TENTANG KODOK, MACAN DAN TIKUS Sebuah Cerpen



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Di suatu hutan yang jauh dari keramaian manusia, terdapat sebuah kerajaan yang sangat unik. Kerajaan itu dipimpin oleh seorang raja yang sangat kecil, tetapi penuh ambisi. Ia adalah seekor kodok raksasa, dengan kulit hijau mengkilap dan mata yang selalu menatap tajam ke bawah. Ia dikenal dengan nama Raja Kodok, sang penguasa hutan yang memerintah dengan tangan besi, meski tubuhnya yang kecil sering kali dianggap tidak sebanding dengan kekuasaannya.

 

Raja Kodok memiliki seorang budak setia yang tak pernah melawan perintahnya—seorang macan besar yang gagah dan kuat. Macan ini dulunya adalah raja dari sebuah kerajaan lain, namun karena suatu kejadian, ia dijebak dan ditaklukkan oleh Raja Kodok. Sekarang, ia hanya menjadi pelayan yang patuh, meski hatinya penuh dengan kemarahan dan kebingungan.

 

Setiap hari, sang macan menjalani tugas-tugas yang berat, mulai dari menjaga hutan, menjaga taman kerajaan, hingga memastikan bahwa tidak ada satupun hewan liar yang mengganggu kedamaian kerajaan. Namun, meski ia sangat kuat, ia tidak berdaya melawan kekuatan Raja Kodok yang memiliki kekuasaan penuh atas seluruh hutan.

 

Di sisi lain, Raja Kodok tidak pernah lepas dari kelilingannya. Ia dikelilingi oleh tikus-tikus yang kecil, licik, dan sangat pandai dalam urusan uang. Mereka adalah pejabat-pejabat kerajaan yang mengurus seluruh urusan administrasi, namun di balik setiap surat dan keputusan, mereka tidak pernah berhenti mencari keuntungan pribadi. Tak ada yang tahu persis berapa banyak kekayaan yang sudah mereka kumpulkan dengan cara yang curang.

 

Sang Raja Kodok, meski terkadang sadar akan ketidakberesan yang terjadi, memilih untuk diam. Ia menikmati setiap makanan enak yang disediakan oleh para tikus, meski ia tahu mereka telah merampok harta dari rakyatnya. Dalam hatinya, Raja Kodok sering berpikir, "Selama aku masih menguasai hutan ini, siapa yang peduli dengan sedikit penyelewengan?".

 

Sementara itu, macan yang setia ini merasa semakin terpuruk. Ia tahu bahwa kerajaannya yang dulu dipimpin dengan adil kini hanya dipenuhi oleh kebohongan dan pengkhianatan. Suatu malam, di bawah cahaya bulan yang terang, macan mendekati Raja Kodok yang sedang duduk di atas takhtanya yang besar, dikelilingi oleh tikus-tikus yang sibuk menghitung harta rampokan mereka.

 

"Raja, apakah Anda tidak melihat apa yang terjadi di luar sana?" tanya macan dengan suara berat.

 

Raja Kodok hanya tersenyum kecil, "Apa yang terjadi di luar sana tidak masalah selama kita bisa menikmati kekuasaan ini. Kau tahu, Macan, dunia ini memang tidak adil."

 

Macan menggeram pelan, merasakan kepahitan di dalam dirinya. "Tapi kami, rakyat hutan, menderita. Kau tidak melihat betapa susahnya hidup kami karena tikus-tikus itu? Mereka merampok segala sesuatu yang kami miliki."

 

Raja Kodok hanya tertawa kecil. "Tikus-tikus itu tahu cara mengelola kerajaan ini, Macan. Mereka membantu menjaga kestabilan. Jika mereka mengambil sedikit, itu demi masa depan kerajaan."

 

Macan hampir tak bisa menahan amarahnya. "Tapi apakah masa depan itu hanya untukmu dan mereka? Apa kita semua hanya alat yang digunakan untuk kepentinganmu?"

 

Raja Kodok diam sejenak, kemudian menatap tajam macan. "Jangan lupa siapa yang memberi perintah di sini, Macan. Aku adalah raja, dan kau hanya seorang budak. Jangan mencoba mengajukan pertanyaan yang berbahaya."

 

Macan merasakan panas di dadanya, tapi ia tahu betul, ia tidak akan pernah menang melawan Raja Kodok. Ia pun berjalan keluar dari ruang takhta, meninggalkan sang raja yang dikelilingi oleh tikus-tikus itu.

 

Namun, jauh di dalam hatinya, sebuah rencana mulai tumbuh. Meskipun ia adalah budak, ia tahu bahwa suatu saat nanti, ia akan menemukan jalan untuk membebaskan dirinya dan seluruh hutan dari tirani Raja Kodok dan tikus-tikusnya. Dengan sabar, ia mulai mencari sekutu-sekutu baru di luar kerajaan—binatang-binatang lain yang juga merasa tertekan oleh penguasa yang tak adil ini.

 

Suatu hari, ketika ketidakadilan sudah mencapai puncaknya, sang macan akan kembali. Ia akan datang dengan kekuatan yang jauh lebih besar, dengan sekutu-sekutu yang tidak terduga. Dan saat itulah, kerajaan Raja Kodok akan runtuh.

 

Tikus-tikus yang selama ini merasa aman dengan mencuri kekayaan kerajaan, tak akan lagi bisa bersembunyi. Raja Kodok yang sombong akan merasakan pahitnya kehilangan kekuasaannya. Dan mungkin, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia akan menyesal telah membiarkan tikus-tikus itu merusak kerajaan yang dulu begitu megah.

 

Namun, itu semua masih akan menjadi cerita yang jauh di depan. Untuk saat ini, macan hanya bisa menunggu dengan sabar, sambil memikirkan cara untuk menggulingkan sang raja dan memberikan keadilan kepada semua penghuni hutan.

 

Dan hutan pun, dalam keheningan malam, menunggu perubahan yang akan datang

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 26/02/25 : 21.17 WIB) 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.