[7] Tadarus Pemikiran PAHAM HUMANISME MEMBUNUH SPIRITUALITAS



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Secara sederhana, humanisme adalah pemikiran filsafat yang sangat menghargai kapasitas manusia dalam mengukur dan menentukan konsep kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidup ini. Jika ditarik jauh ke belakang, benih pemikiran ini sudah dirintis sejak Socrates (399 SM).

 

Paham humanisme adalah suatu pandangan atau filosofi yang menekankan pentingnya martabat dan kebebasan individu, serta nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Humanisme sering dianggap sebagai aliran pemikiran yang berfokus pada pengembangan potensi manusia, baik secara intelektual, moral, maupun sosial, dengan mengutamakan rasio, kebebasan, dan kebaikan bersama.

 

Pada dasarnya, humanisme menempatkan manusia sebagai pusat atau titik tolak dari segala hal, mengutamakan kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai tujuan utama. Paham ini sering dikaitkan dengan penerapan rasionalitas dan ilmu pengetahuan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia, serta menentang dogma-dogma yang membatasi kebebasan berpikir dan bertindak.

 

Humanisme berkembang pesat pada zaman Renaisans, di mana para pemikir mulai menolak pandangan yang terlalu menekankan otoritas agama dan lebih mengedepankan pemikiran kritis dan independen. Dalam konteks modern, humanisme sering dikaitkan dengan nilai-nilai sekuler dan pengakuan terhadap hak asasi manusia.

 

Humanisme dapat ditelusuri kembali ke zaman Klasik, yakni peradaban Yunani dan Romawi kuno. Pada masa ini, terdapat penekanan pada pentingnya rasio, kebebasan berpikir, dan pengembangan potensi manusia. Filosofi Yunani kuno, khususnya dari pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles, menekankan pentingnya pencarian pengetahuan, etika, dan kebijaksanaan manusia. Namun, paham humanisme modern yang kita kenal lebih jelas terbentuk pada masa Renaisans.

 

Humanisme sebagai paham filosofis muncul dengan kuat pada Renaisans, yang menandai kebangkitan minat terhadap budaya klasik dan peningkatan penggunaan rasionalitas dalam pemikiran. Selama periode ini, terjadi peralihan besar dari abad-abad pertengahan yang didominasi oleh dogma agama dan otoritas Gereja, menuju pemikiran yang lebih bebas dan terbuka terhadap pengetahuan yang bersifat sekuler.

 

Humanis Renaisans tertarik pada literatur, seni, dan filsafat Yunani dan Romawi kuno. Mereka menganggap bahwa budaya kuno memiliki nilai-nilai luhur yang bisa diadopsi dan diterapkan dalam kehidupan modern.

 

Humanisme menempatkan manusia sebagai pusat dari segala pemikiran, dan menekankan pentingnya pengembangan diri dan pencarian kebahagiaan melalui pendidikan dan kebudayaan. Ini berbeda dengan pandangan abad pertengahan yang lebih fokus pada kehidupan setelah mati dan ketaatan kepada agama.

 

Beberapa tokoh utama yang berperan dalam pengembangan paham humanisme antara lain : Pertama, Petrarch (1304–1374). Sering dianggap sebagai "Bapak Humanisme". Ia mempopulerkan minat terhadap literatur klasik, khususnya karya-karya dari zaman Romawi kuno, dan menekankan pentingnya studi terhadap bahasa Latin dan karya-karya sastra klasik.

 

Kedua, Giovanni Boccaccio (1313–1375). Seorang penulis dan humanis yang menulis karya terkenal Decameron, yang menunjukkan fokus pada pengalaman manusia dan kebebasan individu.

 

Ketiga, Desiderius Erasmus (1466–1536). Seorang humanis Renaisans yang menulis banyak karya mengenai pendidikan, moralitas, dan kritik terhadap gereja. Karya-karyanya, seperti In Praise of Folly, menyoroti pentingnya rasionalitas dan pengembangan diri manusia.

 

Keempat, Niccolò Machiavelli (1469–1527). Salah satu tokoh humanisme yang terkenal, terutama karena karya-karyanya seperti The Prince, yang membahas politik dan kekuasaan dengan cara yang pragmatis dan realistis, berbeda dengan pandangan idealistik zaman sebelumnya.

 

Humanisme Renaisans juga membawa pergeseran pemikiran dari dominasi gereja dan agama yang ketat pada Abad Pertengahan. Pemikiran manusia lebih diarahkan untuk memahami dunia melalui rasio dan ilmu pengetahuan, ketimbang mengandalkan wahyu atau ajaran agama sebagai satu-satunya kebenaran.

 

Pada abad-abad setelah Renaisans, humanisme berkembang menjadi lebih sekuler, di mana fokusnya lebih pada pencapaian kebahagiaan dan kesejahteraan manusia di dunia ini, daripada persiapan untuk kehidupan setelah mati. Aliran ini berfokus pada hak-hak individu, kebebasan berpendapat, dan kemajuan sosial serta ilmiah.

