FILSAFAT, PSIKOLOGI DAN LITERASI SEBAGAI LANDASAN EPISTEMOLOGI DEEP LEARNING



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Filsafat manusia dapat menjadi landasan yang sangat penting dalam memahami dan mengembangkan konsep deep learning (pembelajaran mendalam) dari perspektif mindful. Sebab pembelajaran deep learning dimulai dari sebuah proses berpikir tentang segala realitas.

 

Dalam konteks ini, ilmu filsafat (berbikir mendalam) dapat menghubungkan konsep-konsep filosofis dengan prinsip-prinsip yang ada dalam deep learning untuk menciptakan pemahaman yang lebih holistic dan fundamental melalui aktivitas berpikir, baik rasional maupun santifik. Deep learning harus dimulai dari pemahaman bahwa manusia adalah makhluk berakal atau makhluk berpikir.

 

Diantara filsafat manusia adalah eksistensialisme, khususnya gagasan dari Jean-Paul Sartre dan Martin Heidegger, mengajukan bahwa manusia hidup dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan harus mencari makna hidup secara sadar dan otentik. Dalam deep learning, hal ini bisa diterjemahkan sebagai kemampuan sistem untuk tidak hanya memproses data secara mekanis, tetapi untuk "memahami" konteks data dan menciptakan representasi yang lebih mendalam berdasarkan pengalaman atau data yang ada. Mindfulness, dalam hal ini, dapat mengarah pada pengembangan algoritma yang lebih sadar akan bias, konteks, dan nuansa dalam data yang diproses.

 

Filsafat fenomenologi juga harus menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran deep learning, terutama yang dipaparkan oleh Edmund Husserl dan Maurice Merleau-Ponty, menekankan pentingnya pengalaman langsung dan kesadaran diri. Dalam konteks deep learning, hal ini berhubungan dengan bagaimana sistem "mengalami" data dan bagaimana model-model ini dapat dikembangkan untuk memiliki pemahaman yang lebih "sadar" terhadap kompleksitas dan kedalaman pengalaman manusia.

 

Konsep interdependensi atau saling keterhubungan, bisa memberikan pandangan tentang bagaimana deep learning bisa lebih peka terhadap hubungan antar data dan proses yang lebih luas. Dalam mindfulness, diajarkan untuk hadir dan peka terhadap hubungan antara pikiran, tubuh, dan lingkungan. Dalam deep learning, kita bisa mengembangkan model yang tidak hanya memproses input secara terpisah, tetapi memahami bagaimana setiap elemen saling berhubungan dan berinteraksi untuk menciptakan hasil yang lebih holistik.

 

Filsafat moral, terutama yang terkait dengan teori etika seperti utilitarianisme, deontologi, dan etika kebajikan, dapat memberikan dasar untuk mempertimbangkan implikasi moral dalam pengembangan teknologi deep learning. Dalam dunia yang semakin terkoneksi, mindful yang dirancang dengan mempertimbangkan etika manusia dan kesejahteraan sosial menjadi sangat penting. Keterlibatan kesadaran dalam pengembangan deep learning memungkinkan kita untuk merancang sistem yang lebih bertanggung jawab dan tidak hanya berfokus pada efisiensi teknis.

 

Dalam filsafat kognitif, yang dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti John Searle dan Daniel Dennett, ada perdebatan tentang bagaimana pikiran manusia bekerja dan apakah mesin bisa "berpikir" dengan cara yang sama. Dalam konteks mindfulness, guru harus  mengembangkan pemahaman tentang bagaimana manusia berinteraksi dengan dunia dan bagaimana perhatian manusia bisa diarahkan untuk membangun pemahaman yang lebih dalam dan lebih sadar.

 

Deep learning, yang terinspirasi oleh cara otak manusia bekerja, bisa mendapat manfaat dari filsafat ini untuk menciptakan sistem yang lebih selaras dengan cara manusia "memahami" dunia dan proses-proses yang ada di dalamnya.

 

Paradigma manusia sebagai makhluk berpikir merupakan pandangan yang melihat manusia sebagai individu yang memiliki kapasitas unik untuk berpikir, merenung, dan memproses informasi secara kompleks. Konsep ini tidak hanya menyentuh aspek intelektual manusia, tetapi juga mencakup aspek eksistensial, filosofis, dan psikologis dalam memahami peran manusia di dunia.

