Oleh : Ahmad Sastra
Pidato presiden terpilih AS yang mengancam akan
“melepaskan neraka ke Gaza” jika sandera Israel tak dilepaskan segera. Ancaman
yang disampaikan di kediamannya di Florida itu ditafsirkan sebagai pengerahan
pasukan militer. (Republika, Rabu 08 Jan 2025 18:56 WIB)
Anehnya bersamaan dengan pidato presiden terpilih AS,
negara itu justru dilanda kebakaran
hutan dahsyat melanda wilayah Los Angeles Amerika Serikat. Api
menghancurkan rumah-rumah, menyumbat jalan raya sementara puluhan ribu orang
melarikan diri dan menghabiskan sumber daya ketika api berkobar tanpa dapat
dikendalikan pada Rabu pagi. Mungkin Allah murka dengan kesombongan kecongkakan
negara kafir penjajah tersebut.
Sementara itu, Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair al-Shun,
mendorong masyarakat internasional untuk menghentikan agresi Israel terhadap
Palestina. Sebab militer Israel telah melakukan genosida terhadap warga sipil,
khususnys di Gaza. Shun pun mempertanyakan tujuan genosida itu. "Apa yang
ada di balik perang ini? Untuk memaksa warga Palestina meninggalkan
tanah air mereka? Untuk mengakhiri martabat Palestina?" kata Shun saat
menghadiri deklarasi dukungan dan solidaritas untuk Palestina di kantor
Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu, 8 Januari 2025.(Tempo.co)
Pada hari
ke-368 agresi Israel ke Jalur Gaza, penjajah
Israel melakukan delapan pembantaian terhadap keluarga-keluarga di Jalur Gaza,
di mana 56 korban tewas dan 278 korban luka-luka tiba di rumah sakit dalam
waktu 24 jam. Sejak 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas akibat agresi Israel
telah meningkat menjadi 41.965 martir dan 97.590 orang terluka.
Setidaknya
51 warga Palestina lainnya tewas dalam serangan Israel yang tak henti-hentinya
di Jalur Gaza, sehingga menambah jumlah korban tewas secara keseluruhan sejak
Oktober 2023 menjadi 45.936 orang, kata Kementerian Kesehatan di wilayah
kantong tersebut pada Rabu 8 Januari 2025. Pernyataan kementerian menambahkan
bahwa sekitar 109.274 orang lainnya terluka dalam serangan yang sedang
berlangsung.
Pasukan pendudukan Israel terus melakukan
pembantaian di Jalur Gaza, diperparah dengan blokade udara, laut, dan darat
yang memperdalam penderitaan warga. Penjajah Israel melakukan tiga pembantaian
terpisah di berbagai lokasi di Jalur Gaza, yang menyebabkan banyak korban gugur
dan luka-luka. Jumlah korban tewas akibat bombardir penjajah Israel terhadap
kamp Nuseirat dan al-Bureij di Gaza tengah meningkat menjadi 27 orang.
Pencarian orang hilang dan tewas sedang berlangsung di sebuah bangunan yang
menjadi target penjajah di Blok 3 kamp al-Bureij, yang menjadi tempat
penampungan bagi puluhan pengungsi. (Tempo.co).
Tempo.co juga
menulis bahwa selain itu, di Khirbet al-Adas, sebelah utara kota Rafah di Jalur
Gaza selatan, penembakan Israel terhadap sebuah masjid mengakibatkan kematian
seorang wanita dan melukai beberapa orang lainnya. Al Mayadeen juga
melaporkan adanya tembakan dari helikopter Israel yang diarahkan ke rumah-rumah
penduduk di daerah Beit Lahia di utara Gaza, yang menargetkan kamp Jabalia,
Beit Lahia, dan siapa pun yang bergerak di wilayah utara.
Dunia Islam Baraninya
Hanya Mengecam
Para Duta Besar negara
anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Rumania, pada Rabu, 2
Oktober 2024, mendesak semua pihak menghentikan segala dukungan terhadap agresi
Israel. Ini sebagai sebuah gerakan solidaritas untuk Lebanon, dan rakyat
Palestina. Dalam pernyataan diplomatik yang disampaikan di Kedutaan Lebanon di
Bucharest, 20 Duta Besar negara anggota OKI mendesak komunitas internasional
untuk memastikan penghormatan terhadap resolusi PBB dan hukum internasional
serta menghentikan segala dukungan terhadap Israel.
