KORUPTOR BAJINGAN, LAYAK DIHUKUM MATI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Kasus dugaan korupsi pada tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, yang diketahui publik sebagai korupsi oplosan bahan bakar minyak, menambah daftar panjang kasus rasuah dengan kerugian negara yang fantastis. Selain kasus tata kelola bisnis minyak di perusahaan pelat merah itu, di Indonesia juga tercatat berbagai kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

 

Berikut adalah daftar kasus mega korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah dari yang terbesar yang dirangkum oleh Kompas. Pertama, Korupsi Tata Niaga Timah Rp 300 Triliun Kasus korupsi pada tata niaga komoditas timah di PT Timah Tbk sejauh ini tercatat masih menjadi kasus rasuah dengan kerugian negara paling banyak, yakni Rp 300 triliun. Kasus korupsi itu terjadi dalam tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) pada 2015 hingga 2022 di wilayah Bangka Belitung.

 

Harvey Moeis dkk Setelah Divonis 20 Tahun Penjara Perkara ini menyeret lebih dari 20 orang tersangka, termasuk suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, dan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani. Kerugian Rp 300 triliun itu meliputi kerugian lingkungan akibat kegiatan penambangan timah ilegal di Bangka Belitung sebesar Rp 271 triliun. Kemudian, kerugian akibat kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal Rp 2,85 triliun dan kerugian akibat PT Timah membeli bijih timah dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) mereka sendiri sebesar Rp 26,649 triliun.

 

Kedua, Korupsi Tata Kelola Minyak di Pertamina Rp 193,7 Triliun Baru dirilis oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), kasus korupsi di perusahaan minyak dan gas negara ini langsung menempati urutan kedua dengan kerugian negara terbanyak, yakni Rp 193,7 triliun. Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk di antaranya eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan broker MKAR selaku pemilik manfaat PT Navigator Khatulistiwa.

 

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyebut kerugian negara ini bersifat sementara dan baru berdasarkan pada lima komponen yang terjadi pada 2023. “Jadi kalau apa yang kita hitung dan kita sampaikan kemarin (Senin) itu sebesar Rp 193,7 triliun, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Terhadap lima komponen itu baru di tahun 2023,” katanya dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).

 

Ketiga, Kasus BLBI Rp 138 Triliun Sebelum kasus tata kelola minyak di Pertamina dirilis, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menempati kasus korupsi kedua dengan kerugian negara terbanyak dengan angka Rp 138 triliun. Perkara ini dimulai dari krisis moneter 1997 yang mengakibatkan puluhan bank di Indonesia ambruk. Bank Indonesia (BI) kemudian mengucurkan bantuan dana Rp 137,7 triliun untuk menyelamatkan 48 bank, tetapi dana itu tidak dikembalikan.

 

Di Era Prabowo Bakal Ada Komite Khusus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menerbitkan hasil audit yang menyatakan negara rugi Rp 138,44 triliun. Pada 2007, Kejagung membentuk tim yang mengusut korupsi BLBI, namun penyidikan dihentikan pada 2008. Meski mengakui ada kerugian negara, Korps Adhyaksa menyebut tidak ada tindakan melawan hukum.

 

Keempat, Kasus Duta Palma Rp 78 Triliun Kasus berikutnya adalah korupsi penyerobotan lahan kawasan hutan seluas 37 hektar di Riau yang menjerat taipan sekaligus pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi. Perkara rasuah ini turut melibatkan eks Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, R Thamsir Rachman. Adapun kerugian Rp 78 triliun itu terdiri dari kerugian negara Rp 4,7 triliun; Rp 1,27 triliun; dan kerugian perekonomian negara Rp 73,9 triliun.

 

Kelima, , Kasus PT TPPI Rp 37,8 Triliun Kasus rasuah pengolahan kondensat ilegal di kilang minyak Tuban, Jawa Timur, menempati urutan kelima dengan kerugian negara terbanyak, yakni Rp 37,8 triliun. Perkara ini menyeret PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) dengan tempus delicti 2009-2011. Dalam kasus ini, eks Kepala BP Migas, Raden Priyono, dan eks Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono, dihukum 12 tahun penjara.

 

Keenam, PT Asabri Rp 22,7 Triliun Tidak hanya di perusahaan pertambangan, korupsi dengan angka fantastis juga terjadi di perusahaan asuransi milik negara, PT Asuransi Angkatan Bersenjata Indonesia (Asabri). Kasus ini merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun. Korupsi dilakukan dengan menginvestasikan dana milik nasabah secara melawan hukum hingga akhirnya merugikan negara.

 

Perkara ini turut menyeret Direktur Utama PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro (Benny Tjokro), ke dalam bui dan dituntut hukuman mati. Namun, ia divonis nihil karena sudah mendapatkan hukuman maksimal pada kasus asuransi Jiwasraya.