 

Menurut paradigma ini, manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk berpikir secara logis dan rasional. Filsafat Yunani kuno, terutama yang diajarkan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles, menekankan bahwa kemampuan manusia untuk berpikir kritis dan menggunakan akal sehat adalah ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

 

Socrates mengajarkan pentingnya dialog kritis dan pencarian kebenaran melalui pemikiran rasional. Ia percaya bahwa berpikir adalah cara terbaik untuk mengenal diri sendiri dan dunia. Plato menyarankan bahwa rasio adalah kekuatan utama dalam mencapai kebajikan dan kebenaran, dan dengan berpikir secara rasional, manusia dapat mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang realitas. Aristoteles, pada gilirannya, lebih mendalam mengembangkan ide tentang logika formal dan pemikiran ilmiah, yang menunjukkan bahwa akal dan penalaran adalah sarana utama manusia untuk memahami dunia.

Dalam paradigma ini, manusia dianggap memiliki kemampuan untuk mengatur, merencanakan, dan membuat keputusan yang rasional, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks sosial. Selain berpikir rasional, manusia juga dikenal sebagai makhluk yang mencari makna dalam kehidupan mereka. Pandangan ini mengacu pada gagasan bahwa manusia tidak hanya berpikir untuk memperoleh pengetahuan, tetapi juga untuk mencari makna dan tujuan hidup.

 

Viktor Frankl, seorang psikoterapis dan pencipta logoterapi, berargumen bahwa pencarian makna adalah dorongan utama dalam hidup manusia, dan bahwa berpikir tentang tujuan hidup dan menghadapinya dengan sikap positif dapat membantu mengatasi penderitaan. Dalam paradigma ini, berpikir tidak hanya dilakukan untuk memecahkan masalah teknis atau praktis, tetapi juga untuk memahami tujuan dan arti keberadaan seseorang di dunia.

 

Paradigma manusia sebagai makhluk berpikir juga mencakup dimensi kreatif manusia. Albert Einstein pernah berkata, "Imagination is more important than knowledge" (Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan). Ini menunjukkan bahwa berpikir manusia tidak terbatas hanya pada kemampuan logika atau analisis rasional, tetapi juga pada kemampuan untuk membayangkan dan menciptakan sesuatu yang baru.

 

Filsafat refleksi, yang terkait dengan tokoh seperti René Descartes dan Immanuel Kant, menekankan bahwa berpikir melibatkan kemampuan manusia untuk berpikir tentang pemikiran itu sendiri. Descartes dengan ungkapannya "Cogito, ergo sum" ("Saya berpikir, maka saya ada") mengemukakan bahwa pemikiran adalah bukti keberadaan diri manusia yang paling dasar. Pemikiran manusia tidak hanya tentang dunia luar, tetapi juga tentang diri sendiri, tentang apa yang dipikirkan, dan bagaimana pemikiran itu berhubungan dengan eksistensinya.

 

Kant mengembangkan pandangan tentang bagaimana manusia tidak hanya menerima informasi dari dunia luar, tetapi juga aktif membentuknya melalui kategori-kategori pemikiran. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir adalah proses aktif yang melibatkan interaksi antara individu dan dunia eksternal.

 

Berpikir juga terkait erat dengan pertimbangan etika dan moral. Manusia, sebagai makhluk berpikir, tidak hanya memikirkan diri mereka sendiri, tetapi juga mempertimbangkan bagaimana tindakan mereka memengaruhi orang lain. Immanuel Kant, dalam filsafat moralnya, berpendapat bahwa manusia memiliki kewajiban moral untuk bertindak berdasarkan prinsip-prinsip universal yang dapat diterima oleh semua orang, terlepas dari hasil atau konsekuensinya.

Teori etika utilitarianisme yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill mengajukan bahwa berpikir secara etis melibatkan perhitungan akibat tindakan terhadap kebahagiaan atau kesejahteraan terbesar bagi banyak orang. Etika deontologi menekankan pentingnya kewajiban moral dan prinsip-prinsip yang harus dihormati, tanpa memperhatikan hasilnya. Berpikir moral manusia mencakup kapasitas untuk mengevaluasi tindakan dan keputusan berdasarkan nilai-nilai yang lebih besar

 

Sementara ilmu psikologi, dengan fokus pada aspek joyful (kebahagiaan dan kesejahteraan), dapat berperan sebagai landasan yang menarik dalam mengembangkan konsep deep learning, terutama dalam menciptakan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas hidup dan memberikan dampak positif pada kebahagiaan dan kesenangan siswa. Dalam hal ini, kita bisa mengaitkan beberapa prinsip psikologi dengan prinsip-prinsip dalam deep learning yang menekankan kebahagiaan, kepuasan, dan rasa syukur pada diri siswa.

