Oleh : Ahmad Sastra
Makna "gelap" dapat dijelaskan dengan cara
yang berbeda-beda dalam berbagai perspektif, seperti filsafat, tasawuf, Islam,
dan sains. Setiap bidang ini memberikan pemahaman yang unik tentang apa itu
gelap dan bagaimana konsep tersebut berperan dalam kehidupan manusia.
Dalam filsafat, gelap sering kali dipahami lebih
sebagai simbol atau metafora. Ada banyak pemikiran tentang "gelap"
yang bisa merujuk pada ketidaktahuan, kebingungan, atau ketidakjelasan.
Gelap bisa berarti ketidakpastian dalam pemahaman
realitas. Banyak filsuf yang memandang gelap sebagai sesuatu yang menandakan
keterbatasan pengetahuan manusia. Sebagai contoh, dalam pandangan Platonic,
gelap bisa diartikan sebagai ketersembunyian kebenaran yang hanya bisa
dijangkau melalui proses pencerahan atau pemahaman lebih dalam.
Dalam eksistensialisme, gelap bisa berhubungan dengan
perasaan kesepian atau kekosongan yang dialami oleh individu. Filsuf seperti Sartre
melihat "gelap" sebagai gambaran dari absennya makna atau tujuan
hidup yang dapat memberikan rasa terasing.
Dalam tasawuf (mistisisme Islam), gelap sering
dipahami sebagai simbol dari keterpisahan jiwa dari Tuhan, atau kondisi jiwa
yang belum mencapai pencerahan spiritual. Gelap dalam tasawuf bisa merujuk pada
ketidaktahuan atau kegelapan batin yang menghalangi seorang hamba untuk
merasakan kedekatannya dengan Tuhan. Ini sering dijelaskan dalam proses
pembersihan jiwa, di mana seseorang harus mengatasi "kegelapan" dalam
dirinya untuk mencapai cahaya Ilahi. Misalnya, dalam karya-karya sufi seperti Rumi,
gelap bisa menjadi tahap awal yang harus dilalui dalam perjalanan menuju
penerangan spiritual.
Tasawuf juga mengajarkan bahwa dalam kegelapan
tersebut, seorang murid dapat memperoleh pencerahan dan kedekatan dengan Tuhan.
Seperti kata-kata terkenal dalam tasawuf, “Cahaya Tuhan hanya dapat dilihat
setelah melewati kegelapan.”
Dalam Islam, gelap bisa merujuk pada dua hal: secara
fisik dan metaforis. Gelap bisa diartikan sebagai ketiadaan cahaya, yang
merupakan bagian dari ciptaan Allah yang memberikan keseimbangan dalam alam.
Islam juga mengajarkan bahwa Allah adalah "Nur" (Cahaya) yang
mengatasi segala kegelapan dalam kehidupan manusia.
Gelap sering merujuk pada keadaan kebodohan, dosa,
atau ketidaktahuan akan jalan yang benar. Dalam Al-Qur’an, kegelapan sering
kali digunakan sebagai metafora untuk keadaan spiritual yang buruk, sedangkan
cahaya melambangkan petunjuk Allah.
Salah satu contoh ayatnya adalah: “Allah adalah
Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan
kepada cahaya…” (QS. Al-Baqarah: 257).
Dalam saintifik, gelap adalah kondisi di mana tidak
ada cahaya yang terlihat atau diukur. Fenomena ini terjadi karena gelombang
cahaya tidak ada atau terlalu lemah untuk dilihat oleh mata manusia.
Dalam fisika, gelap bisa dijelaskan sebagai ketiadaan
cahaya yang dapat dipantulkan oleh objek atau ditangkap oleh mata. Ketika
gelombang cahaya tidak mencapai suatu tempat, kita menyebutnya sebagai gelap.
Di alam semesta, gelap bisa merujuk pada ruang angkasa
yang tidak terpapar cahaya, atau lebih dikenal sebagai "kosmos
gelap." Fenomena ini mencakup hal-hal seperti lubang hitam yang menarik
segala bentuk materi dan cahaya, atau materi gelap yang tidak dapat dilihat
secara langsung tetapi diperkirakan ada berdasarkan efek gravitasi yang
ditimbulkannya.
Kesimpulannya, Gelap dalam perspektif filsafat bisa mengacu pada ketidakpastian,
ketidaktahuan, atau keterbatasan dalam memahami realitas. Tasawuf memaknai gelap
pada kondisi jiwa yang terpisah dari Tuhan dan membutuhkan pencerahan
spiritual. Islam mengartikan gelap sebagai simbol kebodohan, dosa, atau keadaan spiritual
yang jauh dari petunjuk Allah. Sementara sains menjelaskan bahwa gelap adalah
keadaan di mana cahaya tidak ada atau sangat minim, yang dapat dijelaskan
secara fisik melalui konsep cahaya dan materi.
Sementara makna cahaya dalam perspektif filsafat,
tasawuf, Islam, dan sains memiliki dimensi yang berbeda, namun semuanya
mengandung simbolisme yang kaya dan mendalam.
Dalam filsafat, cahaya sering kali dianggap sebagai
simbol dari pengetahuan, pencerahan, atau pemahaman yang lebih tinggi. Cahaya
dalam filsafat bisa diartikan sebagai pemahaman atau kesadaran yang
menghilangkan kegelapan kebodohan atau ketidaktahuan. Sebagai contoh, Plato
dalam "The Allegory of the Cave" menggunakan cahaya sebagai simbol
dari pengetahuan sejati. Dalam alegori ini, orang yang terlepas dari gua yang
gelap dan melihat cahaya matahari melambangkan pencapaian pengetahuan yang
sesungguhnya dan pencerahan intelektual.
