Oleh : Ahmad Sastra
Kebahagiaan ada pada kesyukuran
kita. Seringkali kita terlalu jauh mencarinya kemana-mana, padahal bahagia itu
dekat. kebahagiaan ada di setiap hati orang yang senantiasa bersyukur, yaitu hati
yang bisa melihat dengan jelas deretan karunia yang Allah limpahkan. Bukan hati
yang sibuk menghitung apa yang tidak dimilikinya.
Orang-orang yang paling bahagia tidak selalu memiliki
hal-hal terbaik, mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap hal
yang hadir dalam hidupnya lantas mensyukurinya. Sesungguhnya riski telah
ditentukan oleh Allah SWT, banyak maupun sedikit, bersyukurlah kepadaNya.
Sedikitnya riski yang kita peroleh hari ini dan kemarin jangan pernah menjadi
penghalang bagi kita untuk berbuat kebaikan.
Kebahagiaan ada dalam sikap qanaah
kita. Mensyukuri nikmat Allah bermuara pada meningkatnya kualitas ketaatan kita
kepada Allah SWT. Nikmat usia dan umur panjang selayaknya kita renungkan,
apakah telah kita manfaatkan untuk ketaatan kepada Allah SWT.
Tiada kata yang layak diucapkan bagi seorang
muslim yang berbahagia, kecuali ucapan alhamdulillah, khususnya disaat Allah
pertemukan kembali dengan bulan istimewa, yakni bulan Ramadhan. Ramadhan adalah bulan istimewa, dibandingkan
dengan bulan-bulan lain.
Bulan yang di dalamnya, kaum beriman diwajibkan menjalankan
ibadah puasa sebulan penuh, sebagaimana difirmankan oleh Allah : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa,
sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar
kalian bertakwa (QS al-Baqarah [2]: 183)
Derajat taqwa sebagai buah dari pelaksanaan
puasa Ramadhan adalah derajat yang istimewa. Sebab ketaqwaan adalah sebaik-baik
bekal kehidupan di dunia bagi seorang muslim dan bekal keselamatan di akhirat. Hal
ini sejalan dengan firman Allah : Berbekallah,
dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal (QS Al Baqarah [2] : 197)
Imam Ibnu al-‘Arabi di dalam Kitab Ahkaam al-Quran
memberikan penjelasan atas frasa la’allakum tattaqûn (agar kalian bertakwa)
dengan tiga penjelasan. Pertama, mukmin
yang telah meraih derajat taqwa akan terbentuk dalam dirinya untuk selalu
menjauhi perbuatan dan perkataan yang diharamkan Allah SWT, baik selama
menjalankan puasa, maupun setelah Ramadhan berakhir.
Kedua, sesungguhnya ibadah puasa bukan ditujukan untuk
melemahkan fisik, tetapi untuk melemahkan syahwat yang mengajak manusia pada
kejahatan. Jika syahwat melemah, niscaya kecenderungan taqwa akan menguat. Jika
ketaqwaan menguat, seorang mukmin akan
terdorong untuk selalu berbuat ihsan, beribadah kepada Rabb-nya dengan penuh
keikhlasan, mencintai hukum-hukum Islam dan bersemangat dalam menjalankan semua
perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Ketiga, mukmin yang meraih taqwa buah dari puasa Ramadhan
juga akan selalu menjauhkan diri dari perbuatan meniru-meniru perilaku
orang-orang kafir. Puasa adalah wahana untuk membentuk loyalitas hanya kepada
Allah SWT, Rasul-Nya dan kaum Mukmin.
Loyalitas inilah yang akan menghindarkan seorang Muslim dari upaya-upaya
meniru-niru pemikiran, adat-istiadat dan peradaban kaum kafir yang bertentangan
dengan Islam.
Terkait makna taqwa, pendapat Imam Ibnu al-‘Arabi sejalan dengan pendapat Imam
ath-Thabari, saat menafsirkan QS al-Baqarah ayat 183 di atas, antara lain
mengutip Imam al-Hasan yang menyatakan, “Orang-orang bertakwa adalah
mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri
mereka sekaligus melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan kepada
mereka.” (Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân li Ta’wîl
al-Qur’ân, I/232-233).