 

Positive psychology (psikologi positif) yang dikembangkan oleh Martin Seligman, berfokus pada studi tentang kekuatan manusia, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Deep learning dapat dirancang untuk tidak hanya fokus pada pencapaian efisiensi atau akurasi semata, tetapi juga untuk mempromosikan tujuan yang berhubungan dengan kebahagiaan siswa dalam belajar. Model deep learning dapat diprogram untuk mengenali dan mengembangkan pola yang mendukung pemenuhan tujuan positif dan perkembangan diri setiap siswa. Psikologi juga bisa digunakan untuk merumuskan deferensiasi bakat pada tiap siswa.

 

Dengan landasan ilmu psikologi, guru dapat lebih memperhatikan kekuatan dan kelebihan setiap individu  siswa (misalnya, dalam pembelajaran atau pengembangan karier), deep learning bisa memfasilitasi individu siswa untuk meraih kebahagiaan yang lebih besar melalui pencapaian potensi terbaik mereka.

 

Teori Kebutuhan Maslow (Maslow's Hierarchy of Needs) juga bisa menjadi landasan psikologis dalam pembelajaran dengan pendekatan deep learning. Teori ini mengemukakan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup bergantung pada pemenuhan kebutuhan manusia yang berjenjang, dari kebutuhan dasar (seperti makanan dan keamanan) hingga kebutuhan lebih tinggi (seperti aktualisasi diri).

 

Pendekatan deep learning dapat dirancang untuk mengenali kebutuhan individu, dari kebutuhan dasar hingga aspirasi pribadi, dan menyesuaikan pengalaman siswa untuk menciptakan kondisi yang lebih optimal untuk kebahagiaan.  Deep learning bisa digunakan untuk membantu individu mencapai potensi penuh mereka dengan mendukung pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan minat tiap siswa, meningkatkan rasa percaya diri dan kepuasan pribadi.

 

Teori Flow oleh Mihaly Csikszentmihalyi juga bisa menjadi landasan psikologis untuk mencapai joyfulness dalam pembelajaran deep learning. Flow adalah keadaan mental di mana seseorang sepenuhnya tenggelam dalam aktivitas yang menyenangkan dan menantang, dengan tingkat keterlibatan yang tinggi.

 

Psikologi Flow dalam deep learning dapat dioptimalkan untuk menciptakan pengalaman yang membawa para siswa ke dalam keadaan flow. Misalnya, dalam permainan (game) atau platform pembelajaran, deep learning dapat digunakan untuk menyesuaikan tingkat kesulitan atau tantangan sehingga pengguna tetap merasa tertantang tetapi tidak merasa kewalahan, menciptakan pengalaman yang sangat memuaskan. Pembelajaran matematika dengan model permainan juga bisa dilakukan dalam konteks ini.

 

Emosi positif dan pembelajaran emosional bisa menjadi landasan untuk menumbuhkan aspek joyful learning. Psikologi juga menunjukkan bahwa emosi positif, seperti kebahagiaan, rasa terima kasih, dan kegembiraan, dapat mempercepat pembelajaran dan meningkatkan keterlibatan.

 

Deep learning berbasis psikologi bisa dirancang untuk mengenali dan merespons emosi siswa. Sehingga guru dapat mendeteksi emosi seperti kebahagiaan atau frustrasi dan menyesuaikan responsnya untuk menciptakan pengalaman yang lebih menyenangkan.

 

Pendekatan psikologis yang dapat diterapkan untuk membuat proses belajar menjadi menyenangkan sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik. Jika pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan, maka siswa akan lebih terlibat, lebih mudah memahami materi, dan lebih termotivasi untuk belajar.

 

Kognitivisme berfokus pada bagaimana informasi diproses dan disimpan dalam pikiran. Pendekatan ini menekankan pentingnya struktur pengetahuan dan pemahaman dalam proses belajar. (1) Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) mengajak siswa untuk belajar melalui penyelesaian masalah nyata. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar konsep, tetapi juga cara mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam situasi yang relevan. Ini bisa sangat menyenangkan karena siswa merasa bahwa pembelajaran mereka langsung berhubungan dengan kehidupan nyata.

 

(2) Penggunaan Visual dan Alat Peraga seperti grafik, diagram, atau video dapat membantu siswa memahami konsep secara lebih jelas. Ini dapat meningkatkan minat dan keterlibatan karena memanfaatkan berbagai saluran pembelajaran (visual, auditori, kinestetik).

 

Teori Pembelajaran Sosial (Behaviorisme & Sosial Kognitif) juga bisa dijadikan landasan pembelajaran deep learning untuk menciptakan belajar yang menyenangkan. Teori ini berfokus pada pentingnya penguatan positif dan modeling dalam proses pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran yang menyenangkan, penguatan positif sangat penting.

