjadi tiga kategori. Pertama, tauhid
rububiyyah yakni keyakinan bahwa Allah adalah Pencipta, Penguasa, dan
Pemelihara alam semesta. Kedua, tauhid uluhiyyah: Keyakinan bahwa hanya Allah
yang berhak disembah. Ketiga, tauhid asma wa sifat yakni keyakinan bahwa Allah
memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, yang tidak dapat disamakan
dengan makhluk-Nya.
Konsep nubuwwah (kenabian) juga bagian dari teologi Islam
dengan pemahaman bahwa Allah mengutus nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya
untuk memberi petunjuk hidup kepada umat manusia. Setiap nabi membawa wahyu dan
ajaran untuk membimbing umatnya menuju kebenaran dan keselamatan.
Di antara nabi-nabi yang terkenal adalah Nabi Adam,
Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad (SAW). Nabi Muhammad
adalah nabi terakhir, yang membawa wahyu terakhir, yaitu Al-Qur'an. Seluruh nabi
adalah seorang muslim, tidak ada satupun nabi yang beragama selain agama Islam.
Maka kafirlah dari kalangan ahli kitan yang menjadikan
nabi Isa sebagai tuhan dan bahkan menganggap Nabi Islam beragama selain Islam. Allah
tegaskan dalam Surah An-Nisa (4:171) : "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya
Al-Masih, Isa putra Maryam, itu tidak lain hanyalah seorang rasul Allah dan
kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan roh dari-Nya. Maka
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan janganlah mengatakan 'Tuhan
itu tiga'. Berhentilah, itu lebih baik bagimu. Sesungguhnya Tuhanmu itu Tuhan
yang Maha Esa, Maha Suci dari mempunyai anak. Bagi-Nya segala yang ada di
langit dan yang ada di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara."
Dari berbagai sisi, konsep trinitas ini adalah
kesesatan. Dalam filsafat, pertanyaan tentang apakah Tuhan bisa menjadi manusia
dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Beberapa argumen yang dikemukakan
adalah. Pertama, argumen tentang kesatuan esensi: Jika Tuhan memiliki esensi
yang tidak berubah dan tidak dapat dipisahkan, maka bagaimana Tuhan bisa
menjadi manusia yang memiliki esensi yang berbeda?
Kedua, argumen tentang keterbatasan. Jika Tuhan adalah
tidak terbatas dan transenden, maka bagaimana Tuhan bisa menjadi manusia yang
terbatas dan memiliki keterbatasan? Ketiga, argumen tentang perubahan. Jika
Tuhan adalah tidak berubah dan tidak dapat dipisahkan, maka bagaimana Tuhan
bisa menjadi manusia yang dapat berubah dan memiliki perubahan?
Dalam perspektif logis, pertanyaan tentang apakah
Tuhan bisa menjadi manusia dapat didekati dengan menggunakan prinsip-prinsip
logika. Pertama, argumen tentang kontradiksi: Jika Tuhan adalah tidak terbatas
dan transenden, maka menjadi manusia yang terbatas dan memiliki keterbatasan
akan merupakan kontradiksi. Kedua, argumen tentang identitas: Jika Tuhan adalah
tidak berubah dan tidak dapat dipisahkan, maka menjadi manusia yang dapat
berubah dan memiliki perubahan akan merupakan perubahan identitas.
Dalam kesimpulan, pertanyaan tentang apakah Tuhan bisa
menjadi manusia adalah pertanyaan yang kompleks dan telah menjadi perdebatan
teologis dan filsafat selama berabad-abad. Tidak ada jawaban yang pasti dan
tunggal, dan pertanyaan ini akan terus menjadi topik perdebatan dan refleksi. Begitupun
sebaliknya, tidak mungkin manusia bisa berubah menjadi tuhan.
Dalam perspektif Al Qur’an, nabi Muhammad adalah Nabi
terakhir yang harus diikuti oleh seluruh umat manusia di dunia ini. Islam yang
dibawa oleh Rasulullah adalah agama yang telah disempurnakan, sehingga
semestinya semua manusia di dunia saat ini menjadi seorang muslim, jika ingin bahagia
di dunia dan Selamat di akhirat. Bahkan nama Muhammad telah tertulis dalam
kitab Taurat dan Injil.
Allah berfirman : (Yaitu) orang-orang yang
mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam
Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang
ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah
orang-orang yang beruntung (QS Al A’raf : 157)
Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya
aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan
langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya,
Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya
(kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS Al
A’raf : 156)
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS Al A’raf : 179)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 05 Ramadhan
1446 H – 05 Maret 2025 M : 10.41 WIB)