[10] Tadarus Pemikiran PAHAM NEOMODERNISME DAN ABSURDITAS MASA DEPAN MANUSIA



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Neo-modernisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perkembangan atau reaksi terhadap modernisme, yang muncul setelah era modernisme klasik (akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20).

 

Gerakan ini lebih berfokus pada penggabungan beberapa ideologi dan pendekatan yang berbeda dari berbagai aliran yang pernah ada sebelumnya, termasuk modernisme, postmodernisme, dan bahkan tradisionalisme, dengan tujuan untuk menciptakan suatu bentuk baru yang lebih relevan dengan konteks sosial, politik, dan budaya kontemporer.

 

Neo-modernisme sering dianggap sebagai upaya untuk memperbaharui atau mengadaptasi prinsip-prinsip modernisme agar lebih sesuai dengan realitas zaman sekarang, yang banyak dipengaruhi oleh teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial yang sangat cepat. Gerakan ini cenderung lebih inklusif dan tidak terikat pada aturan yang ketat seperti yang ditemukan pada modernisme klasik.

 

Neo-modernisme seringkali berusaha untuk menggabungkan elemen-elemen tradisional (seperti budaya, nilai-nilai lokal, atau agama) dengan ide-ide dan teknologi modern. Hal ini terlihat dalam seni, arsitektur, dan pemikiran yang berusaha menjaga relevansi tradisi tanpa menutup diri terhadap inovasi dan kemajuan. Artinya, aliran ini tidak menolak modernitas, tetapi mencoba mengintegrasikan aspek tradisional dengan cara yang lebih harmonis.


Sementara postmodernisme sering kali dicirikan oleh relativisme, dekonstruksi, dan ketidakpastian, neo-modernisme mencoba mengembalikan keyakinan pada kemajuan, rasionalitas, dan kemampuan manusia untuk memecahkan masalah melalui ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, berbeda dengan modernisme klasik, neo-modernisme lebih terbuka terhadap pluralisme dan keberagaman perspektif.


Neo-modernisme memperhatikan dampak besar teknologi dan globalisasi terhadap masyarakat dan budaya. Berbeda dengan modernisme yang sering kali lebih terfokus pada ide-ide abstrak dan formal, neo-modernisme lebih realistis dalam menghadapi tantangan dunia yang terhubung secara global. Ia mengadopsi teknologi sebagai bagian integral dari kehidupan manusia, tetapi tetap mempertahankan perhatian pada nilai-nilai kemanusiaan.

Seperti halnya modernisme, neo-modernisme menekankan pentingnya kreativitas dan ekspresi individu, tetapi dengan pemahaman yang lebih terbuka dan mengakomodasi berbagai bentuk ekspresi. Dalam seni dan desain, neo-modernisme mengutamakan keberagaman estetika dan kemungkinan baru dalam menciptakan karya, baik itu melalui penggunaan media digital, seni kontemporer, atau bentuk inovatif lainnya.


Neo-modernisme muncul sebagai respons terhadap kegelisahan yang timbul dari postmodernisme, yang sering dianggap membiarkan kekosongan nilai dan kebingungan identitas. Dalam hal ini, neo-modernisme berusaha mencari kembali makna yang lebih jelas dan sistem nilai yang lebih kokoh, meskipun tetap mengakomodasi perkembangan zaman.

 

Dalam seni dan arsitektur, neo-modernisme dapat dilihat sebagai pergerakan yang menyeimbangkan antara estetika fungsional dan ekspresi artistik. Arsitektur neo-modernisme, misalnya, bisa mencakup desain yang sederhana dan fungsional (seperti yang ditemukan dalam modernisme), namun dengan sentuhan inovasi yang memperhitungkan konteks sosial dan budaya lokal. Seniman neo-modernis lebih terbuka terhadap berbagai teknik dan media, tanpa terikat pada gaya tertentu.


Dalam sastra dan filsafat, neo-modernisme lebih fleksibel dalam cara menggambarkan pengalaman manusia dan dunia, mengakui keragaman perspektif dan pengalaman. Ia menghindari dogma atau pandangan tunggal dan lebih menekankan pada pencarian makna dalam kehidupan yang kompleks dan beragam. Dalam hal ini, neo-modernisme berusaha untuk memperbaharui pendekatan terhadap realitas, dengan menghargai keberagaman tanpa kehilangan rasa kemajuan dan pencarian kebenaran.