 

Menggunakan pujian dan penguatan positif ketika siswa mencapai prestasi atau usaha yang baik dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. Ini menciptakan lingkungan yang mendukung dan menyenangkan, di mana siswa merasa dihargai atas usaha mereka. Belajar melalui Peran Model (Modeling) dengan menunjukkan contoh atau "role model" yang positif dapat memotivasi siswa untuk meniru dan mengikuti perilaku yang diinginkan. Jika guru atau pembimbing memberikan contoh yang menyenangkan dalam belajar, siswa akan lebih termotivasi untuk mengikuti.

 

Teoari konstruktivisme menekankan bahwa siswa aktif membangun pengetahuan mereka sendiri berdasarkan pengalaman. Pendekatan ini sangat relevan dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, karena mendorong keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Belajar bersama teman sekelas melalui diskusi atau proyek kelompok dapat membuat belajar menjadi lebih menyenangkan. Ketika siswa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, mereka merasa lebih terhubung dan mendapatkan lebih banyak pemahaman.

 

Pembelajaran yang menyenangkan sangat dipengaruhi oleh faktor emosional. Ketika siswa merasa bahagia, tertarik, atau termotivasi secara emosional, mereka lebih cenderung terlibat dalam proses pembelajaran. Suasana yang ramah, mendukung, dan bebas dari rasa takut membuat siswa merasa lebih nyaman untuk belajar. Pembelajaran yang menyenangkan sering kali dihasilkan dari lingkungan yang membuat siswa merasa diterima dan dihargai.

 

Teori pembelajaran berbasis minat (interest-based learning) yakni pembelajaran yang menyenangkan sangat bergantung pada minat pribadi siswa. Ketika pembelajaran dikaitkan dengan minat atau passion siswa, mereka akan lebih terlibat dan merasa senang untuk terus belajar.

 

Menyesuaikan topik pembelajaran dengan minat siswa, seperti menghubungkan pelajaran matematika dengan olahraga atau seni, dapat membuat materi lebih relevan dan menarik bagi mereka. Jika siswa merasa bahwa pembelajaran tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka, mereka akan lebih termotivasi untuk terlibat. Menggunakan metode interaktif, seperti kuis, diskusi, dan permainan peran, membantu menjaga minat siswa tetap tinggi. Ketika mereka aktif berpartisipasi, mereka merasa lebih terlibat dan menikmati proses pembelajaran.

 

Salah satu aspek penting dari pembelajaran yang menyenangkan adalah kemampuan untuk mengelola emosi dan membangun hubungan sosial yang positif selama proses belajar. Menciptakan hubungan yang baik antara siswa dan guru, serta antar sesama siswa, sangat penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Ketika siswa merasa didukung dan dihargai dalam kelompok, mereka lebih mungkin merasa nyaman dan senang dalam proses belajar.

 

Pembelajaran yang menyenangkan harus mengurangi kecemasan atau stres yang dapat menghalangi pemahaman siswa. Dengan mengurangi tekanan dan membuat pembelajaran lebih menyenangkan, siswa akan merasa lebih santai dan lebih siap untuk belajar.

 

Budaya literasi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pemahaman siswa atas realitas. Literasi bukan hanya sekedar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan menggunakan informasi dengan cara yang kritis dan bermakna.

 

Budaya literasi yang berkembang dengan baik dapat membantu siswa menghubungkan pengetahuan yang mereka peroleh di sekolah dengan dunia nyata, memberikan mereka wawasan yang lebih dalam tentang realitas, dan memperkuat keterampilan berpikir kritis mereka.

 

Budaya literasi yang baik mendorong siswa untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi untuk memprosesnya secara kritis. Melalui keterampilan literasi, siswa diajarkan untuk menganalisis teks, situasi, dan informasi secara lebih mendalam, serta mengevaluasi relevansi dan kebenaran informasi tersebut dalam konteks kehidupan nyata.

 

Keterampilan berpikir kritis yang dibangun melalui budaya literasi memungkinkan siswa untuk menilai argumen, membedakan fakta dan opini, dan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan bukti dan pertimbangan rasional. Refleksi pribadi juga menjadi bagian dari literasi, di mana siswa dihadapkan pada cara berpikir yang lebih mendalam dan menyeluruh mengenai dunia yang mereka alami, serta bagaimana mereka bisa berkontribusi dalam dunia tersebut.

 

Siswa yang memiliki budaya literasi yang kuat dapat mengaitkan materi yang mereka pelajari dengan kondisi sosial dan budaya yang ada di sekitar mereka. Literasi memperkenalkan siswa pada berbagai perspektif—baik dalam teks sastra, artikel berita, atau informasi ilmiah—yang memungkinkan mereka untuk melihat dunia dari sudut pandang yang lebih luas.

