Oleh : Ahmad Sastra
Sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS Ash Shams : 9-10)
Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang berkaitan
dengan aspek spiritual, yaitu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui pembersihan jiwa dan pengendalian diri. Tasawuf sering disebut juga
sebagai "sufisme" dalam bahasa Barat. Konsep utamanya adalah untuk
mencapai kedekatan dengan Allah melalui pengendalian hawa nafsu, meningkatkan
kualitas ibadah, dan memahami makna hakiki dari hidup beragama.
Tasawuf mengajarkan pentingnya penyucian jiwa
(tazkiyah) dari segala kotoran batin, seperti iri, dengki, kebencian,
kesombongan, dan cinta dunia yang berlebihan. Tujuan utamanya adalah untuk
mencapai hati yang bersih dan suci, yang akan memungkinkan seseorang untuk
lebih dekat dengan Allah.
Tasawuf juga berfokus pada pengendalian hawa nafsu
(jiwa), yang sering kali menjadi penghalang bagi seseorang untuk mencapai
kehidupan yang lebih baik dan lebih spiritual. Melalui latihan spiritual yang
intens, seperti puasa, dzikir (ingat kepada Allah), dan tafakur (merenung),
seorang praktisi tasawuf berusaha menundukkan nafsunya agar tidak terjerumus ke
dalam godaan duniawi.
Zikir (mengingat Allah) merupakan salah satu praktik
utama dalam tasawuf. Praktisi tasawuf memperbanyak zikir untuk mencapai
kedekatan dengan Allah dan mendapatkan pengetahuan spiritual yang mendalam,
yang disebut ma'rifah—yaitu pengetahuan atau pemahaman yang langsung tentang
Allah. Dalam tasawuf, ini adalah pengalaman batin yang mendalam yang membawa
seseorang pada kesadaran penuh akan kehadiran Tuhan dalam segala aspek
kehidupannya.
Dalam tasawuf, terdapat konsep maqamat (stasiun
spiritual) yang menggambarkan berbagai tingkatan spiritual yang dapat dicapai
seorang sufi. Setiap maqam mewakili tahap dalam perjalanan spiritual menuju
kesempurnaan jiwa dan kedekatan dengan Allah. Sementara itu, ahwal adalah
kondisi atau keadaan batin yang dialami seorang sufi, seperti rasa takut,
rindu, atau cinta kepada Allah.
Tasawuf bertujuan untuk mencapai ihsan, yang berarti
beribadah dengan kesadaran penuh bahwa Allah selalu mengawasi. Dalam hadis
terkenal yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, ihsan dijelaskan sebagai
"beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika tidak mampu,
maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu." Ini menekankan pentingnya kesadaran
spiritual yang tinggi dalam segala aspek kehidupan.
Meskipun tasawuf berfokus pada dimensi spiritual,
ajaran ini tidak menuntut untuk meninggalkan dunia. Justru, para sufi diajarkan
untuk menjalani kehidupan duniawi dengan penuh kesadaran akan Allah. Mereka berusaha
untuk menjadikan segala aktivitas, baik itu bekerja, berkeluarga, atau
bersosialisasi, sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah dan menjalani
kehidupan yang lebih bermakna.
Ramadhan dalam perspektif tasawuf memiliki makna yang
sangat dalam, tidak hanya sebagai bulan untuk menunaikan kewajiban puasa,
tetapi juga sebagai sarana untuk mengendalikan diri dan mendekatkan diri kepada
Allah. Dalam tasawuf, puasa dan amalan lainnya selama Ramadhan dilihat sebagai
proses spiritual yang sangat penting dalam upaya membersihkan hati, memperbaiki
jiwa, dan mencapai kesempurnaan batin.
Dalam tasawuf, pengendalian diri dimulai dengan
pengendalian nafsu (keinginan atau dorongan batin) yang sering kali menjadi
penghalang utama dalam pencapaian kesucian jiwa. Puasa di bulan Ramadhan adalah
cara untuk menahan nafsu makan, minum, dan berhubungan seksual. Namun, tasawuf
mengajarkan bahwa puasa yang sesungguhnya adalah puasa dari segala hal yang
merusak hati dan jiwa, seperti sifat dengki, sombong, dan egoisme.
Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar dalam tasawuf,
menyebutkan bahwa Ramadhan adalah kesempatan untuk membersihkan diri dari
"nafsu ammarah" (nafsu yang cenderung kepada kejahatan) dan
mengarahkannya menuju "nafsu mutmainnah" (jiwa yang tenang dan tunduk
kepada Allah). Dalam hal ini, puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga,
tetapi juga menahan hawa nafsu dari hal-hal yang dapat menjauhkan seseorang
dari Allah.
Tasawuf menekankan pentingnya ketundukan total kepada
Allah. Puasa di bulan Ramadhan merupakan sarana untuk melatih diri dalam hal
ketaatan dan kesabaran. Dalam tasawuf, semakin tinggi derajat kesalehan
seseorang, semakin ia mampu menundukkan dirinya kepada kehendak Allah, tanpa
ada perasaan riya atau kesombongan.
Puasa di bulan Ramadhan menjadi kesempatan untuk
melatih diri agar senantiasa ingat kepada Allah (dhikr) dan menjaga hati dari
segala bentuk godaan duniawi. Ketundukan ini adalah bentuk penyerahan diri yang
tulus kepada Allah, yang akan membawa seseorang lebih dekat kepada-Nya. Di
bulan Ramadhan, dengan mengurangi segala bentuk kesibukan duniawi, seorang sufi
berusaha memfokuskan diri untuk lebih banyak bermuhasabah dan beribadah.
Salah satu tujuan utama dalam tasawuf adalah tazkiyah,
yaitu penyucian jiwa dari segala kotoran spiritual. Ramadhan adalah bulan yang
penuh berkah dan kesempatan besar untuk melakukan tazkiyah, di mana seorang
sufi berusaha mengosongkan hatinya dari segala sifat tercela dan mengisinya
dengan sifat-sifat mulia seperti sabar, syukur, ikhlas, dan tawakal kepada
Allah.
Dengan berpuasa, seseorang dilatih untuk bersabar
dalam menahan diri dari godaan-godaan duniawi, yang pada akhirnya dapat
membersihkan hati dari keinginan-keinginan yang tidak bermanfaat. Puasa di
bulan Ramadhan menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan dengan Allah dan
memperbaharui niat agar segala amal yang dilakukan semata-mata untuk
mendapatkan ridha-Nya.
Dalam tasawuf, ibadah yang dilakukan harus dilandasi
dengan keikhlasan dan ketulusan. Ramadhan menjadi bulan untuk meningkatkan
kualitas ibadah seseorang, baik dalam salat, membaca Al-Qur'an, maupun dzikir.
Seorang sufi berusaha untuk melakukan ibadah dengan penuh perhatian, rasa
khusyu, dan tanpa ada unsur riya (ingin dilihat orang lain).
Meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadhan juga
berarti berusaha untuk mencapai maqam (tingkat) yang lebih tinggi dalam
hubungan dengan Allah. Puasa dan ibadah lainnya dilakukan dengan tujuan untuk
mencapai "ma'rifah" (pengetahuan yang mendalam tentang Allah) dan
"ihsan" (berbuat baik dengan kesadaran penuh akan kehadiran Allah).
Bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat tepat untuk
melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Dalam tasawuf, seseorang diajarkan
untuk selalu merenung tentang segala amal perbuatan dan kesalahan yang telah
dilakukan. Di bulan ini, umat Islam diajak untuk mengoreksi diri, memperbaiki
kekurangan, dan bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Puasa Ramadhan memberikan kesempatan untuk mengosongkan
diri dari segala bentuk kesibukan duniawi dan menggantinya dengan kesibukan
yang lebih mendekatkan diri kepada Allah, seperti berzikir, berdoa, dan
bermeditasi. Melalui muhasabah yang mendalam, seseorang dapat menyadari
kelemahan-kelemahan dirinya dan berusaha memperbaiki diri untuk menjadi lebih
baik di hadapan Allah.
Dalam perspektif tasawuf, Ramadhan bukan sekadar bulan
untuk menahan diri dari makan dan minum, tetapi lebih dari itu sebagai
kesempatan untuk melakukan pengendalian diri yang lebih mendalam dalam aspek
spiritual. Melalui puasa, seseorang dilatih untuk mengendalikan nafsu,
meningkatkan ketaatan kepada Allah, melakukan tazkiyah, dan memperbaiki
kualitas ibadah. Dengan demikian, Ramadhan menjadi sarana penting dalam perjalanan
spiritual seorang Muslim, terutama dalam mencapai kedekatan yang lebih dalam
dengan Allah dan penyucian jiwa.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 03 Ramadhan 1446 H – 03 Maret
2025 M : 11.21 WIB)