 

Ketujuh, PT Jiwasraya Rp 16,8 Triliun Selain Asabri, kasus korupsi juga terjadi di PT Asuransi Jiwasraya. Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu gagal membayar polis nasabah sebesar Rp 12,4 triliun. Berdasarkan hasil perhitungan auditor, negara rugi Rp 16,8 triliun akibat korupsi ini. Dalam perkara ini, Benny Tjokro dihukum 20 tahun penjara.

 

Kedelapan, Kasus Ekspor Minyak Sawit Mentah Rp 12 Triliun Kasus mega korupsi lainnya adalah pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya pada kurun 2021-2022. Korupsi ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri. Hasil audit BPK pada 2022 menyatakan negara mengalami kerugian keuangan Rp 2 triliun dan kerugian perekonomian Rp 10 triliun.

 

Kesembilan, Kasus Pengadaan Pesawat di Garuda Indonesia Kasus pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600 pada 2011 masuk dalam daftar korupsi dengan kerugian negara terbesar di Indonesia. Perkara ini menjerat eks Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar. Negara disebut rugi 609 juta dollar AS atau Rp 9,37 triliun pada kurs saat itu.

 

Kesepuluh, Korupsi Proyek BTS 4G Korupsi proyek pembangunan base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dalam program Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) di Kementerian Komunikasi dan Informatika 2020-2022 menempati urutan ke-10. Perkara yang menjerat eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny Gerard Plate itu merugikan negara lebih dari Rp 8 triliun.

 

Kejahatan korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi yang melibatkan penyimpangan dari prinsip kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas. Korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari suap, pemerasan, penggelapan, hingga manipulasi kebijakan atau anggaran negara. Dampak dari korupsi sangat merugikan, baik bagi negara maupun rakyat.

 

Korupsi menyebabkan penggunaan dana publik yang tidak efektif, misalnya dalam proyek-proyek fiktif atau anggaran yang dialihkan untuk kepentingan pribadi. Ini mengurangi kualitas pelayanan publik dan menghambat pembangunan ekonomi.

 

Negara yang tercemar oleh korupsi seringkali dianggap kurang stabil dan tidak aman bagi investor, yang akhirnya berdampak pada pengurangan investasi asing dan domestik. Korupsi memperburuk ketimpangan sosial, di mana kekayaan terpusat pada segelintir orang, sementara rakyat biasa tidak mendapatkan akses yang layak terhadap sumber daya dan peluang.

 

Korupsi dalam anggaran pendidikan menyebabkan fasilitas pendidikan yang buruk, guru yang tidak berkualitas, dan kurangnya akses pendidikan yang layak bagi anak-anak di daerah terpencil.

 

Anggaran kesehatan yang diselewengkan mengurangi kualitas rumah sakit dan layanan medis, menyebabkan kekurangan obat-obatan dan fasilitas kesehatan yang buruk, serta meningkatnya angka kematian yang sebenarnya dapat dicegah.

 

Korupsi dalam proyek infrastruktur mengakibatkan pemborosan anggaran dan kualitas proyek yang buruk, sehingga infrastruktur tidak mampu bertahan lama dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat.

 

Korupsi merusak integritas pejabat publik, yang lebih fokus pada keuntungan pribadi ketimbang melayani kepentingan rakyat. Ini bisa menyebabkan keputusan yang tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat.

 

Masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi negara yang seharusnya melayani mereka. Ini dapat menyebabkan penurunan partisipasi masyarakat dalam proses politik dan pemilu.

 

Korupsi bisa memicu ketegangan politik, karena banyak pihak yang merasa dirugikan dan berusaha melakukan aksi protes, yang dapat berujung pada konflik sosial atau bahkan kerusuhan.

 

Korupsi sering terjadi dalam pengalokasian bantuan sosial atau program bantuan pemerintah, sehingga bantuan tidak tepat sasaran dan tidak sampai ke orang yang membutuhkan.

 

Korupsi memperburuk ketidakadilan dalam masyarakat, menghalangi orang miskin atau kelompok terpinggirkan untuk mendapatkan akses yang sama terhadap sumber daya dan peluang.

 

Korupsi dapat merusak nilai-nilai moral masyarakat, karena mengajarkan bahwa penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakjujuran dapat memberikan keuntungan. Ini dapat menciptakan siklus korupsi yang berkelanjutan di masa depan.

 

Korupsi mengurangi sumber daya yang seharusnya digunakan untuk proyek pembangunan yang berkelanjutan dan berpihak pada lingkungan, yang sangat dibutuhkan oleh generasi yang akan datang.

 

Korupsi adalah masalah serius yang tidak hanya merugikan individu atau kelompok tertentu, tetapi berdampak besar bagi negara dan masyarakat secara keseluruhan. Kerugian ekonomi, penurunan kualitas pelayanan publik, instabilitas politik, dan menghambat pembangunan sosial adalah beberapa dampak yang paling jelas. Koruptor adalah bajingan yang layak dihukum mati.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 01/03/25 : 13.25 WIB)

 





__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.