Dalam teori sosial dan politik, neo-modernisme dapat dilihat sebagai aliran yang mencoba mencari keseimbangan antara kebebasan individu dan tanggung jawab sosial, dengan mengakui pentingnya globalisasi dan teknologi dalam mengubah tatanan sosial. Ini juga bisa mencakup kritik terhadap ketimpangan sosial, serta pencarian untuk memperbarui ideologi-ideologi sosial agar lebih relevan dengan kondisi dunia saat ini.

 

Neo-modernisme muncul sebagai respons terhadap perkembangan paham modernisme klasik dan postmodernisme pada abad ke-20. Untuk memahami sejarah lahirnya neo-modernisme, kita perlu melihat latar belakang perubahan sosial, budaya, dan intelektual yang memengaruhi munculnya gerakan ini.

 

Neo-modernisme bisa dianggap sebagai upaya untuk merevitalisasi nilai-nilai modernisme, namun dengan penyesuaian yang lebih fleksibel dan terbuka terhadap perkembangan zaman, tanpa meninggalkan kritikan terhadap postmodernisme yang dianggap membawa relativisme dan dekonstruksi berlebihan.

 

Modernisme, yang muncul pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, adalah gerakan yang menekankan rasionalitas, kemajuan, dan pencarian bentuk-bentuk baru dalam seni, arsitektur, sastra, dan filosofi. Modernisme berusaha menanggalkan tradisi dan mencari cara baru dalam menggambarkan realitas. Namun, modernisme sering kali dianggap terlalu utopis dan terfokus pada eksperimen yang murni rasional.

 

Setelah Perang Dunia II, muncul gerakan postmodernisme pada akhir abad ke-20 yang secara kritis memandang modernisme. Postmodernisme mengutamakan relativisme, dekonstruksi, dan pluralitas pandangan. Postmodernis menolak gagasan-gagasan besar seperti "kemajuan" dan "kebenaran universal" yang menjadi ciri khas modernisme. Di dunia seni, arsitektur, dan sastra, postmodernisme mengutamakan gaya yang lebih eklektik, ironis, dan skeptis terhadap otoritas atau narasi besar.

 

Namun, pasca-era postmodernisme, ada kesadaran akan kebutuhan untuk mencari bentuk baru yang lebih relevan dan dapat mengintegrasikan elemen-elemen dari tradisi, modernisme, dan postmodernisme. Neo-modernisme lahir sebagai reaksi terhadap keterbatasan postmodernisme, yang dianggap sering meruntuhkan makna dan arah yang jelas dalam kehidupan sosial dan budaya.

 

Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, dunia menghadapi perubahan global yang sangat cepat: kemajuan teknologi, revolusi informasi, globalisasi, dan munculnya tantangan-tantangan baru dalam politik dan sosial. Dunia yang semakin terhubung ini menciptakan kebutuhan untuk pendekatan yang lebih terbuka dan adaptif terhadap realitas yang terus berubah.

 

Di sisi lain, masyarakat juga mulai merasa bahwa postmodernisme, dengan sifatnya yang cenderung meragukan semua nilai dan tradisi, menciptakan rasa kekosongan atau kehilangan arah. Ada keresahan tentang kehilangan makna dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam seni, budaya, maupun pemikiran sosial dan politik.

 

Dalam konteks ini, neo-modernisme muncul sebagai bentuk sintesis antara nilai-nilai tradisional yang memberi fondasi stabilitas dan makna, serta kemajuan dan teknologi modern yang memberi peluang untuk penciptaan baru dan transformasi. Neo-modernisme ingin mempertahankan prinsip-prinsip rasionalitas dan kemajuan yang ada pada modernisme, tetapi dengan pengakuan atas keragaman, pluralitas, dan konteks sosial yang lebih kompleks.

 

Salah satu faktor yang mempercepat lahirnya neo-modernisme adalah dampak besar dari teknologi dan globalisasi yang merombak hampir semua aspek kehidupan manusia. Dengan munculnya media sosial, internet, dan teknologi digital, dunia menjadi lebih terbuka dan terhubung, mengarah pada arus informasi yang lebih cepat dan melibatkan lebih banyak suara. Globalisasi menciptakan dunia yang lebih plural, di mana berbagai kebudayaan dan ideologi dapat saling berinteraksi dan bercampur.

