Oleh : Ahmad Sastra
Kan udah
saya bilang, selain Tuhan Yang Maha Esa (Allah) semua kekuasaan yang ada di
dunia lenyap punah. Ketenaran, kehebatan, kesaktian, dan kekuatan apa aja,
selain dari Allah, punah. Makanya yang saya hadapi adalah keserakahan dan
kerakusan, saya gulung. Takut sama siapa ?. Ujungnya kan mati. Lah mati bagi
saya mah, telur netes. Paham ?. Telur itik netes, piak, piak, piak. Pindah ke
alam yang lebih luas, sehingga saya lebih merdeka dan tidak terkungkung oleh
jasad, itu saja. Udah selesai, jadi takut sama siapa gitu kan ?. Emangnya hidup
ini selesai di dunia doang, singgahan doing dunia ini mah. (Kholid Nelayan)
Sosok
Bang Kholid, seorang nelayan pemberani melawan penjajah penjajahan oligarki
mestinya menjadi inspirasi bagi rakyat yang lebih banyak. Para pejabat dan
anggota dewan mestinya malu kepada Bang Kholid yang kokoh membela rakyat dan
melawan penjajah. Mestinya para pemimpin berani lepaskan belenggu ketakutan
dengan segala dalih dalil demi timbul dan tenggelam bersama rakyat.
Menyampaikan
kebenaran kepada penguasa zolim dan oligarki rakus bin serakah adalah bagian
dari jihad, bahkan jihad yang utama. Hal ini ditegaskan oleh sabda Rasulullah
: "Jihad yang paling utama ialah
mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim."
(HR Abu Daud).
Sosok
Bang Kholid yang mendadak viral bersamaan dengan polemik pagar laut yang cukup
menyita perhatian rakyat Indonesia beberapa pekan ini. Pro kontra bertebaran
dari para pejabat dan pemimpin. Ada pejabat dan tokoh yang mati-matian membela
oligarki, namun ada juga yang memilih diam membisu seribu bahasa. Bahkan para
peneriak : saya pancasila, saya Indonesia, nkri harga mati juga lenyap entak
kemana. Ironis memang negeri ini.
Yang
jelas belum ada langkah riil menindaklanjuti dugaan pidana atas kasus pagar
laut di Tangerang. Salah satunya terkait keberadaan sosok Aguan sebagai pemilik
Agung Sedayu Group yang dinilai pihak paling bertanggung jawab sebagaimana
laporan LBHAP PP Muhammadiyah. Apakah Prabowo bisa menuntaskan problem sistemik
pagar laut ini ? Dan seberapa pengaruh sosok keberadaan Aguan menjadi kendala
paling krusial ?
Filosofi
hidup Bang Kholid yang menyandarkan kepada kekuatan Allah adalah ciri khas seorang
muslim dalam menyikapi berbagai bentuk kemungkaran. Kesadaran akan kehidupan
yang singkat mestinya memang dimanfaatkan untuk kebaikan, bukan kemungkaran
apalagi kezoliman. Serakus-rakusnya oligarki menguasai dunia ini, toh dia akan
mati dimakan belatung tanah.
Perkembangan terkait
polemik pagar laut, sebagaimana ditulis tempo adalah bahwa Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid membatalkan sejumlah sertifikat
hak yang terbit di wilayah pagar laut di Desa Kohod, Tangerang, Banten.
Sertifikat yang dibatalkan itu mencakup sertifikat hak
guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Nusron Wahid mengatakan
proses pembatalan sertifikat dilakukan dengan hati-hati. Langkah pertama,
dimulai dengan mengecek dokumen yuridis. Kemudian, mengecek prosedur, lalu
mengecek fisik material. Ia telah melakukan pengecekan fisik pada Jumat
kemarin.
Dalam proses
peninjauan fisik itu, Nusron Wahid menyaksikan penandatanganan permohonan
pembatalan SK SHGB dan SHM yang diajukan oleh Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Tangerang yang langsung disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah BPN
Provinsi Banten.
Namun terkait
dengan sanksi dalam penerbitan sertifikat, Nusron Wahid mengatakan hal tersebut
merupakan tindak pidana. Hanya saja, di Kementerian ATR/BPN disebut
maladministrasi. Sebelumnya, Nusron Wahid menyampaikan ada sejumlah perusahaan
yang memiliki SHGB dan SHM pagar laut sepanjang 30,16
kilometer itu.
Rinciannya,
sebanyak 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur dan 20 bidang milik PT
Cahaya Inti Sentosa. Kemudian, ada 9 bidang atas nama perseorangan. Kemudian,
ada 17 bidang dengan sertifikat hak milik. Kedua perusahaan pemilik SHGB itu
merupakan anak usaha Agung Sedayu Group, perusahaan milik konglomerat Sugianto
Kusuma alias Aguan.
