Oleh : Ahmad Sastra
Sekularisme
adalah sebuah konsep atau paham yang menekankan pemisahan antara agama dan
urusan negara atau pemerintahan. Dalam konteks ini, sekularisme berusaha
memastikan bahwa keputusan dan kebijakan publik tidak dipengaruhi oleh doktrin
agama, dan bahwa agama tidak memiliki tempat dalam struktur pemerintahan atau
hukum negara.
Sekularisme
dapat memiliki berbagai bentuk dan pengaruh tergantung pada negara atau budaya
tertentu, namun prinsip dasarnya adalah bahwa urusan keagamaan dan negara harus
dijalankan secara terpisah. Dalam banyak kasus, sekularisme dianggap penting
untuk menjaga kebebasan beragama dan menghindari dominasi agama tertentu dalam
kehidupan publik.
Di
negara-negara sekuler, agama bisa tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan
pribadi warganya, tetapi dalam konteks politik dan pemerintahan, agama tidak
boleh mempengaruhi kebijakan atau sistem hukum yang ada.
Sekularisme
sebagai suatu paham dan gerakan muncul pada abad ke-16 dan berkembang pesat
pada abad ke-18 di Eropa, khususnya dalam konteks perubahan sosial dan
pemikiran yang terjadi selama Zaman Pencerahan (Enlightenment) dan Revolusi
Prancis.
Pada periode
ini, gereja Kristen—terutama Gereja Katolik Roma—memegang pengaruh yang sangat
besar dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya Eropa. Gereja tidak hanya
menjadi pusat kehidupan keagamaan, tetapi juga terlibat dalam urusan
pemerintahan dan pendidikan. Seluruh aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh
ajaran agama, dan hampir tidak ada pemisahan antara otoritas agama dan negara.
Pada akhir
Abad Pertengahan, lahirnya Renaissance (sebuah periode kebangkitan intelektual
dan seni di Eropa) dan Reformasi Protestan (yang dipimpin oleh Martin Luther dan
John Calvin) mulai menantang dominasi gereja dalam kehidupan publik. Gerakan
ini menekankan pentingnya rasionalitas manusia, individualisme, dan kebebasan
berpikir. Namun, meskipun ada upaya untuk mengurangi dominasi gereja, konsep
sekularisme belum sepenuhnya berkembang.
Sekularisme
mulai berkembang pesat selama Zaman Pencerahan, sebuah periode intelektual di
Eropa yang menekankan pentingnya rasio, sains, dan kebebasan berpikir.
Pemikir-pemikir seperti John Locke, Voltaire, Jean-Jacques Rousseau, dan Baruch
Spinoza mengkritik peran gereja dalam politik dan mengusulkan pemisahan agama
dan negara. Mereka percaya bahwa negara seharusnya tidak terikat oleh dogma
agama, dan urusan publik harus dipandu oleh rasio dan bukti empiris, bukan
wahyu agama.
John Locke
(1632–1704) mengembangkan pemikiran tentang kebebasan beragama dan pemisahan
antara agama dan pemerintahan dalam karyanya yang terkenal, seperti "A
Letter Concerning Toleration" (1689). Voltaire (1694–1778) mengkritik
otoritas gereja dan mendukung kebebasan beragama serta kebebasan berpikir. Jean-Jacques
Rousseau (1712–1778) mengembangkan konsep tentang kedaulatan rakyat dan
pemisahan antara kekuasaan gereja dan negara dalam bukunya "The Social
Contract."
Revolusi
Prancis yang terjadi pada akhir abad ke-18 merupakan tonggak penting dalam
sejarah sekularisme. Para revolusioner Prancis menuntut pemisahan antara gereja
dan negara. Dalam Konstitusi Prancis yang baru pada 1791, negara menghapuskan
banyak kekuasaan gereja dan mengurangi peran agama dalam urusan negara. Laïcité,
atau pemisahan antara agama dan negara, menjadi prinsip dasar dalam
pemerintahan Prancis yang berlanjut hingga hari ini.
Sekularisme
semakin menguat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mengurangi pengaruh agama dalam kehidupan sehari-hari. Charles Darwin dengan
teori evolusinya dan penemuan ilmiah lainnya menantang pandangan dunia yang
didasarkan pada ajaran agama. Negara-negara Eropa mulai mengadopsi sekularisme
dalam sistem politik mereka, dengan memisahkan agama dari hukum negara,
pendidikan, dan kehidupan publik.
Pada abad
ke-20, sekularisme menyebar ke banyak negara di dunia, terutama di dunia Barat.
Negara-negara seperti Prancis, Amerika Serikat, dan banyak negara Eropa lainnya
mengadopsi prinsip sekularisme dalam konstitusi mereka, meskipun dengan variasi
dalam penerapannya. Di negara-negara ini, pemisahan agama dan negara menjadi
prinsip yang diakui secara hukum.
Apa kritik Ahmad Sastra atas paham sekulerisme ? Meta
AI memberikan gambaran berikut : Doktor Ahmad Sastra mengkritik paham
sekulerisme karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Menurutnya,
sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari,
termasuk dalam hal politik dan pemerintahan.
Doktor Ahmad Sastra berpendapat bahwa Islam tidak
hanya merupakan agama, tetapi juga merupakan sistem yang lengkap yang mencakup
semua aspek kehidupan, termasuk politik dan pemerintahan ¹.
Doktor Ahmad Sastra juga mengkritik sekulerisme karena
dianggap sebagai paham yang imperialistik dan kolonialistik. Menurutnya,
sekulerisme adalah paham yang dipaksakan oleh Barat kepada negara-negara Islam,
dengan tujuan untuk menguasai dan mengontrol mereka.
Doktor Ahmad Sastra berpendapat bahwa sekulerisme
telah menyebabkan banyak masalah di negara-negara Islam, termasuk kemiskinan,
korupsi, dan ketidakadilan Selain itu, Doktor Ahmad Sastra juga mengkritik
sekulerisme karena dianggap sebagai paham yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
Menurutnya, sekulerisme adalah paham yang mengutamakan
kepentingan individu dan negara di atas kepentingan agama dan masyarakat. Doktor
Ahmad Sastra berpendapat bahwa Islam mengajarkan nilai-nilai seperti keadilan,
kesetaraan, dan kepedulian terhadap sesama, yang tidak sesuai dengan paham
sekulerisme.
Dalam kritiknya terhadap sekulerisme, Doktor Ahmad
Sastra juga menekankan pentingnya khilafah sebagai sistem pemerintahan yang
sesuai dengan ajaran Islam. Menurutnya, khilafah adalah sistem pemerintahan
yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam dan yang mengutamakan kepentingan umat
dan masyarakat.
Doktor Ahmad Sastra berpendapat bahwa khilafah adalah
sistem pemerintahan yang lebih baik daripada sekulerisme, karena khilafah lebih
sesuai dengan nilai-nilai Islam dan lebih mengutamakan kepentingan umat dan
masyarakat.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23 Ramadhan 1446 H – 23 Maret
2025 M : 20.26 WIB)