 

Neo-modernisme mengakui bahwa teknologi dan globalisasi adalah bagian integral dari dunia modern yang tidak dapat dihindari. Sebagai gerakan yang fleksibel, neo-modernisme berusaha menyelaraskan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan, serta menghindari dominasi sekuler atau materialisme sempit yang hanya mengutamakan efisiensi dan keuntungan.

 

Pada awal abad ke-21, pemikiran neo-modernisme mulai berkembang dalam banyak bidang seperti seni, arsitektur, sastra, teori sosial, dan politik. Dalam arsitektur, misalnya, neo-modernisme mencoba mengintegrasikan aspek fungsionalitas modern dengan elemen-elemen lokal dan tradisional, menciptakan bentuk-bentuk yang inovatif tetapi tetap menghormati sejarah dan konteks budaya.

 

Di bidang seni dan sastra, neo-modernisme berfokus pada pluralisme dan inovasi. Seniman dan penulis yang terpengaruh oleh neo-modernisme lebih terbuka terhadap eksperimen dan penggunaan teknologi baru, tetapi tetap mencari makna dan tujuan yang lebih jelas, yang hilang dalam pendekatan dekonstruktif postmodernisme.

 

Secara keseluruhan, neo-modernisme merupakan upaya untuk mencari keseimbangan antara kemajuan teknologi dan rasionalitas dengan kebutuhan manusia untuk memiliki makna dan identitas yang lebih stabil dalam dunia yang semakin kompleks. Gerakan ini tidak hanya sekadar mencoba melanjutkan proyek modernisme, tetapi juga berusaha menciptakan dunia yang lebih inklusif, terbuka, dan menghargai keberagaman, sambil tetap mengutamakan pencapaian kemajuan dan kebijaksanaan.

 

Apa kritik Ahmad Sastra terhadap paham neo modernism, ChatGPT said: Dr. Ahmad Sastra, sebagai seorang pemikir dan intelektual yang memperhatikan pandangan Islam terhadap perkembangan pemikiran modern, memberikan kritik terhadap paham neo-modernisme dari perspektif Islam. Meskipun neo-modernisme mengusung ide pembaruan dan integrasi antara kemajuan teknologi dengan nilai-nilai tradisional.

 

Dr. Ahmad Sastra mengkritik neo-modernisme yang, meskipun mencoba menggabungkan elemen-elemen tradisional dan modern, sering kali mengedepankan rasionalitas dan teknologi tanpa memperhatikan dimensi spiritual yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak hanya ditentukan oleh rasionalitas dan teknologi, tetapi juga harus berlandaskan pada prinsip-prinsip spiritual dan agama. Neo-modernisme, dengan segala penekanannya pada kemajuan duniawi, kadang dianggap mengabaikan pentingnya hubungan manusia dengan Tuhan dan aspek moral dalam menjalani kehidupan.

 

Dr. Ahmad Sastra berpendapat bahwa setiap kemajuan yang dicapai dalam bidang ilmu dan teknologi seharusnya tidak hanya dipandang dari sisi material dan rasional semata, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana hal tersebut dapat berkontribusi pada pembentukan akhlak yang baik dan mendekatkan diri kepada Allah. Tanpa dimensi spiritual ini, kata Dr. Ahmad Sastra, kemajuan yang dicapai bisa berisiko menciptakan kerusakan dalam masyarakat

 

Salah satu kritik besar Dr. Ahmad Sastra terhadap neo-modernisme adalah bahwa gerakan ini berpotensi mengarah pada sekularisasi, yaitu pemisahan agama dari kehidupan publik dan sosial. Meskipun neo-modernisme mengklaim berusaha untuk menggabungkan tradisi dengan kemajuan, namun dalam praktiknya sering kali berisiko memisahkan dimensi agama dari berbagai aspek kehidupan.