Nusron Wahid
mengatakan pencabutan sertifikat hak atas tanah itu bisa dilakukan Kementerian
ATR/BPN tanpa melalui perintah pengadilan. Sebab, sebagaimana Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, pencabutan sah dilakukan ketika terjadi
cacat administrasi dan sertifikatnya belum berusia lima tahun sejak
diterbitkan.
Negara tidak
boleh kalah melawan oligarki rakus dan serakah yang merugikan rakyat dengan
berbagai tipu dayanya. Kelompok-kelompok kaya ini, yang sering disebut sebagai
"oligarki," memiliki kekuatan besar dalam politik, ekonomi, dan
bahkan budaya. Mereka menggunakan kekayaan mereka untuk memperoleh kekuasaan
politik, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan status quo.
Kapitalisme
memungkinkan para pemilik perusahaan besar atau individu kaya untuk
berinvestasi dalam proses politik, baik melalui lobi, sumbangan politik, atau
bahkan mempengaruhi kebijakan publik. Dengan demikian, mereka sering kali dapat
mengubah undang-undang atau kebijakan yang menguntungkan mereka, seperti
pembebasan pajak, pengurangan regulasi, atau perlindungan terhadap monopoli
mereka. Dalam banyak kasus, ini mengarah pada pemerintahan yang lebih berpihak
pada kepentingan para oligarki daripada masyarakat umum.
Oligarki, dalam
konteks kapitalisme, mengendalikan sebagian besar sumber daya produktif,
seperti tanah, pabrik, dan perusahaan besar. Ini memberi mereka kontrol atas
perekonomian negara atau bahkan global. Dalam situasi ini, mereka memiliki
kapasitas untuk menentukan harga, upah, dan kebijakan ekonomi lainnya yang
berdampak pada kesejahteraan banyak orang, sambil meningkatkan keuntungan
mereka sendiri.
Dalam beberapa
bentuk kapitalisme, khususnya kapitalisme yang didominasi oleh oligarki, pasar
menjadi sangat terkonsentrasi dan kurang kompetitif. Oligarki dapat menggunakan
kekuatan ekonomi mereka untuk menekan atau menghancurkan pesaing kecil,
menciptakan pasar yang lebih terbatas dan terkontrol. Ini mengurangi peluang
bagi pengusaha kecil dan menengah serta memperkuat dominasi kelompok oligarki
dalam ekonomi.
Dalam banyak
kasus, oligarki memanfaatkan kapitalisme untuk memperkuat posisi mereka, bahkan
jika itu mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Misalnya, mereka bisa
menekan upah pekerja, menghindari pajak, atau bahkan memanfaatkan sumber daya
alam dengan cara yang merusak lingkungan untuk memperoleh keuntungan lebih
besar.
Dalam masyarakat
kapitalis yang didominasi oleh oligarki, terdapat dorongan untuk mempromosikan
ideologi yang membenarkan ketidaksetaraan ekonomi dan konsentrasi kekuasaan.
Oligarki sering berperan dalam mendukung ideologi pasar bebas, individualisme,
dan meritokrasi untuk menciptakan kesan bahwa sistem tersebut adil dan bahwa
kekayaan mereka adalah hasil dari usaha dan bakat pribadi, meskipun
kenyataannya banyak dari mereka yang mempertahankan dominasi melalui pengaruh
politik dan ekonomi.
Kapitalisme
oligarki terfokus pada keuntungan besar dan kebebasan pasar yang dapat
menciptakan kondisi yang memperkuat oligarki, di mana kekuasaan dan kekayaan
terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau kelompok. Sebaliknya, oligarki
mendominasi sistem kapitalis untuk menjaga posisi dominan mereka dalam ekonomi
dan politik.
Karena itu, jangan hanya Bang Kholid dan kawan-kawan yang lantang melawan oligarki rakus dan serakah. Negara wajib berpihak kepada rakyat, jika oligarki terbukti telah menyebabkan kesengsaraan rakyat, terlebih jika oligarki menzolimi rakyat. Pemerintah jangan sampai malah menjadi bamper oligarki hanya karena mendapatkan seonggok nasi basi dari mereka.
Kasus ini harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya. Siapapun yang terlibat, dari tingkat RT sampai presiden sekalipun harus diproses hukum. Haram hukumnya, oligarki memagari laut, terlebih dengan cara-cara zolim. Sebab laut adalah milik umum, haram diprivatisasi. kembalikan laut untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, khususnya para nelayan.
(Ahmad Sastra, Kota
Hujan, 29/01/25 : 23.14 WIB)