FILOSOFI DEEP LEARNING : IMAN, ADAB, ILMU DAN AMAL



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Iman adalah landasan utama bagi pembentukan adab. Iman yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya akan membentuk akhlak dan adab seseorang. Seseorang yang memiliki iman yang kokoh akan berusaha mengikuti contoh terbaik dari Rasulullah SAW, karena beliau adalah teladan sempurna dalam hal adab, akhlak, dan cara hidup.

 

Ketika iman seseorang kuat, dia akan senantiasa menjaga hubungan baik dengan Allah, dan itu tercermin dalam hubungan dengan sesama manusia. Misalnya, dengan menjaga sikap rendah hati, bersikap sabar dalam menghadapi ujian, menghormati orang lain, dan berusaha untuk selalu berbuat baik, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah. Iman juga mengajarkan kita untuk selalu memperbaiki diri, mencari ilmu, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik.

 

Adab yang baik tidak hanya tentang bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga bagaimana kita berhubungan dengan Allah. Iman yang teguh akan mendorong kita untuk selalu berusaha memperbaiki diri, dan adab akan menjadi wujud nyata dari usaha tersebut.

 

Adab memang sangat penting dalam kehidupan. Dalam banyak tradisi, terutama dalam Islam, adab sering kali dianggap lebih tinggi daripada ilmu, karena adab yang baik mencerminkan akhlak dan cara kita berinteraksi dengan orang lain, serta bagaimana kita menghormati ilmu itu sendiri. Tanpa adab, ilmu bisa disalahgunakan atau tidak membawa manfaat yang maksimal. Adab juga membantu kita menjaga hubungan baik dengan orang lain, baik dalam konteks sosial maupun spiritual.

 

Indahnya adab Rasulullah SAW memang luar biasa. Beliau adalah contoh sempurna dalam segala aspek kehidupan, dari cara berbicara, bertindak, hingga berinteraksi dengan sesama. Adab Rasulullah mencakup kelembutan, kesabaran, kerendahan hati, dan rasa hormat yang tinggi kepada orang lain, tak peduli siapa mereka. Beliau tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menunjukkan cara terbaik untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

 

Rasulullah SAW sangat perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya, mulai dari keluarga, sahabat, hingga orang yang mungkin tidak sejalan dengan beliau. Misalnya, beliau sangat menghormati orang tua, memperlakukan anak-anak dengan kasih sayang, dan selalu menjaga perkataan agar tidak menyakiti hati orang lain. Beliau juga menunjukkan sifat pemaaf yang luar biasa, bahkan kepada musuh-musuhnya.

 

Salah satu adab Rasulullah yang paling indah adalah ketulusan hatinya, bahwa beliau selalu berusaha melakukan segala sesuatu dengan niat yang ikhlas demi Allah dan untuk kebaikan umat. Salah satu hadis terkenal menyatakan: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad).

 

Adab melandasi ilmu dan menjadikannya lebih bermakna. Tanpa adab, ilmu bisa saja disalahgunakan atau bahkan tidak diterima dengan baik. Adab berfungsi sebagai pelindung bagi ilmu agar tidak jatuh pada penyalahgunaan, dan juga sebagai penghubung agar ilmu bisa diterima dengan hati yang lapang, baik oleh pengajar maupun yang belajar.

 

Dalam konteks ini, adab berperan besar dalam cara kita mencari dan menyampaikan ilmu. Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa ilmu bukan hanya untuk dipelajari, tetapi juga untuk diamalkan dan disampaikan dengan cara yang baik. Misalnya, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa "Ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat dosa." Ini mengingatkan kita bahwa adab dalam mencari ilmu—termasuk niat yang tulus, kesabaran, dan rasa hormat terhadap guru serta teman sejawat—adalah bagian yang tak terpisahkan dari proses mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

 

Adab juga meliputi bagaimana kita mengamalkan ilmu itu. Misalnya, ilmu tentang kebaikan akan menghasilkan perbuatan baik, ilmu tentang kesabaran akan membawa kita untuk lebih sabar, dan ilmu tentang berbicara dengan lembut akan membuat kita lebih berhati-hati dalam berkata-kata.