“Setahun
yang lalu, kami berdiri dalam solidaritas untuk mengutuk agresi Israel di
Gaza, Al-Quds Al -Sharif dan Tepi Barat. Hampir satu tahun kemudian, meski
mendapat kecaman global, situasi di Gaza dan Tepi Barat semakin memburuk,” kata
Duta Besar Indonesia untuk Rumania dan Republik Moldova, Meidyatama
Suryodiningrat, yang mewakili para kepala perwakilan negara anggota OKI.
(Tempo.co)
Sementara, Imam
Besar Universitas Al-Azhar Mesir, Syekh Ahmed Al-Tayeb,
mengkritik negara-negara di dunia atas sikap diam dan kemunafikan mereka
terhadap perang dahsyat Israel terhadap Lebanon dan Jalur Gaza yang
telah merenggut nyawa puluhan ribu orang, dan menggambarkannya sebagai
"skizofrenia politik". Hal ini disampaikan dalam sebuah pertemuan
dengan Presiden Persekutuan Gereja-gereja Injili Timur Tengah, Pendeta Andre
Zaki, dan sebuah delegasi dari Dewan Gereja-gereja Afrika Selatan dan
gereja-gereja Amerika.
Sementara para
pemimpin dunia Islam justru mengidap penyakit hipokrit politik, yakni tindakan atau sikap seseorang yang terlibat
dalam dunia politik yang berpura-pura atau bertindak bertentangan dengan nilai,
prinsip, atau janji yang mereka ucapkan sebelumnya.
Dalam konteks
ini, pemimpin muslim yang hipokrit politik adalah pemimpin yang menampilkan
diri dengan ideologi atau kebijakan tertentu untuk mendapatkan dukungan publik,
tetapi dalam kenyataannya mereka tidak konsisten dengan kata-kata mereka atau
melakukan tindakan yang bertentangan dengan komitmen tersebut. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya koar-koar mengutuk Israel, namun tanpa ada tindakan
nyata untuk menolong warga Palestina sebagai sesama muslim.
Para pemimpin
negara OKI, seolah mendukung kecaman atas agresi Israel demi mendapatkan
dukungan, tetapi bertindak berbeda di belakang layar, yakni dengan tetap
bermesraan dengan Amerika yang justru merupakan negara utama pendukung agresi
Israel tersebut. Negara-negara Timur Tengah pasca runtuhnya Khilafah Islam
memang tak lagi mampu berbuat, kecuali terpacah belah di bawah hegemoni negara
penjajah seperti Rusia, Inggris, Perancis dan tentu saja Amerika. Negeri-negeri
muslim seperti makanan yang diperebutkan oleh para serigala.
Hipokrit politik
negeri muslim atas kondisi saudaranya di palestina juga bisa disebut dengan
istilah skizofrenia politik. Skizofrenia politik adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan ketidakkonsistenan atau kebingungannya posisi politik negara-negara
muslim yang tergabung dalam OKI yang tampak bertentangan antara satu sama lain,
seolah-olah ada dua sikap atau pandangan yang berbeda dalam diri mereka, mirip
dengan kondisi skizofrenia di bidang psikologi yang melibatkan perpecahan atau
konflik dalam pikiran seseorang.
Secara lebih
spesifik, skizofrenia politik dapat terjadi ketika negeri-negeri muslim sering
mengubah pandangan politik mereka atau bertindak dengan cara yang sangat
bertentangan dengan nilai dan prinsip yang mereka anut sebelumnya. Hal ini bisa
terjadi karena berbagai alasan, seperti untuk mencari keuntungan politik,
pragmatisme, atau ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang konsisten. Sebab,
negeri-negeri muslim pada faktanya masih menjadi sekutu Amerika, sehingga tak
mampu mengambil sikap tegas atas penjajahan Israel yang merupakan anak emas
Amerika.
Rajab dan
Perjuangan Palestina
Bulan Rajab
adalah bulan istimewa bagi kaum muslimin seluruh dunia. Dalam konteks
perjuangan, pada bulan inilah terjadi peristiwa bersejarah yang mestinya
memantik persatuan dan perjuangan membela Palestina dengan jihad dan khilafah. Israel
yang didukung penuh oleh Amerika tidak mungkin dilawan oleh rakyat Palestina
sendirikan. Dibutuhkan persatuan negeri-negeri muslim dalam naungan khilafah
dan menyerukan jihad fi sabilillah.
Dalam sejarah,
bulan Rajab terjadi peristiwa pembebasan Baitul Maqdis untuk pertama kalinya.
