[6] Tadarus Pemikiran IDEOLOGI DEMOKRASI MENYALAHI ISLAM



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya (QS Ali Imran : 19)

 

Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam sistem ini, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin dan membuat keputusan politik, baik secara langsung melalui pemungutan suara (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan yang mereka pilih (demokrasi perwakilan).

 

Prinsip dasar dari demokrasi mencakup kebebasan berbicara, hak asasi manusia, kesetaraan di depan hukum, dan partisipasi aktif warga negara dalam proses pengambilan keputusan. Secara umum, demokrasi bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintah bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan sebaliknya, dan bahwa setiap individu memiliki suara dalam menentukan arah kebijakan negara.

 

Demokrasi pertama kali berkembang di kota Athena, Yunani, sekitar abad ke-5 SM. Di bawah kepemimpinan Pericles, Athena menerapkan sistem demokrasi langsung di mana warga negara (pria bebas yang telah dewasa) bisa langsung ikut serta dalam pengambilan keputusan di eklesia (majelis rakyat).

 

Meskipun ini masih terbatas pada kelompok tertentu, seperti tidak termasuk perempuan, budak, dan orang asing, ini merupakan langkah awal bagi sistem pemerintahan yang lebih inklusif di kemudian hari.

 

Di Romawi, sistem pemerintahan yang lebih berbasis pada perwakilan mulai muncul. Meskipun republik Romawi juga melibatkan elemen-elemen demokrasi (seperti pemilihan magistrat dan konsul), hak politik lebih terbatas dan hanya diberikan kepada warga negara Romawi yang memiliki status tertentu.

 

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi, sistem monarki mutlak lebih dominan di Eropa, di mana raja-raja memegang kekuasaan absolut. Namun, selama Abad Pertengahan dan Renaisans, muncul gagasan-gagasan baru mengenai hak individu dan pemerintahan yang lebih adil. Tokoh-tokoh seperti John Locke dan Montesquieu mengembangkan ide-ide mengenai kebebasan individu dan pembagian kekuasaan.

 

Revolusi Prancis (1789) dan Revolusi Amerika (1776) menandai titik balik dalam sejarah demokrasi modern. Penciptaan Konstitusi Amerika Serikat pada 1787 dan Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara di Prancis (1789) memberikan dasar hukum untuk pemerintahan yang berbasis pada prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan pemerintahan yang dipilih oleh rakyat.

 

Seiring berjalannya waktu, demokrasi berkembang di banyak negara di seluruh dunia, meskipun ada tantangan seperti kolonialisme dan kediktatoran yang mempengaruhi perkembangan demokrasi. Dalam abad ke-20, setelah Perang Dunia II, banyak negara merdeka yang mengadopsi sistem demokrasi sebagai bagian dari proses pembangunan negara yang lebih adil dan setara.

 

Demokrasi memiliki beberapa prinsip dasar yang menjadikannya sistem pemerintahan yang adil dan berkeadilan. Pertama, Kedaulatan Rakyat. Prinsip ini mengandung makna bahwa kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka dan menentukan arah kebijakan negara melalui pemilihan umum yang bebas dan adil.

 

Kedua, Kesetaraan. Setiap warga negara, tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, atau status sosial, memiliki hak yang sama di hadapan hukum dan dalam proses pengambilan keputusan politik. ketiga, Hak Asasi Manusia. Demokrasi menjunjung tinggi hak asasi manusia, seperti kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, kebebasan beragama, dan hak untuk mendapatkan keadilan.

 

Keempat, Pemilu yang Bebas dan Adil. Pemilihan umum adalah sarana utama bagi rakyat untuk memilih pemimpin mereka. Pemilu harus dilaksanakan secara bebas, adil, dan transparan tanpa ada tekanan atau kecurangan. Kelima, Pemisahan Kekuasaan.  Untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan, demokrasi menekankan pemisahan kekuasaan antara eksekutif (pemerintah), legislatif (parlemen), dan yudikatif (pengadilan). Hal ini untuk memastikan agar tidak ada lembaga yang memiliki kekuasaan yang terlalu besar.