 

Jadi, jika adab dan ilmu berjalan beriringan, keduanya saling menguatkan, dan hasilnya adalah keilmuan yang bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Para ulama memang sangat menekankan pentingnya belajar adab sebelum ilmu. Mereka mengajarkan bahwa adab adalah fondasi yang sangat penting dalam mendapatkan dan mengamalkan ilmu. Tanpa adab yang baik, ilmu yang kita pelajari bisa jadi tidak membawa keberkahan dan tidak memberikan manfaat yang maksimal

 

Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya' Ulumuddin menyatakan bahwa adab adalah "pelita" yang menerangi jalan ilmu. Menurut beliau, adab yang baik akan membantu seseorang dalam menerima dan mengamalkan ilmu dengan cara yang benar. Tanpa adab, ilmu hanya akan menjadi beban dan tidak membawa kebaikan. Imam Al-Ghazali juga menekankan bahwa ilmu yang didasari dengan adab yang benar akan mengarah pada perbuatan yang baik, sementara ilmu tanpa adab bisa menuntun pada kesombongan dan kesalahpahaman.

 

Imam Syafi'i pernah berkata, "Ilmu itu adalah cahaya yang Allah letakkan dalam hati seorang hamba, dan adab itu adalah jalan untuk mendapatkan ilmu." Beliau mengingatkan bahwa seseorang yang memiliki adab yang baik akan lebih mudah memahami dan menyerap ilmu, karena hati mereka lebih terbuka dan terjaga dari kesombongan serta riya.

 

Imam Ahmad bin Hanbal juga menyatakan bahwa "Ilmu tanpa adab adalah seperti pohon tanpa buah." Ini menunjukkan betapa pentingnya adab dalam perjalanan menuntut ilmu. Beliau menyarankan agar seseorang terlebih dahulu menanamkan adab yang baik dalam dirinya sebelum mempelajari hal-hal yang lebih dalam tentang ilmu agama. Adab akan membantu mengarahkan kita agar ilmu yang kita peroleh tidak hanya dipahami dengan akal, tetapi juga diterima dengan hati yang penuh ketulusan dan kerendahan.

 

Sufyan al-Thawri, seorang ulama besar, berkata, "Saya lebih suka mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu, karena adab yang baik akan membuka hati untuk menerima ilmu." Hal ini menunjukkan bahwa adab bukan sekadar tata krama atau perilaku, tetapi juga terkait dengan kesediaan hati untuk belajar dengan niat yang benar, serta sikap tawadhu (rendah hati) dalam proses menuntut ilmu.

 

Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah mengajarkan bahwa adab adalah penyaring hati. Dengan adab yang baik, seseorang akan terhindar dari penyakit hati seperti kesombongan, iri hati, atau kemarahan yang bisa menghalangi pemahaman terhadap ilmu.

 

Sementara, ilmu melandasi amal. Ilmu tanpa amal bisa menjadi sia-sia, sementara amal tanpa ilmu bisa saja tidak diterima dengan baik atau bahkan menyimpang dari tujuan yang benar. Dalam Islam, amal yang baik harus didasari oleh ilmu yang benar, karena hanya dengan ilmu kita bisa mengetahui apa yang benar-benar diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, dan bagaimana cara melaksanakannya dengan tepat.

 

Ilmu memberi kita pemahaman yang jelas tentang ajaran agama, seperti kewajiban kita, cara beribadah yang benar, serta bagaimana kita harus berinteraksi dengan sesama. Ketika ilmu sudah ada, maka amal yang kita lakukan akan lebih bermakna dan lebih sesuai dengan tuntunan yang benar.

 

Sebagai contoh, seseorang yang mengetahui pentingnya shalat akan lebih terdorong untuk melaksanakan shalat dengan sungguh-sungguh. Begitu pula dengan ilmu tentang keutamaan berbuat baik kepada orang tua atau memberi sedekah, ilmu tersebut akan mendorong kita untuk lebih rajin beramal. Sebaliknya, tanpa ilmu yang cukup, kita mungkin tidak tahu cara atau amalan yang benar untuk dijalankan, atau bahkan bisa jadi kita melakukan amal yang tidak sesuai dengan tuntunan agama.

 

Selain itu, amal yang didasari oleh ilmu akan lebih bernilai di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis, "Sesungguhnya amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling ikhlas dan yang sesuai dengan sunnah." (HR. Bukhari dan Muslim).

Jadi, amal yang baik harus selalu didasari oleh pemahaman yang benar, agar amal itu bisa diterima dan bermanfaat.