Allah sendiri memberikan gambaran karakteristik
orang-orang bertaqwa dengan beberapa sifat sebagaimana digambarkan dalam Al
Qur’an Surat Al Baqarah ayat 1-4 dan Surat Ali Imran [3]: 133-135 berikut : Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada
keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang
beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian
rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada
Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. (QS
Al baqarah : 1-4)
Ramadhan Bulan Istimewa
Mengapa kehadiran bulan Ramadhan sangat ditunggu oleh kaum
muslim di seluruh penjuru dunia, sebab Allah benar-benar menebarkan kebajikan
selama bulan ini. Banyak keutamaan yang ada dalam bulan suci ini. Diantara
keutamaan bulan Ramadhan adalah limpahan keberkahan dari Allah bagi orang-orang
yang menjalankan puasa dengan dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka.
Terkait bulan yang diberkahi, Rasulullah
saw. bersabda: Sungguh telah datang Bulan Ramadhan. Bulan yang diberkahi. Allah
telah mewajibkan atas kalian puasa di dalamnya. Pada Bulan Ramadhan pintu-pintu
surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu (HR Ahmad).
Keistimewaan dan keutamaan kedua
bulan Ramadhan adalah diturunkannya al Qur’an di bulan mulia ini. Al-Qur’an adalah
petunjuk hidup bagi seluruh manusia agar berjalan di atas jalan kebenaran dan
keselamatan. Betapa rusaknya jika manusia berjalan di atas jalan kegelapan,
maka Allah turunkan Kitab Suci Al Qur’an sebagai petunjuk hidup agar selamat di
dunia dan bahagia di akhirat, maka seorang yang beriman wajib mensyukuri
kehadiran bulan Ramadhan ini.
Hal
ini, Allah tegaskan dalam firmanNya : (Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). (QS Al Baqarah : 185).
Keistimewaan
dan keutamaan bulan suci Ramadhan yang ketiga adalah dilipatgandakannya pahala
kebaikan, sehingga memicu kaum muslimin untuk menjadikan Ramadhan sebagai momentum
ketaatan kepada Allah. Selama Ramadhan hendaknya kaum muslimin benar-benar
memanfaatkan setiap detik, menit, jam dan harinya untuk memperbanyak Ibadah.
Pelipatgandaan
pahala akan memberikan motivasi seorang muslim untuk meningkatkan kualitas dan
kuntitas ibadah shalat, membaca dan memahami Al Qur’an, melantunkan dzikir dan doa kepada Allah. Selain itu,
Ramadhan juga mestinya diisi dengan amal sholih yang berdimensi sosial, seperti
sedekah kepada kaum dhuafa, memberikan buka puasa kepada fakir miskin, menjalin
ukhuwah islamiyah, berdakwah, mengisi kajian Islam dan memperbanyak
silaturahmi.
Terkait
pelipatgandaan pahala, Allah berfirman : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS Al Baqarah : 261)
Keistimewaan
keempat Bulan Suci Ramadhan adalah adanya malam seribu bulan (Lailatul Qadr).
Waktu hadirnya malam seribu bulan hanyalah Allah yang tahu. Karena itu malam
istimewa ini akan semakin menambah semangat kaum muslimin untuk bisa meraihnya
dengan memperbanyak ibadah malam, khusunya malam-malam pada sepuluh hari akhir
Ramadhan.
Lebih
istimewa lagi, karena di malam lailatul qadr inilah Allah menurunkan Al Qur’an.
Hal ini sebagaimana firmanNya : Sungguh Kami telah menurunkan al-Quran pada saat Lailatul Qadar.
Tahukah engkau, apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul Qadar itu lebih baik dari
seribu bulan (TQS al-Qadar [97]: 1-3).
