Oleh : Ahmad
Sastra
Indonesia negeri Pancasila, namun sistem yang
diterapkan justru kapitalisme demokrasi sekuler. Demokrasi itu sendiri sebenarnya
tidak ada dalam pancasila. Klaim negeri pancasila sebenarnya hanya tipuan
belaka. Kapitalisme dan komunisme tak ada tempat dalam pancasila, apalgi dalam
Islam. Kapitalisme melahirkan oligarki. Relasi antara kapitalisme dan kuasa oligarki
sangat erat, karena keduanya saling memperkuat satu sama lain dalam banyak
kasus.
Dalam sistem kapitalisme, terutama kapitalisme yang
tidak diatur atau kurang diatur, individu atau kelompok dengan modal besar
dapat mengakumulasi kekayaan yang sangat besar. Ini menciptakan ketimpangan
ekonomi yang luas, di mana sebagian kecil orang mengendalikan mayoritas sumber
daya.
Kelompok-kelompok kaya ini, yang sering disebut
sebagai "oligarki," memiliki kekuatan besar dalam politik, ekonomi,
dan bahkan budaya. Mereka menggunakan kekayaan mereka untuk memperoleh kekuasaan
politik, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan status quo.
Kapitalisme
memungkinkan para pemilik perusahaan besar atau individu kaya untuk
berinvestasi dalam proses politik, baik melalui lobi, sumbangan politik, atau
bahkan mempengaruhi kebijakan publik. Dengan demikian, mereka sering kali dapat
mengubah undang-undang atau kebijakan yang menguntungkan mereka, seperti
pembebasan pajak, pengurangan regulasi, atau perlindungan terhadap monopoli
mereka. Dalam banyak kasus, ini mengarah pada pemerintahan yang lebih berpihak
pada kepentingan para oligarki daripada masyarakat umum.
Oligarki, dalam
konteks kapitalisme, mengendalikan sebagian besar sumber daya produktif,
seperti tanah, pabrik, dan perusahaan besar. Ini memberi mereka kontrol atas
perekonomian negara atau bahkan global. Dalam situasi ini, mereka memiliki
kapasitas untuk menentukan harga, upah, dan kebijakan ekonomi lainnya yang
berdampak pada kesejahteraan banyak orang, sambil meningkatkan keuntungan
mereka sendiri.
Dalam beberapa
bentuk kapitalisme, khususnya kapitalisme yang didominasi oleh oligarki, pasar
menjadi sangat terkonsentrasi dan kurang kompetitif. Oligarki dapat menggunakan
kekuatan ekonomi mereka untuk menekan atau menghancurkan pesaing kecil,
menciptakan pasar yang lebih terbatas dan terkontrol. Ini mengurangi peluang
bagi pengusaha kecil dan menengah serta memperkuat dominasi kelompok oligarki
dalam ekonomi.
Dalam banyak
kasus, oligarki memanfaatkan kapitalisme untuk memperkuat posisi mereka, bahkan
jika itu mengorbankan kepentingan masyarakat luas. Misalnya, mereka bisa
menekan upah pekerja, menghindari pajak, atau bahkan memanfaatkan sumber daya
alam dengan cara yang merusak lingkungan untuk memperoleh keuntungan lebih
besar.
Dalam masyarakat
kapitalis yang didominasi oleh oligarki, terdapat dorongan untuk mempromosikan
ideologi yang membenarkan ketidaksetaraan ekonomi dan konsentrasi kekuasaan.
Oligarki sering berperan dalam mendukung ideologi pasar bebas, individualisme,
dan meritokrasi untuk menciptakan kesan bahwa sistem tersebut adil dan bahwa
kekayaan mereka adalah hasil dari usaha dan bakat pribadi, meskipun
kenyataannya banyak dari mereka yang mempertahankan dominasi melalui pengaruh
politik dan ekonomi.
Kapitalisme
oligarki terfokus pada keuntungan besar dan kebebasan pasar yang dapat
menciptakan kondisi yang memperkuat oligarki, di mana kekuasaan dan kekayaan
terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau kelompok. Sebaliknya, oligarki
mendominasi sistem kapitalis untuk menjaga posisi dominan mereka dalam ekonomi
dan politik.
Indonesia, negeri
pancasila ini sesungguhnya negeri yang dijajah oligarki. Ada beberapa
indikatornya. Pertama, sebagian besar kekuasaan dan sumber daya ekonomi
dikendalikan oleh segelintir orang atau kelompok elit. Ini mengarah pada
ketimpangan ekonomi dan sosial yang besar, di mana sebagian besar penduduknya
tidak memiliki akses yang setara terhadap kekayaan dan kesempatan.