 

Dalam perspektif Islam, agama harus menjadi panduan utama dalam segala aspek kehidupan, baik dalam pribadi individu maupun dalam tatanan sosial. Dr. Ahmad Sastra berpendapat bahwa pemisahan agama dari kehidupan sosial yang semakin kuat, seperti yang dikhawatirkan dalam neo-modernisme, dapat merusak moralitas masyarakat dan mengguncang tatanan sosial yang sudah lama dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam.

 

Neo-modernisme, meskipun mengusung pluralisme dan inklusivitas, juga cenderung menonjolkan relativisme dalam banyak hal, terutama dalam hal nilai dan kebenaran. Hal ini bertentangan dengan pandangan Islam yang menganggap bahwa kebenaran mutlak ada dalam wahyu Tuhan dan ajaran agama. Dalam pandangan Islam, ada pedoman yang jelas dalam hidup yang harus diikuti oleh umat manusia, sedangkan neo-modernisme cenderung membiarkan kebenaran dan nilai-nilai menjadi relatif dan bergantung pada perspektif individu atau budaya.

 

Dr. Ahmad Sastra menganggap bahwa relativisme ini dapat menyebabkan masyarakat kehilangan arah dalam pencarian makna hidup yang sebenarnya. Dalam Islam, pencarian makna hidup harus berorientasi pada pencapaian tujuan spiritual, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Sementara itu, neo-modernisme yang berfokus pada kebebasan pribadi dan relativisme berisiko menyebabkan kebingungan tentang tujuan hidup dan moralitas.

 

Dr. Ahmad Sastra menganggap bahwa salah satu kekurangan besar dari neo-modernisme adalah penekanannya pada kemajuan teknologi dan materialisme yang berlebihan. Meskipun ia mengakui bahwa teknologi membawa banyak manfaat, namun tanpa memperhatikan dimensi moral dan sosial, teknologi dapat membawa dampak negatif bagi umat manusia, seperti alienasi, pengabaian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan kesenjangan sosial yang lebih besar.

 

Dalam pandangan Islam, kemajuan teknologi harus selalu diimbangi dengan tanggung jawab moral dan sosial. Dr. Ahmad Sastra berpandangan bahwa neo-modernisme, meskipun mencoba untuk menerima kemajuan teknologi, sering kali gagal untuk mengaitkan perkembangan tersebut dengan pemahaman etis dan spiritual. Islam mengajarkan bahwa dunia dan teknologi adalah amanah yang harus digunakan untuk kebaikan umat manusia dan bukan untuk keuntungan material semata.

 

Neo-modernisme sering kali dianggap terlalu berfokus pada integrasi antara modernitas dan tradisi tanpa memberikan tempat yang cukup bagi warisan budaya Islam yang sangat kaya. Dalam pandangan Dr. Ahmad Sastra, warisan ini meliputi tidak hanya tradisi keilmuan Islam yang telah terbukti memberikan kontribusi besar kepada peradaban dunia, tetapi juga prinsip-prinsip sosial dan moral yang harus tetap menjadi landasan bagi pembangunan masyarakat Islam.

 

Dr. Ahmad Sastra berpendapat bahwa dalam upaya menggabungkan elemen modern dan tradisional, neo-modernisme harus lebih menekankan pada pemanfaatan dan pelestarian warisan budaya Islam, yang memiliki prinsip-prinsip yang sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Tanpa dasar yang kuat dari warisan ini, neo-modernisme mungkin kehilangan arah dan jatuh ke dalam pengaruh kebudayaan Barat yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.

 

Kritik Dr. Ahmad Sastra terhadap neo-modernisme dari perspektif Islam berfokus pada beberapa aspek penting, antara lain: kecenderungannya mengabaikan dimensi spiritual, potensi sekularisasi, relativisme nilai, pengaruh berlebihan dari materialisme dan teknologi, serta kurangnya penghargaan terhadap warisan budaya Islam.

 

Bagi Dr. Ahmad Sastra, modernitas dan tradisi seharusnya tidak dipisahkan, tetapi harus berjalan beriringan dengan dasar spiritual dan moral yang kuat dalam Islam. Neo-modernisme, meskipun berusaha menggabungkan modernitas dan tradisi, harus lebih hati-hati agar tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar Islam yang menjadi pedoman hidup umat manusia.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 30 Ramadhan 1446 H – 30 Maret 2025 M : 19.30 WIB)

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.