Dalam metafisika, cahaya juga sering dianggap sebagai
simbol dari kebenaran universal yang ada di balik realitas fisik. Filosof
seperti Immanuel Kant melihat cahaya sebagai representasi dari pengetahuan yang
memampukan manusia untuk memahami dunia fenomenal dan dunia yang lebih dalam
(noumena).
Dalam tasawuf, cahaya memiliki konotasi yang sangat
mendalam dan spiritual, sering kali dikaitkan dengan pengalaman batin dan
kedekatan dengan Tuhan. Cahaya dalam tasawuf sering dianggap sebagai simbol
dari cahaya Tuhan (Nur Allah). Cahaya ini tidak hanya sebagai simbol fisik,
tetapi juga sebagai representasi dari hikmah, pencerahan spiritual, dan
petunjuk ilahi yang menuntun seorang sufi menuju Tuhan. Misalnya, Rumi dalam
karya-karyanya menyebutkan bahwa "cahaya Tuhan" adalah yang
menghilangkan kegelapan batin dan memberikan pencerahan spiritual.
Dalam pandangan tasawuf, cahaya Ilahi adalah yang
menerangi hati seorang murid, mengubahnya dari gelapnya kebodohan dan nafsu
menuju pencerahan yang lebih tinggi. Ini adalah perjalanan menuju kesatuan
dengan Tuhan dan pencapaian ma'rifah (pengetahuan batin) yang sejati.
Dalam Islam, cahaya memiliki makna yang sangat
penting, baik secara metaforis maupun dalam konteks literal. Dalam Al-Qur’an,
Allah sering kali disebut sebagai "Nur" (Cahaya), yang berarti bahwa
Allah adalah sumber segala cahaya dalam kehidupan spiritual dan duniawi.
Salah satu ayat yang terkenal adalah: “Allah adalah
cahaya langit dan bumi…” (QS. An-Nur: 35).
Ayat ini menggambarkan bahwa Allah adalah sumber utama
dari segala kebaikan, petunjuk, dan kebenaran. Cahaya-Nya menerangi jiwa
manusia dan memberikan petunjuk pada kehidupan.
Cahaya juga melambangkan petunjuk ilahi dalam bentuk
wahyu, Al-Qur’an, dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak ayat, cahaya dihubungkan
dengan pembimbingan Tuhan yang mengeluarkan umat manusia dari kegelapan menuju
jalan yang terang, seperti dalam ayat berikut: “Dan orang-orang yang
beriman, baik laki-laki maupun perempuan, adalah teman-teman sebagian yang
lain; mereka menyuruh untuk berbuat kebaikan dan melarang dari perbuatan yang
mungkar; mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tawbah: 71)
Dalam konteks ini, cahaya juga menunjukkan kebenaran
dan pencerahan spiritual yang datang melalui agama Islam. Cahaya ini melawan
kegelapan yang dihasilkan oleh kebodohan, kekufuran, dan kemaksiatan.
Dalam sains, cahaya adalah fenomena fisik yang sangat
penting dan dapat dipahami melalui konsep fisika. Cahaya adalah bentuk radiasi
elektromagnetik yang dapat dilihat oleh mata manusia. Cahaya memiliki panjang
gelombang yang bervariasi, yang membentuk spektrum warna yang terlihat (seperti
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu). Cahaya ini diproduksi oleh
berbagai sumber seperti matahari, lampu, dan benda-benda yang memancarkan
energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik.
Dalam astrofisika, cahaya digunakan untuk mempelajari
benda-benda jauh di alam semesta. Cahaya yang datang dari bintang dan galaksi
memberi kita informasi tentang struktur dan evolusi alam semesta. Ilmu
pengetahuan memanfaatkan cahaya untuk mengeksplorasi ruang, termasuk melalui
alat seperti teleskop.
Dalam ilmu optika, cahaya dipelajari dalam hal
refleksi, pembiasan, difraksi, dan interferensi. Cahaya memiliki sifat partikel
dan gelombang, dan ini penting untuk banyak teknologi, termasuk kamera,
mikroskop, dan sistem komunikasi.
Dapat disimpulkan bahwa cahaya dalam perspektif filsafat adalah simbol
pencerahan intelektual, pengetahuan, dan kebenaran yang mengatasi kebodohan dan
ketidaktahuan. Sementara tasawuf mengartikan cahaya sebagai simbol dari pencerahan spiritual dan petunjuk
Ilahi yang menghilangkan kegelapan batin.
Islam menjelaskan bahwa cahaya adalah petunjuk Ilahi
yang membawa umat manusia keluar dari kegelapan menuju jalan yang benar, serta
menggambarkan sifat Allah sebagai sumber dari segala cahaya. Sementara sains
menjelaskan bahwa cahaya adalah fenomena fisik yang merupakan gelombang
elektromagnetik yang dapat dilihat oleh mata manusia, serta memiliki banyak aplikasi
dalam teknologi dan penelitian ilmiah.
Masing-masing perspektif ini memberikan pemahaman yang
lebih dalam dan berbeda mengenai konsep cahaya, baik sebagai simbol spiritual
maupun sebagai fenomena fisik yang penting dalam kehidupan manusia.
Diantara kegelapan dan cahaya, kita sedang berada di mana ?
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 20 Ramadhan 1446 H – 20 Maret
2025 M : 11.40 WIB)