Keistimewaan kelima Bulan Suci Ramadhan adalah bisa menjadi
wasilah penghapusan dosa manusia serta bisa menjadi perisai dari siksa api
neraka, jika puasa Ramadhan dijalankan
penuh keikhlasan dan sesuai dengan
tuntunan syariah.
Rasul saw. bersabda: Puasa Ramadhan merupakan
perisai (pelindung) dari azab neraka, seperti perisai salah seorang dari kalian
dalam peperangan (HR an-Nasa’i dan Ahmad). Siapa
saja yang berpuasa Ramadhan karena keimanan dan hanya mengharap ridha Allah,
dosa-dosanya yang telah lalu pasti diampuni (HR al-Bukhari).
Terkait sikap kita terhadap nikmat
Allah Rasulullah bersabda : kaki anak adam tidak akan bisa bergeser dari
Rabbnya pada hari kiamat nanti sebelum ditanya tentang lima perkara : umurnya
bagaimana ia dilalui, masa mudanya, bagaimana ia habiskan, hartanya dari mana
ia dapatkan dan bagaimana ia belanjakan, serta amal apa yang telah ia lakukan
dari ilmunya (HR Tirmizi)
Tanpa kita sadari waktu begitu
cepat bergulir. Tentu kita masih sangat
ingat, bulan suci Ramadhan tahun lalu seolah baru saja beranjak dari kehidupan
kita, namun Ramadhan tahun kita sebentar lagi telah dating kembali. Bahkan masa
ketika kita masih anak-anakpun masih sangat ingat, namun hari ini kita telah
menginjak usia dewasa dan bahkan telah tua. Waktu begitu cepat berlalu. Adakah
kita telah memanfaatkan waktu ini untuk taat kepada Allah SWT atau belum.
Hidup
adalah sebuah perjalanan. Ibarat perjalanan ke kampung halaman, tentu kita
membutuhkan bekal. Begitupun perjalanan hidup menuju kampung akherat. Sudahkah
kita memiliki bekal untuk hari esuk. Hari esuk adalah kehidupan akherat yang
kekal abadi.
Hari
esuk adalah hari kiamat, sebuah peristiwa hancurnya alam semesta sebagai titik
awal menuju kehidupan di negeri akherat. Akherat selain sebagai ujung dari sebuah perjalanan hidup,di
dunia juga merupakan hari penentu dimana
kita harus mempertanggungjawabkan semua amal perbuatan kita di hadapan Allah
SWT. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS Al Hasyr : 18).
Kebanyakan manusia menjalani hidup dengan bermain-main,
tidak bersungguh-sungguh mencari bekal. Padahal umur manusia kini hanya
berkisar antara 60 sampai 70 tahun. Kematian hanya persoalan waktu, kini kita
hanya sedang menunggu giliran, dan waktunya dirahasiakan oleh Allah, agar kita
senantiasa bersiap diri jika satu saat ajal itu menghampiri kita.
Di
akheratlah nasib kita ditentukan : apakah bahagia nan abadi atau sengsara tiada
henti , apakah sebagai penghuni syurga nan indah tiada tara ataukah neraka yang
amat mengerikan. Nasib kita ditentukan oleh perjalanan usia kita yang sangat
singkat di dunia sekarang ini.
Sisa
usia kita hari ini hendaknya meningkatkan kesadaran kita yang paling dalam akan
pentingnya bersungguh-sungguh membekali diri untuk menghadapi kematian dan
pengadilan Allah sebagai penentu akhir dari nasib kita. Mestinya kita bisa
berguru pada kesungguhan Allah SWT dalam menciptakan jagad raya, kesungguhan
Rasulullah dan para sahabat dalam beribadah, bertobat, berdakwah dan berjihad,
kesungguhan Imam Syafei, imam Maliki, imam Bukhori dalam menuntut dan menggali
ilmu. Kesungguhan para pengemban dakwah dalam menyebarkan Islam dan
memperjuangkan syariah Allah.