 

Dalam Islam, menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Katakanlah, 'Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?'" (Qur'an, Az-Zumar: 9). Hal ini menunjukkan bahwa pencarian ilmu adalah jalan yang harus ditempuh dengan penuh usaha dan dedikasi. Deep learning sebagai sebuah pendekatan yang berfokus pada pengolahan dan pemahaman informasi dalam jumlah besar, bisa dianggap sejalan dengan semangat Islam yang mendorong kita untuk terus belajar dan memahami dunia melalui usaha yang gigih.

 

Filosofi deep learning yang berfokus pada peningkatan berkelanjutan, di mana algoritma terus memperbaiki dirinya melalui proses pembelajaran, sebanding dengan konsep ilmu yang berkembang dalam Islam. Dalam banyak hadis, Rasulullah SAW mengajarkan pentingnya ta'alum (belajar) yang tidak ada batasnya. Dalam konteks deep learning, ini mencerminkan ide bahwa pembelajaran tidak pernah berhenti; sistem terus belajar dan berkembang, sebagaimana umat Islam didorong untuk terus belajar sepanjang hidup.

 

Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan dengan akal yang diberi oleh Allah untuk memahami dan mengenal dunia serta diri-Nya. Dalam deep learning, data adalah bahan mentah yang diproses oleh algoritma untuk menemukan pola dan membuat keputusan yang lebih baik. Hal ini dapat diibaratkan sebagai proses manusia yang menggunakan akal dan fitrah untuk mencari kebenaran dan pengetahuan yang lebih mendalam, serta memahami hikmah yang ada di balik ciptaan Allah.

 

Salah satu tujuan utama deep learning adalah memahami dan mengolah data untuk menemukan pola-pola yang sebelumnya tidak tampak. Dalam Islam, Allah mengajarkan kita untuk merenung dan mengamati alam semesta sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya. Al-Qur'an banyak menyebutkan tentang "ayat-ayat" yang ada di alam semesta sebagai petunjuk bagi orang-orang yang berpikir. Misalnya, Allah berfirman: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal." (Qur'an, Ali Imran: 190).

 

Kita bisa memandang deep learning sebagai suatu upaya untuk memproses "data" alam semesta ini, untuk memahami lebih dalam dan menemukan pola-pola yang menunjukkan kebesaran Allah.

 

Dalam Islam, ilmu bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk memberi manfaat kepada umat manusia secara luas. Rasulullah SAW mengajarkan untuk saling berbagi ilmu demi kebaikan umat. Dalam konteks deep learning, kita dapat melihat ini sebagai upaya kolaborasi dan berbagi pengetahuan antar sistem (misalnya dalam pembelajaran mesin atau AI yang mengandalkan data dan model yang dapat saling berinteraksi). Filosofi ini mengarah pada pengembangan teknologi yang tidak hanya bertujuan untuk keuntungan pribadi, tetapi juga untuk kemaslahatan umat manusia.

 

Akhirnya, meskipun deep learning dan kecerdasan buatan dapat meniru cara kerja otak manusia dalam beberapa hal, dalam Islam kita diajarkan untuk selalu menyadari bahwa segala ilmu dan pengetahuan yang kita peroleh berasal dari Allah, Sang Pencipta. Sebagaimana dalam banyak ayat Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa segala sesuatu adalah atas kehendak Allah, kita harus tetap bersikap rendah hati dan tidak merasa sombong dengan ilmu yang kita miliki.

 

Sebagai contoh, Allah berfirman: "Dan Dia-lah yang mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." (Qur'an, Al-Alaq: 5). Dalam filosofi deep learning, meskipun mesin bisa belajar dari data, kita tetap harus mengingat bahwa segala pengetahuan, kemampuan, dan kemajuan teknologi berasal dari Allah.

Filosofi deep learning bisa dilihat sebagai refleksi dari semangat Islam dalam menuntut ilmu, mencari kebenaran, dan terus berkembang. Seperti halnya deep learning yang terus memperbaiki diri dengan data baru, kita sebagai umat Islam juga didorong untuk selalu belajar dan memperbaiki diri.

 

Semua ilmu, baik yang bersifat duniawi seperti deep learning maupun ilmu agama, harus berujung pada pemahaman yang lebih dalam tentang kebesaran Allah, serta membawa manfaat bagi umat manusia. Nah disinilah relevansi iman, adab, ilmu dan amal dengan deep learning bisa ditemukan.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 28/01/25 : 22.29 WIB)  

 

 

 

 

 

__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.