PENGESAHAN RUU TNI : SIAPA UNTUNG, SIAPA BUNTUNG ?



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Tok tok tok, akhirnya RUU TNI disahkankan menjadi undang-undang pada Kamis, 20 Agustus 2025. Reuters melaporkan revisi ini dikritik oleh kelompok-kelompok masyarakat sipil, karena akan berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Sebab jika hal ini terjadi, maka rakyat juga yang harus menanggung akibatnya. Jadi, adanya pengesahan RUU TNI ini, apa untungnya buat rakyat.

 

Ada pasal kontroversial UU TNI yang menjadi sotoran par aktivis penolak. Pertama, Pasal 7, Tambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang. Pada Pasal 7 RUU TNI, tercantum dua tugas baru TNI dalam operasi militer selain perang dari yang sebelumnya 14 kini menjadi 16. Adapun dua tambahan tugas TNI dalam operasi militer selain perang, yakni membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber, dan membantu dalam melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri.

 

Kedua, pasal 7 (4) tentang pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10.

 

Ketiga, pasal 47, Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi TNI. Dalam pasal 47, ada penambahan empat posisi jabatan publik yang bisa diisi TNI aktif. Dari yang sebelumnya 10 kini menjadi 14 jabatan publik yang bisa diisi TNI aktif. Penambahan empat kementerian/lembaga yang bisa diduduki TNI itu di antaranya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Badan Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)

 

Sekali lagi, apakah ada untungnya buat rakyat pengesahan RUU TNI ini, mayoritas kelompok masyarakat menyatakan justru akan membahayakan rakyat. Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah mengkritik peningkatan keterlibatan militer karena mereka khawatir hal ini dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran HAM, dan kekebalan hukum atas konsekuensi dari tindakan mereka.

 

Beberapa media asing juga memberikan pendapatnya, terkait pengeshan RUU TNI ini. Pertama, Al Jazeera, Qatar. Menurut Al Jazeera, ratifikasi undang-undang kontroversial ini memungkinkan anggota militer untuk memegang lebih banyak peran dalam pemerintahan, meskipun ada kritik bahwa undang-undang tersebut dapat memperluas peran angkatan bersenjata dalam urusan sipil.

"Presiden Prabowo tampaknya berniat untuk mengembalikan peran militer Indonesia dalam urusan sipil, yang telah lama ditandai dengan pelanggaran yang meluas dan impunitas," ujar Andreas Harsono, peneliti senior Indonesia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan yang dikutip Al Jazeera.

 

Kedua, The Guardian, Inggris. The Guardian mengutip Kennedy Muslim, seorang analis politik dari lembaga jajak pendapat Indikator, mengatakan: "Kita telah melihat militerisasi yang merayap ini selama beberapa waktu, itulah mengapa masyarakat sipil benar untuk khawatir dengan tren ini. Tapi saya pikir kekhawatiran bahwa ini akan kembali ke Orde Baru cukup berlebihan saat ini."

 

Beberapa organisasi mahasiswa mengatakan bahwa mereka berencana untuk melakukan protes di luar gedung DPR di Jakarta pada hari Kamis, dan salah satu kelompok mahasiswa menggambarkan undang-undang tersebut sebagai "pembunuhan demokrasi".

 

Ketiga, Deutsche Welle, Jerman. Deutsche Welle dari Jerman juga turut mengangkat pengesahan UU TNI yang dikritik akan memperluas peran angkatan bersenjata dalam kehidupan sipil. DW menyoroti kekhawatiran organisasi-organisasi masyarakat sipil bahwa peningkatan keterlibatan militer dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia, dan kurangnya akuntabilitas.

 

Keempat, ABC, Australia. ABC mempertanyakan apakah militer sudah kembali? Media Australia ini mengutip pernyataan kelompok hak asasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH). "Revisi ini merupakan kejahatan legislatif yang mengancam rakyat Indonesia dan masa depan demokrasi," kata Arif Maulana, wakil ketua lembaga tersebut, seperti dikutip ABC.

 

Kelima, Channel News Asia. Media Singapura dalam laporannya menyoroti potensi meningkatnya keterlibatan militer dapat menyebabkan penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hak asasi manusia dan impunitas hukum. Meskipun pemerintah mengatakan bahwa dalam RUU tersebut mengharuskan para anggota TNI untuk mengundurkan diri dari militer sebelum mengambil jabatan sipil, hal ini tetap menimbulkan kekhawatiran bahwa petugas dapat diizinkan untuk bergabung dengan bisnis milik negara tetapi aspek hukum itu tidak direvisi. 

 

Keenam, Associated Press. Associated Press atau AP, asal New York membandingkan RUU TNI ini dengan era saat Soeharto masih berkuasa. Pada masa Orde Baru kursi di legislatif disediakan untuk militer, dan perwira menduduki ribuan peran sipil dari kepala distrik hingga menteri Kabinet. 

 

Selain itu, AP juga mengutip ucapan Direktur kelompok hak asasi Indonesia Imparsial,  Al Araf bahwa undang-undang baru itu tidak konsisten dengan semangat reformasi yang mengikuti akhir lebih dari tiga dekade pemerintahan oleh Soeharto pada tahun 1998 dan mengembalikan militer ke barak.  Araf mengatakan pula bahwa langkah pengesahan ini memiliki potensi untuk memulihkan sistem otoriter. 