 

Pada abad ke-18 dan ke-19, paham humanisme semakin berkembang dengan munculnya gerakan Pencerahan (Enlightenment), yang menekankan pentingnya rasionalitas, kebebasan, dan hak asasi manusia. Pemikir-pemikir seperti Voltaire, Jean-Jacques Rousseau, dan Immanuel Kant berperan penting dalam menyebarkan ide-ide humanisme modern yang lebih terpisah dari doktrin agama dan lebih mendalam mengenai hak dan kebebasan individu.

 

Apa kritik doktor ahmad sastra terhadap paham humanism, ChatGPT said: Doktor Ahmad Sastra adalah seorang pemikir dan akademisi Indonesia yang sering memberikan kritik terhadap berbagai paham atau ideologi, termasuk paham humanisme. Namun, kritik-kritiknya lebih mengarah pada humanisme sekuler, yang mengutamakan rasionalitas dan kebebasan individu, serta mengurangi peran agama dalam kehidupan manusia.

 

Ahmad Sastra mengkritik paham humanisme yang bersifat sekuler karena lebih menekankan dimensi rasional dan materi daripada aspek spiritual dan agama. Dalam pandangannya, manusia tidak hanya harus dipandang dari sisi rasionalitas dan kebebasan individu, tetapi juga perlu diperhitungkan dimensi rohani yang menjadi bagian penting dari esensi kemanusiaan.

 

Bagi Ahmad Sastra, manusia adalah makhluk yang memiliki hubungan dengan Tuhan dan alam semesta, dan bahwa manusia seharusnya tidak hanya berfokus pada pencapaian kebahagiaan duniawi, tetapi juga pada kesejahteraan spiritual yang lebih mendalam. Humanisme yang menolak dimensi agama dan kepercayaan spiritual dianggap kurang memadai dalam mengakomodasi keseluruhan potensi dan tujuan manusia.

 

Humanisme sekuler, menurut Ahmad Sastra, bisa memunculkan relativisme moral, di mana kebenaran dan nilai-nilai moral hanya bersifat subjektif dan tergantung pada pandangan individu. Dalam pandangan ini, tidak ada standar moral yang tetap atau absolut, yang bisa berisiko menyebabkan kebingungan moral dan bahkan kehancuran dalam tatanan sosial.

 

Ahmad Sastra sering menunjukkan bahwa tanpa adanya prinsip moral yang jelas, yang mungkin didasarkan pada wahyu agama, masyarakat bisa kehilangan arah dalam menentukan kebaikan dan keadilan. Ia percaya bahwa manusia membutuhkan pedoman moral yang lebih dari sekadar rasionalitas dan kesepakatan sosial.

 

Kritik lain yang diajukan oleh Ahmad Sastra adalah bahwa humanisme seringkali memupuk individualisme berlebihan, yang dapat mengarah pada egosentrisme atau pengabaian terhadap kepentingan kolektif. Dengan menempatkan kebebasan individu sebagai nilai utama, manusia mungkin lebih cenderung mengejar kepentingan pribadi tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya

 

Ahmad Sastra melihat paham humanisme cenderung menempatkan manusia sebagai pusat dari segala hal, mengutamakan rasio dan kebebasan individual tanpa mempertimbangkan dimensi spiritual dan moral. Dalam pandangannya, hal ini dapat menciptakan budaya yang materialistik dan mengabaikan aspek religius atau spiritual yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini bisa berpotensi menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan, karena manusia hanya akan dipahami dari sudut pandang rasional dan fisik saja.

 

Kritik lainnya adalah bahwa humanisme sering kali bertentangan dengan nilai-nilai tradisional dan religius yang mengajarkan pentingnya harmoni antara manusia dengan Tuhan, alam, dan sesama. Bagi Ahmad Sastra, pandangan humanistik yang terlalu menekankan pada kemandirian manusia bisa mengarah pada pandangan yang egoistik, dimana manusia merasa tidak perlu bergantung pada nilai-nilai yang lebih tinggi selain dirinya sendiri.

 

Dalam pemikiran Ahmad Sastra, humanisme yang berfokus pada individu dan kebebasan pribadi, cenderung mengabaikan nilai-nilai kolektif dan pentingnya kerja sama dalam masyarakat. Pandangan ini bisa memunculkan sikap individualistik yang merusak jalinan sosial dan solidaritas yang seharusnya ada dalam kehidupan berkomunitas.

 

Kritik lainnya yang sering disampaikan Ahmad Sastra adalah bahwa humanisme cenderung menolak atau mengabaikan keyakinan terhadap kehidupan setelah mati, yang merupakan dimensi penting dalam banyak tradisi agama. Pandangan yang sangat rasional dalam humanisme, menurutnya, bisa membawa manusia ke arah sekularisme, yang mengabaikan dimensi transenden dan mempersempit pandangan manusia terhadap eksistensi yang lebih luas.

 

Secara keseluruhan, Dr. Ahmad Sastra mengkritik humanisme karena ia merasa paham ini seringkali mengarah pada sekularisme dan materialisme yang menyingkirkan dimensi spiritual, moral, dan sosial yang sangat penting dalam membentuk manusia seutuhnya. Humanisme justru akan menjerumuskan kepada kemanusiaan yang tidak manusiawi.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 28 Ramadhan 1446 H – 28 Maret 2025 M : 20.30 WIB)

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.