Pembebasan ini terjadi pada Bulan Rajab tahun ke-15 H (637 M), juga pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Saat itu Baitul Maqdis berada
di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi. Setelah kekalahan Kekaisaran Romawi dalam
Perang Yarmuk (13 H/636 M), pasukan Khilafah Islam yang dipimpin oleh Abu
Ubaidah bin al-Jarrah ra. mengepung kota tersebut.
Penduduk Baitul
Maqdis, yang menyadari kekuatan pasukan Muslim dan keadilan Khilafah Islam,
akhirnya bersedia menyerahkan kota itu dengan satu syarat: Khalifah Umar
sendiri yang datang untuk menerima penyerahan kota tersebut. Saat itu Pendeta
Sophronius, pemimpin umat Kristen di Baitul Maqdis, menyerahkan kunci kota itu
kepada Khalifah Umar. Khalifah Umar lalu memastikan keamanan dan kebebasan
beragama bagi penduduk non-Muslim, sebagaimana tercantum dalam Piagam Umar
(Lihat: Al-Baladhuri, Futuuh al-Buldaan, hlm. 144).
Di bulan Rajab
pula, peristiwa Pembebasan Baitul Maqdis yang kedua kalinya terjadi. Ini juga
merupakan salah satu peristiwa monumental dalam sejarah Islam. Pada tanggal 2
Oktober 1187 M (27 Rajab 583 H), Sultan Shalahuddin al-Ayyubi berhasil
membebaskan Yerusalem (Baitul Maqdis) dari pendudukan pasukan Salib yang
sebelumnya menguasai wailayah ini selama hampir 88 tahun.
Sultan
Shalahuddin lalu memberikan amnesti (pengampunan) kepada penduduk non-Muslim
yang tinggal di Yerusalem. Mereka pun diizinkan meninggalkan kota dengan
selamat. Bahkan Sultan Shalahuddin memberikan sejumlah uang kepada mereka untuk
membantu perjalanan mereka (Ibn Katsir, Al-Bidaayah wa an-Nihaayah, 12/28). Ini
tentu berbeda dengan perlakuan kejam pasukan Salib terhadap laum Muslim ketika
mereka menaklukkan Yerusalem sebelumnya.
Bagi seorang
muslim, persoalan Palestina bukanlah persoalan sekedar persoalan kemanusiaan,
kolonialisme dan kezaliman, namun lebih dari itu adalah persoalan agama, yakni
persoalan aqidah, syariah dan politik Islam. Umat Islam wajib melek politik
Islam dalam melihat krisis palestina, bukan sekedar dari sisi solidaritas
kemanusiaan.
Dikatakan sebagai
persoalan aqidah karena Masjidil Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi
kaum Muslimin. “Nabi pernah bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke
masjid kecuali ke Masjidil Haram, masjidku (Masjid Nabawi, red) dan Masjidil
Aqsa. Jadi tanah Palestina juga tanah yang diberkati.Dikatakan sebagai
persoalan syariah Islam, karena ajaran Islam sangat mengharamkan berbagai
bentuk penjahahan, ketidakadilan, kezaliman dan kemungkaran.
Keharaman atas
segala bentuk penjajahan dibuktikan oleh umat Islam yang sejak awal telah menjadi
garda terdepan dalam mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari tanah pertiwi
ini. Kemerdekaan RI sebagai rahmat dari Allah adalah merupakan jerih payah para
kyai dan santri yang dengan gigih angkat senjata berjihad melawan penjajah.
Bahkan oleh KH Hasyim Asyari pernah dicetuskan resolusi jihad. Artinya jihad
adalah kemuliaan kaum muslimin, sekaligus solusi terbaik atas adanya
penjajahan. Jihad adalah kemuliaan, bukan radikalisme apalagi terorisme
sebagaimana tuduhan para kafir penjajaha dan antek-anteknya.
Begitupun yang
kini terjadi di Palestina, dimana anak-anak yang tak berdosa menjadi korban
kebiadaban zionis Israel. Islam sendiri melarang pembunuhan, bahkan dinyakan
jika terbunuh seorang muslim tanpa hak, disamakan dengan membunuh semua umat
manusia. Ini membuktikan bahwa syariat Islam bukan hanya persoalan kemanusiaan,
namun lebih dari itu adalah persoalan syariah.