 

Melalui pembacaan dan pemahaman terhadap berbagai kisah dan narasi budaya, siswa dapat mengembangkan empati terhadap orang lain, memahami isu-isu sosial, politik, dan ekonomi, serta melihat keterkaitan antar berbagai budaya. Siswa yang terbiasa dengan budaya literasi akan lebih mampu memahami isu-isu global, seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, atau konflik internasional, dan melihat relevansi topik-topik tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.

 

Dengan memperkenalkan berbagai jenis bacaan—mulai dari teks fiksi, nonfiksi, hingga artikel ilmiah atau sejarah—budaya literasi dapat memperkaya wawasan siswa tentang dunia. Ini membantu mereka memahami realitas lebih holistik, tidak hanya terbatas pada pengalaman atau pengetahuan yang ada di sekitar mereka.

 

Literasi membantu siswa untuk terbuka terhadap berbagai topik dan bidang ilmu yang mungkin belum pernah mereka temui sebelumnya. Ini memperluas horizon mereka tentang apa yang mungkin terjadi di dunia dan bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupan mereka.

 

Budaya literasi juga membantu siswa untuk menghubungkan informasi yang mereka pelajari di satu bidang dengan bidang lainnya. Misalnya, dengan memahami sejarah, mereka dapat lebih mengerti konteks sosial atau politik saat ini. Atau dengan mempelajari ilmu pengetahuan, mereka bisa lebih memahami teknologi dan dampaknya terhadap kehidupan manusia.

 

Budaya literasi juga berhubungan erat dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Kemampuan ini penting untuk membantu siswa memahami realitas sosial mereka, terutama dalam konteks interaksi sosial dan penyampaian ide atau argumen di masyarakat.

 

Siswa yang terlatih dalam budaya literasi dapat mengungkapkan pemikiran mereka dengan lebih baik, baik secara tertulis maupun verbal. Ini membantu mereka dalam berinteraksi dengan orang lain, mengungkapkan pandangan mereka tentang isu-isu yang terjadi di masyarakat, dan mengembangkan argumentasi yang lebih kuat.

 

Kemampuan untuk menulis atau berbicara dengan baik juga mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis dan logis, yang sangat membantu siswa dalam memahami dunia sekitar mereka dan mengambil tindakan yang tepat.

 

Siswa yang tumbuh dalam budaya literasi akan lebih cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap dunia di sekitar mereka. Mereka akan lebih aktif mencari informasi dan mengajukan pertanyaan untuk memperdalam pemahaman mereka tentang realitas.

 

Budaya literasi memberikan kemampuan untuk berpikir secara mandiri, yang memungkinkan siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka tanpa bergantung sepenuhnya pada sumber dari luar. Ini adalah keterampilan yang sangat berguna dalam menghadapi tantangan dunia nyata.

 

Di era informasi saat ini, kemampuan untuk menilai dan menyaring informasi yang relevan dan benar sangat penting. Budaya literasi membantu siswa mengembangkan keterampilan ini, sehingga mereka bisa memahami dan menyaring informasi yang beredar di masyarakat dengan bijak.

 

Literasi tidak hanya mengacu pada kemampuan untuk memahami teks, tetapi juga pada kemampuan untuk merefleksikan diri dan terus berkembang sebagai individu. Dengan budaya literasi, siswa tidak hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga lebih mampu memahami diri mereka sendiri dalam konteks masyarakat yang lebih luas.

 

Literasi mengajarkan siswa untuk berpikir kritis terhadap nilai-nilai, norma, dan struktur sosial yang ada. Hal ini mendorong mereka untuk lebih sadar akan peran mereka dalam masyarakat dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam perubahan yang positif. Siswa yang terlibat dalam budaya literasi juga lebih mungkin untuk memahami isu-isu sosial yang relevan dengan hidup mereka, seperti ketidakadilan, perubahan sosial, dan kesenjangan ekonomi. Hal ini memotivasi mereka untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga agen perubahan dalam masyarakat.

 

Budaya literasi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang cerdas. Dengan mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis, siswa dapat lebih mudah menghadapi tantangan dunia nyata. Siswa yang terbiasa dengan budaya literasi cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana menyusun solusi untuk masalah yang mereka hadapi, baik itu masalah pribadi, sosial, atau akademik.

 

Budaya literasi yang mendalam juga mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan fleksibel dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada di dunia nyata, sehingga mereka dapat mengembangkan pendekatan yang lebih inovatif.

 

 (Ahmad Sastra, Kota Hujan, 26/02/25 : 15.10 )

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.