 

Keenam, Kebebasan Berpendapat dan Media. Dalam demokrasi, kebebasan untuk menyampaikan pendapat tanpa rasa takut akan pembalasan adalah hak fundamental. Media juga berperan penting dalam menjaga transparansi pemerintah dan memberikan informasi yang akurat kepada rakyat.

 

Ketujuh, Perlindungan Terhadap Minoritas. Demokrasi tidak hanya memperhatikan suara mayoritas, tetapi juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak kelompok minoritas agar mereka tidak ditindas oleh mayoritas.

 

Kedelapan, Akuntabilitas dan Transparansi. Pemerintah harus bertanggung jawab kepada rakyat atas keputusan dan kebijakan yang diambil. Transparansi dalam pengambilan keputusan publik dan penggunaan sumber daya negara sangat penting dalam demokrasi.

Dengan prinsip-prinsip ini, demokrasi bertujuan menciptakan pemerintahan yang adil dan melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam kehidupan politik.

 

Apa kritik doktor ahmad sastra terhadap demokrasi, ChatGPT said: Dr. Ahmad Sastra, seorang tokoh intelektual dan ahli filsafat politik Indonesia, memberikan kritik terhadap konsep demokrasi, khususnya dalam konteks penerapannya di negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.

 

Ahmad Sastra mengkritik bahwa demokrasi, khususnya dalam bentuk liberal yang sering diterapkan di negara-negara berkembang, tidak selalu sesuai dengan kondisi sosial, budaya, dan sejarah suatu bangsa. Di Indonesia, misalnya, demokrasi sering kali dipaksakan tanpa mempertimbangkan budaya kolektivisme dan nilai-nilai gotong royong yang lebih dominan dalam masyarakat.

 

Demokrasi yang mengutamakan individualisme, seperti yang sering ditemukan dalam sistem liberal, bisa bertentangan dengan nilai-nilai lokal yang lebih menekankan pada keharmonisan dan kebersamaan.

 

Kritik lainnya adalah bahwa demokrasi seringkali hanya dipahami sebagai prosedur pemilihan umum dan pengakuan hak-hak politik formal, tanpa memperhatikan substansi pemerintahan yang adil dan kesejahteraan rakyat. Menurut Ahmad Sastra, jika demokrasi hanya dilihat sebagai mekanisme pemilu yang berlangsung setiap lima tahun, tanpa adanya perbaikan dalam kualitas kehidupan politik, ekonomi, dan sosial masyarakat.

 

Dengan demikian, demokrasi akan kehilangan esensinya. Demokrasi yang hanya mengandalkan prosedur pemilu bisa membuat negara terjebak dalam sistem yang tampaknya demokratis tetapi tetap korup dan tidak berpihak pada rakyat.

 

Salah satu kritik utama Ahmad Sastra terhadap demokrasi adalah adanya dominasi elite politik yang cenderung memanfaatkan sistem demokrasi untuk kepentingan mereka sendiri. Dalam konteks ini, meskipun demokrasi memberi kebebasan dan hak kepada rakyat untuk memilih, sering kali hanya kelompok elite yang memiliki pengaruh besar dalam proses politik. Hal ini menyebabkan adanya ketimpangan dalam kekuasaan dan menjauhkan sistem demokrasi dari tujuan aslinya, yaitu pemerintahan yang berpihak pada rakyat.

 

Demokrasi yang diterapkan di negara-negara berkembang juga sering kali tidak mampu mengatasi masalah ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Ahmad Sastra berpendapat bahwa meskipun secara politik negara tersebut "demokratis," sering kali kebijakan ekonomi yang diterapkan tidak menguntungkan bagi mayoritas rakyat. Alih-alih memberikan kesejahteraan, demokrasi justru memperbesar kesenjangan sosial, dengan banyaknya kelompok yang tidak mendapatkan akses terhadap sumber daya ekonomi yang adil.