Jika ditinjau
dari perspektif politik Islam, maka bisa ditelusuri secara historis bahwa
penjajahan zionis atas palestina adalah ketika umat Islam kehilangan
pelindungnya, yakni khilafah Islamiyah. Sebab ketika masih ada khilafah, negeri
Palestina mendapat perlindungan maksimal dari berbagai bentuk ancaman. Bahkan
Khalifah Umar bin Khaththab ra, memberikan amanah kepada kaum muslimin untuk
melindungi kaum Nashrani dari ancaman Yahudi dengan mencegah Yahudi tinggal di
Palestina. Hal itu dituangkan dalam Perjanjian Umariyah/Perjanjian Illiya
tatkala penduduk Palestina yang semuanya Nashrani menyerahkan secara sukarela
tanahnya kepada kaum Muslimin.
Ketika khilafah
islamiyah runtuh pada tahun 1924, maka tak ada lagi perlindungan atas bumi
Palestina yang diberkahi itu. Sebaliknya, dengan leluasa zionis Israel terus
melakukan berbagai bentuk kezaliman atas kaum muslimin dan bahkan merubut
tanah-tanah palestina sedikit demi sedikit. Palestina adalah persoalan umat
Islam sedunia, karena tanah Palestina adalah milik umat Islam.
Persoalan pokok
Palestina itu adalah adanya penjajah Israel yang merampas tanah kaum muslimin
dan melakukan pendudukan dan penjajahan. Jadi perjuangan ini harus fokus pada bagaimana agar
Israel terusir dan lenyap dari Palestina. Perjuangan untuk membuat mundur
Israel dari tanah Palestina, tidak mungkin bisa diraih dengan perdamaian,
diplomasi atau perjuangan orang perorang.
Mengapa
perdamaian bukan merupakan opsi solusi atas krisis Palestina Israel, sebab
perdamaian mensyaratkan dua hal : pengakuan eksistensi negara penjajah Israel
dan yang kedua Israel dan Palestina akan menjadi dua negara yang berdampingan. Jalan
satu-satunya adalah jihad fi Sabilillah mengusir zionis dari bumi Palestina,
sebagai dahulu para pahlawan mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari bumi
Indonesia.
Menghapi
imperialisme negara tidaklah bisa dilakukan oleh orang perorang, namun idealnya
harus dihadapi lagi oleh sebuah institusi negara. Untuk itu adalah keharusan
negeri-negeri muslim segera bertobat kepada Allah, lantas bangki dan bersatu
padu melawan segala bentuk penjajahan. Jika dahulu khilafah Islam mampu
melindungi Palestina, karena semua negeri muslim bersatu padu, tidak tercerai
berai.
Membantu
Palestina dengan lantunan doa, harta dan gerakan solidaritas tidaklah sia-sia,
insyaaallah mendapat pahala dari Allah. Namun semua itu bukanlah solusi
fundamental atas krisis Palestina. Sebab persoalan Palestina adalah masalah
penjajahan yang harus diusir dari negeri para Nabi itu.
Ilustrasinya
sederhana, jika ada saudara kita sedang disiksa dan mau dibunuh oleh penjahat,
bantuan apa yang paling tepat untuk saudara kita itu. Membantu makanan tentu
tidak tepat, sebab saat disiksa dan hendak dibunuh, dia tidak butuh makanan.
Bantuan terbaik adalah membantu melawan dan mengalahkan penjahat itu, hingga
teman kita terbebas dari kejahatan tersebut.
Namun perlu
diingat juga bahwa dalam setiap peristiwa penjajahan negara atas negara, akan
ada saja orang-orang yang justru berkhianat menjadi antek dan budak penjajah
untuk mendapatkan seonggok dunia. Dahulu di zaman penjajahan belanda dan
postugis maupun jepang juga muncul para pengkhianat yang rela makan tulang
saudaranya sendiri. Dalam kasus palestina juga jangan kaget jika ada rakyat
Indonesia yang justru memuja penjajah zionis dan membenci palestina, merekalah
para pengkhianat itu.
Akhirnya, oleh
karena yang kita hadapi adalah negara-negara imperialis, maka kekuatan yang
seimbang itu tidak ada yang lain kecuali Daulah Khilafah Islam. Negara global
yang menyatukan kaum muslim. Daulah Khilafah ini nanti akan menyerukan jihad fi
sabilillah kepada kaum muslim seluruh dunia untuk membebaskan Palestina. Perlu
kita catat, Palestina saat dibebaskan oleh Sholahuddin al Ayyubi pada saat kaum
muslim memiliki Daulah Khilafah Islam. Nah momentum Rajab harus menjadi
pemantik lebih kuat lagi untuk persatuan umat menegakkan daulah khilafah.
(Ahmad Sastra, Kota
Hujan, 09/01/24 : 12.01 WIB)