Kedua, oligarki
sering kali melibatkan praktek korupsi yang meluas, dengan pejabat publik atau
pemimpin negara yang terhubung dengan kelompok bisnis besar. Mereka saling
mendukung untuk mempertahankan status quo, dengan sedikit perhatian terhadap
kesejahteraan rakyat.
Ketiga, kelompok
oligarki ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kebijakan pemerintah
dan pembuatan undang-undang. Keputusan-keputusan politik sering kali berpihak
pada kepentingan mereka, bukan pada kepentingan umum.
Keemp[at, oligarki
cenderung memperburuk ketidakadilan sosial, karena kekayaan dan kesempatan
lebih banyak dikendalikan oleh kelompok elit. Hal ini dapat memperburuk
ketimpangan antara kelompok kaya dan miskin, serta meningkatkan kemiskinan dan
ketidaksetaraan.
Kelima, dalam
negara yang dijajah oleh oligarki, demokrasi sering kali hanya bersifat formal.
Pemilihan umum dan kebebasan politik sering kali dikendalikan oleh elite
oligarki, dengan sedikit ruang bagi partisipasi atau suara rakyat yang
independen.
Keenam, media
sering kali dikuasai oleh kelompok oligarki, yang mengontrol narasi publik
untuk menjaga kekuasaan mereka. Oleh karena itu, masyarakat mungkin tidak
mendapatkan informasi yang objektif dan kritis mengenai kondisi politik dan
ekonomi.
Islam secara
teologis dan sosial mendorong prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan penghindaran
ketimpangan yang berlebihan dalam masyarakat, yang secara tidak langsung dapat
dilihat sebagai upaya untuk menghapus struktur oligarki.
Islam sangat
menekankan pentingnya keadilan (adl) dalam kehidupan sosial. Dalam Al-Qur'an,
ada banyak ayat yang mengajak umat manusia untuk berlaku adil terhadap sesama,
baik dalam hal ekonomi, politik, maupun sosial. Salah satu ajaran utama adalah
bahwa kekayaan tidak boleh terkonsentrasi hanya di tangan segelintir orang,
tetapi harus tersebar secara adil di antara seluruh lapisan masyarakat.
Islam melarang
praktik-praktik yang dapat menimbulkan ketidakadilan ekonomi, seperti riba (bunga
yang memberatkan), monopoli, dan penindasan terhadap orang miskin. Dalam sistem
ekonomi Islam, sumber daya dan kekayaan harus dikelola dengan cara yang lebih
berkeadilan, dan zakat sebagai salah satu kewajiban umat Islam dapat membantu
mendistribusikan kekayaan untuk mengurangi ketimpangan sosial.
Dalam ajaran
Islam, setiap individu dianggap setara di hadapan Allah SWT , terlepas dari
status sosial, ras, atau kekayaan. Nabi Muhammad SAW menekankan dalam Khutbah
Wada' (khutbah terakhir) bahwa "tidak ada perbedaan antara orang Arab dan
non-Arab, tidak ada perbedaan antara orang kulit putih dan kulit hitam, kecuali
dalam takwa (ketaatan kepada Allah SWT)." Prinsip kesetaraan ini menentang
dominasi oleh segelintir orang kaya atau elit yang dapat mengendalikan sumber
daya atau kekuasaan.
Dalam konsep
pemerintahan Islam (khilafah), pemimpin haruslah seorang yang adil dan
bijaksana, dengan tujuan untuk melayani rakyat dan mengedepankan kepentingan
umat. Pemimpin dalam Islam tidak boleh memperkaya diri sendiri atau kelompok
tertentu dengan cara yang tidak adil. Hal ini bertentangan dengan struktur
oligarki, di mana kekuasaan dan kekayaan terpusat pada segelintir individu.
Islam menekankan
bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan
keadilan. Dalam hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Setiap kalian adalah
pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya."
Pemimpin yang
mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya, lebih mementingkan kekuasaan
dan kekayaan, akan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT, bahkan jika
melanggar syariah bisa dima’zulkan. Ini bertentangan dengan prinsip oligarki,
di mana pemimpin atau kelompok elit mengutamakan kekuasaan dan keuntungan pribadi
tanpa tersentuh hukum. Sebab hukum ada di tangan oligarki itu sendiri.
Secara
keseluruhan, meskipun Islam mengajarkan prinsip-prinsip yang menghapus
oligarki, implementasi nyata dari ajaran-ajaran ini sangat bergantung pada
kesungguhan masyarakat dan pemimpin dalam mewujudkan nilai-nilai keadilan
sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam institusi khilafah Islam.
(Ahmad Sastra, Kota
Hujan, 28/01/25 : 20.38 WIB)