 

Kritik lainnya yang disampaikan oleh Ahmad Sastra adalah tentang manipulasi opini publik melalui media. Demokrasi yang sehat seharusnya diimbangi dengan media yang bebas dan independen. Namun, dalam banyak kasus, media justru digunakan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mempengaruhi opini publik demi kepentingan politik mereka.

 

Hal ini, menurut Ahmad Sastra, dapat merusak prinsip-prinsip demokrasi karena informasi yang diterima oleh rakyat bisa dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi dan politik, bukan berdasarkan fakta yang objektif. Ahmad Sastra menyuarakan pandangan bahwa demokrasi, meskipun memiliki potensi besar untuk menciptakan pemerintahan yang lebih adil dan inklusif, sering kali gagal dalam pelaksanaannya di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.

 

Ia mengkritik bahwa penerapan demokrasi sering kali lebih bersifat formalitas dan prosedural, tanpa adanya perhatian yang cukup terhadap substansi pemerintahan yang mampu meningkatkan kualitas hidup rakyat dan mengurangi ketimpangan sosial.

 

Kritik Dr. Ahmad Sastra terhadap demokrasi dalam perspektif Islam berkaitan dengan beberapa aspek fundamental, baik dari segi prinsip dasar demokrasi itu sendiri maupun penerapannya dalam konteks negara-negara Muslim, khususnya Indonesia. Dr. Ahmad Sastra, seorang intelektual Muslim dan pemikir politik, menyoroti beberapa kelemahan demokrasi yang menurutnya bertentangan dengan ajaran dan prinsip-prinsip Islam.

 

Salah satu kritik utama Ahmad Sastra terhadap demokrasi adalah konsep kedaulatan rakyat yang menjadi dasar dari sistem demokrasi. Dalam demokrasi, kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat, yang berhak menentukan keputusan politik melalui pemilu. Namun, dalam Islam, menurut Dr. Ahmad Sastra, kedaulatan sejati adalah milik Allah. Semua keputusan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat harus sesuai dengan hukum syariat Islam yang merupakan petunjuk dari Tuhan, bukan semata-mata berdasarkan kehendak manusia.

 

Demokrasi, dengan mengutamakan kehendak rakyat sebagai sumber kekuasaan tertinggi, dianggap tidak sesuai dengan prinsip tauhid dalam Islam, di mana segala sesuatu harus tunduk kepada Allah. Islam mengajarkan bahwa negara harus berlandaskan pada hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah (syariat), bukan hanya pada keputusan mayoritas yang bisa saja bertentangan dengan ajaran agama.

 

Demokrasi, khususnya dalam bentuk liberal, memberikan kebebasan yang sangat besar kepada individu, termasuk kebebasan berbicara, berpendapat, dan bertindak. Namun, Dr. Ahmad Sastra mengkritik bahwa kebebasan ini sering kali tidak terkendali dan dapat berujung pada perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama. Dalam Islam, kebebasan individu dibatasi oleh prinsip-prinsip moral dan agama, yang menekankan pentingnya menjaga kehormatan, kesejahteraan umum, dan kesucian ajaran agama.

 

Dalam perspektif Islam, kebebasan yang diberikan kepada individu tidak dapat mengabaikan kewajiban moral dan agama. Misalnya, kebebasan berbicara dalam demokrasi bisa digunakan untuk menyebarkan fitnah atau ajaran yang bertentangan dengan ajaran Islam, sedangkan dalam Islam kebebasan harus diimbangi dengan tanggung jawab terhadap Allah dan sesama manusia.