Menjalani
kehidupan ini memang melelahkan. Yang terpenting adalah apakah kelelahan kita
dalam hidup ini mendatangkan cinta Allah atau laknat Allah. Setidaknya ada delapan kelelahan yang dicintai Allah : lelah
dalam dakwah, lelah dalam ibadah dan amal sholeh, lelah dalam mengandung,
melahirkan dan menyusui, lelah dalam mencari nafkah, lelah dalam mengurus
keluarga, lelah dalam belajar dan menuntut ilmu dan lelah dalam berjihad
membela agama Allah. Nikmati setiap kelelahan dalam hidup ini, selama kelelahan
itu untuk beribadah kepada Allah, sebab Allah akan memberikan balasan
syurga.
Hidup seringkali akan mengalami
musibah dan ujian. Pribadi muslim adalah yang mampu menjadikan musibah menjadi
hikmah, kesempitan menjadi kesempatan berbuat baik, hambatan menjadi jembatan,
kesulitan menjadi kreativitas dan tekanan menjadi kekuatan. Sesungguhnya
tragedi terbesar dalam hidup ini adalah kematian dari diri seseorang yang
sesungguhnya masih hidup. Hidup merupakan perjalanan panjang tentang kerendahan
hati dan perjuangan.
Sebelum
dan setelah kedatangan bulan suci Ramadhan bukan berarti tanpa hambatan,
rintangan dan ujian. Karenanya kita
perlu mempersiapkan bekal ilmu, mental
dan keimanan, agar bulan Ramadhan tahun ini kita bisa menjadi orang-orang
beruntung di hadapan Allah kelak. Orang beruntung adalah orang yang semakin
meningkat ketaqwaannya kepada Allah, baik sebelum, selama dan setelah bulan
Ramadhan. Meski
harus menghadapi ujian dan cobaan.
Tapi ingatlah, jika cobaan sepanjang
sungai, seharusnya kesabaran seluas samudera. Jika harapan seluas hamparan,
seharusnya ikhtiar itu seluas langit yang membentang. Jika pengorbanan sebesar
bumi, seharusnya keikhlasan itu seluas jagad raya. Agar tak kecewa jika kita
tak sampai. Agar tak sedih ketika
harapan tak tercapai. Hanya rencana Allah lah yang menentukan.
Kita
hanya mampu berdoa memohon kepada Allah SWT, Tuhan yang menggenggam hidup dan mati
kita. Semoga usia kita masih dipanjangkan oleh Allah SWT sehingga kita masih
bisa merasakan nikmatnya bulan suci Ramadhan tahun ini. Semoga percepatan
perjalanan waktu ini menyadarkan kita untuk bisa memanfaatkan sisa kita untuk
meningkatkan taat kepada Allah SWT sekaligus menyiapkan bekal untuk hari esuk.
Momentum
Ramadahan adalah kesempatan emas bagi kita untuk lebih meningkatkan amal baik
kita. Ramadhan adalah ladang untuk menanam ketakwaan. Berbahagialan atas
kehadiran bulan suci Ramadhan, sebab inilah cirri hamba beriman. Sebelum
kematian menyapa, semoga kita menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa.
Sebab hari kematian itu amatlah dekat dan senantiasa mengejar kita, kemanpun
kita pergi.
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan
beragama Islam (QS Ali Imran : 102)
Jadilah hamba Allah yang istimewa dengan
mensyukuri kehadiran bulan istimewa ini dengan menghiasi setiap waktunya dengan
berbagai amalan sholih. Selain amalan individual yang sifatnya rutinitas,
syukuri kehadiran bulan suci ini dengan meningkatkan amar ma’ruf nahi munkar
terhadap berbagai bentuk kezaliman penguasa sebab pahalanya jauh lebih besar
saat berdakwah di bulan istimewa ini.
Jadikan Ramadhan sebabai momentum perubahan diri
menjadi lebih bertaqwa dan istiqomah mempertahankannya hingga ujung kehidupan. Lebih
dari itu, jadikan Ramadhan sebagai pemicu untuk istiqomah sebagai pejuang Islam
hingga terwujud penerapan Islam secara kaffah di muka bumi ini.
(Ahmad
Sastra,Kota Hujan, 25/02/25 : 15.20 WIB)