 

Dari dinamika yang terjadi diatas, maka pengesahan RUU TNI bisa dikatakan merugikan masyarakat, meski tidak selalu seperti itu. Namun setidaknya, berdasar analisa dan opini yang menolak, pengesahan RUU Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpotensi menimbulkan beberapa kerugian atau dampak negatif bagi rakyat Indonesia, terutama terkait dengan keseimbangan antara kewenangan militer dan kehidupan sipil.

 

Salah satu potensi kerugian dari pengesahan RUU ini adalah meningkatnya dominasi militer dalam kehidupan sipil, yang dapat mengurangi ruang kebebasan berpendapat dan partisipasi politik masyarakat. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, TNI bisa terlibat terlalu banyak dalam urusan politik atau sosial yang seharusnya menjadi ranah sipil. Ini berpotensi mengarah pada militerisasi kehidupan politik dan sosial, yang bisa mengancam demokrasi.

 

Penguatan kewenangan TNI dalam berbagai bidang, termasuk dalam penanggulangan ancaman domestik atau terorisme, bisa menyebabkan potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tindakan militer yang tidak terkontrol, seperti penggunaan kekuatan yang berlebihan atau pengabaian hak sipil, dapat merugikan rakyat, terutama dalam hal kebebasan individu dan keadilan.

 

Salah satu dampak negatif yang mungkin terjadi adalah tergencetnya kewenangan lembaga sipil, seperti polisi atau lembaga pemerintah lainnya, yang seharusnya berperan dalam penegakan hukum dan ketertiban masyarakat. Keterlibatan TNI dalam fungsi sipil bisa mengurangi efektivitas dan peran lembaga-lembaga ini, yang berpotensi menyebabkan overlap kewenangan dan tumpang tindih tugas antar lembaga.

 

Pengesahan RUU TNI yang mendukung penguatan anggaran dan kapasitas militer dapat menyebabkan pengalihan sumber daya negara dari sektor sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur, ke sektor pertahanan. Hal ini bisa memperburuk ketimpangan sosial dan memengaruhi kualitas hidup rakyat, terutama di daerah yang memerlukan perhatian khusus dalam sektor pendidikan atau kesehatan.

 

Jika tidak ada pembatasan yang jelas, ada kemungkinan militer bisa menyalahgunakan kewenangannya untuk melibatkan diri dalam urusan politik atau keamanan domestik yang tidak sesuai dengan tugas utama mereka. Tindakan ini bisa mengarah pada penindasan terhadap kelompok-kelompok yang berbeda pendapat atau oposisi politik, yang berpotensi menciptakan ketegangan sosial.

 

Penguatan TNI bisa memicu ketegangan antara masyarakat sipil dan militer, terutama jika masyarakat merasa bahwa TNI terlalu berkuasa atau terlalu banyak campur tangan dalam urusan sipil. Ini dapat menciptakan perasaan ketidakadilan atau ketidaknyamanan, terutama di daerah yang merasa berada di bawah pengawasan atau kontrol yang terlalu ketat dari pihak militer.

 

Jika pengesahan RUU TNI mengarah pada lebih banyak intervensi militer dalam politik atau kebijakan dalam negeri, ini bisa mengurangi ruang bagi proses demokratis yang sehat. TNI yang lebih kuat bisa berisiko mengambil alih peran politik yang seharusnya dijalankan oleh pemerintahan sipil yang dipilih rakyat. Hal ini bisa mengurangi transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan, yang pada akhirnya merugikan rakyat.

 

Salah satu dampak negatif dari penguatan militer adalah terhadap kesetaraan sosial. TNI yang lebih kuat mungkin lebih fokus pada masalah pertahanan negara, sementara isu-isu penting seperti pengentasan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan pembangunan ekonomi bisa terlupakan atau kurang mendapat perhatian. Ini bisa memperburuk ketimpangan sosial di dalam masyarakat.

 

Di daerah-daerah tertentu, terutama yang rawan konflik atau berada di perbatasan, ada kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat militer setempat. TNI yang memiliki kewenangan lebih besar dalam menjaga keamanan bisa mengarah pada tindakan yang tidak adil atau melibatkan diri dalam urusan yang seharusnya menjadi tanggung jawab aparat sipil.

 

Jika rakyat merasa bahwa militer memiliki kekuasaan yang terlalu besar dan mengurangi peran sipil dalam sistem pemerintahan, ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Ketidakpercayaan ini bisa mengganggu kestabilan politik, sosial, dan ekonomi, karena rakyat merasa lebih sulit untuk mengakses keadilan dan kebebasan yang mereka butuhkan.

 

Secara keseluruhan, meskipun pengesahan RUU TNI bertujuan untuk memperkuat kemampuan pertahanan negara, ada potensi kerugian bagi rakyat, terutama terkait dengan hak-hak sipil, keseimbangan kekuasaan antara militer dan sipil, serta potensi penyalahgunaan kekuasaan yang bisa merugikan masyarakat. Jadi dengan adanya pengesahahan RUU TNI ini, siapa untung dan siapa buntung ?.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 22 Ramadhan 1446 H – 22 Maret 2025 M : 09.06 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.