 

Dr. Ahmad Sastra juga mengkritik sistem demokrasi perwakilan yang ada di banyak negara, termasuk Indonesia. Dalam demokrasi, rakyat memilih wakil mereka melalui pemilu, dan wakil-wakil tersebut bertugas membuat kebijakan yang mengatur kehidupan masyarakat.

 

Namun, dalam pandangan Islam, prinsip yang lebih utama adalah kepemimpinan berdasarkan kebenaran wahyu dan ahlul halli wal aqdi (kelompok ahli yang dapat memutuskan persoalan-persoalan agama dan negara). Menurut Dr. Ahmad Sastra, wakil rakyat dalam sistem demokrasi sering kali lebih dipilih berdasarkan kepentingan politik atau popularitas, bukan berdasarkan kompetensi dan kemampuan untuk mengimplementasikan hukum-hukum Islam.

 

Dalam Islam, pemimpin negara (seperti khalifah) seharusnya dipilih berdasarkan kualifikasi keilmuan agama dan kemampuan untuk menerapkan syariat Islam secara benar, bukan hanya atas dasar pilihan rakyat semata. Demokrasi, menurutnya, cenderung memprioritaskan pemimpin yang populer daripada yang memiliki kapasitas dalam pemahaman agama dan moral.

 

Demokrasi seringkali menuntut adanya pengakuan terhadap pluralisme atau keberagaman dalam masyarakat, termasuk dalam hal keyakinan agama. Dalam demokrasi, setiap orang bebas untuk memilih agama atau ideologi mereka, dan hak tersebut dijamin oleh sistem. Namun, dalam pandangan Dr. Ahmad Sastra, Islam mengajarkan konsep tauhid, yaitu keyakinan bahwa hanya ada satu Tuhan yang harus disembah, yaitu Allah, dan segala aspek kehidupan harus tunduk pada prinsip ini.

 

Pluralisme dalam demokrasi bisa menimbulkan masalah dalam konteks negara Muslim, karena ajaran Islam menganggap bahwa hanya Islamlah agama yang benar dan wajib diterima oleh umat manusia. Oleh karena itu, menurut Dr. Ahmad Sastra, sistem demokrasi yang memberikan kebebasan untuk menganut agama atau ideologi apa saja bisa bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan kebenaran wahyu.

 

Demokrasi, khususnya yang berkembang di dunia Barat, mengedepankan prinsip separasi antara agama dan negara, di mana urusan agama dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak perlu diintervensi oleh negara. Dalam pandangan Dr. Ahmad Sastra, ini adalah masalah besar, karena dalam Islam, agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Negara harus menjalankan fungsi untuk menegakkan hukum-hukum Islam dan memastikan bahwa kehidupan masyarakat berjalan sesuai dengan ajaran agama.

 

Pemikiran ini berlawanan dengan demokrasi yang cenderung memisahkan agama dari urusan negara, sehingga dalam sistem demokrasi, kebijakan publik sering kali tidak mencerminkan nilai-nilai agama. Dr. Ahmad Sastra berpendapat bahwa negara Islam seharusnya tidak hanya menjamin kebebasan beragama tetapi juga menjadikan syariat Islam sebagai dasar hukum negara.

 

Kritik Dr. Ahmad Sastra terhadap demokrasi dalam perspektif Islam menyoroti beberapa ketegangan antara prinsip dasar demokrasi, seperti kedaulatan rakyat, kebebasan individu, dan pluralisme, dengan ajaran-ajaran fundamental Islam.

 

Menurutnya, demokrasi sering kali tidak sejalan dengan ajaran Islam, terutama dalam hal kedaulatan Tuhan, penerapan syariat, dan integrasi agama dengan negara. Ia berpendapat bahwa sistem pemerintahan yang ideal bagi umat Islam adalah yang berlandaskan pada syariat Islam dan menegakkan prinsip tauhid, bukan sekadar demokrasi formal yang lebih mengutamakan kehendak manusia.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 27 Ramadhan 1446 H – 27 Maret 2025 M : 21.00 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.