Oleh : Ahmad Sastra
Mata dunia saat ini tertuju pada jatuhnya rezim bengis Bashar Assad oleh Hai'ah Tahrir ash-Sham dimulai di wilayah utara Suriah pada 27 November 2024 dengan nama operasi Pencegah Agresi, diikuti oleh serangan Tentara Nasional Suriah pada 30 November 2024 dengan nama operasi Fajar Kebebasan.
Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) adalah Kelompok militan yang memimpin serangan terhadap Assad ini didirikan pada 2012 dengan nama lain: Front al-Nusra. Front al Nusra, yang berjanji untuk setia kepada al-Qaeda, dianggap sebagai salah satu kelompok paling efektif dan mematikan dalam memerangi Presiden Assad.
Namun, kelompok ini ditakuti karena ideologi jihadnya dan dianggap berseberangan dengan koalisi pemberontak utama yang sebagian besar sekuler, yaitu Tentara Pembebasan Suriah. Pada 2016, Front al-Nusra memutuskan hubungan dengan al Qaeda dan berganti nama menjadi Hayat Tahrir al-Sham ketika bergabung dengan faksi lain setahun kemudian.
Meski begitu, PBB, Amerika Serikat, Inggris, dan sejumlah negara lain masih menganggap HTS sebagai afiliasi al-Qaeda dan sering menyebutnya sebagai Front al-Nusra. Amerika Serikat bahkan menyebut pemimpin HTS, Abu Mohammed al-Jawlani sebagai teroris global dan menawarkan hadiah US$10 juta atau Rp158 miliar untuk informasi yang mengarah pada penangkapannya.
Kelompok HTS lantas mengonsolidasikan kekuatannya di Provinsi Idlib dan Aleppo dengan menghancurkan para pesaingnya, termasuk sel-sel kelompok al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS). Mereka juga mendirikan apa yang disebut Pemerintahan Keselamatan Suriah untuk mengelola wilayah tersebut menurut hukum Islam.
Rezim Bashar al-Assad yang berpaham sosialis syi'ah nusyairiyah di Suriah telah memimpin perekonomian yang hancur diperburuk oleh perang saudara dimulai tahun 2011. Dalam segi pemikiran, aliran ini memiliki kemiripan yang sangat kuat dengan sekte-sekte radikal dan ekstrim dalam Syiah, khususnya Qaramithah dan Itsna 'Asyariyah. Mereka mengimani ketuhanan atau sifat semi-ilahiyah sahabat Ali ibn Abi Thalib, memiliki ritual ganjil dan sistem organisasi yang penuh rahasia dan tertutup.
Dalam masyarakat Suriah modern, pengikut Nushairiyah diperkirakan 10% dari total penduduk, atau sekitar 1.700.000 jiwa. Setengah abad yang lalu, mereka mendiami daerah-daerah pinggiran, mengingat keyakinan mereka yang jauh dari Islam dan umatnya. Tapi lewat pengikutnya, Hafiz al Assad yang merebut kekuasaan di Suriah tahun 1970 M, orang-orang Nushairiyah melakukan mobilisasi dan berpenetrasi ke pemerintahan dan militer. Pejabat-pejabat tinggi negara dan militer yang umumnya Nushairi, pindah mukim ke kota-kota besar Suriah.
Pemulihan ekonomi masih jauh dari harapan di tengah berbagai tantangan termasuk kemiskinan akut, penurunan produksi dan ketidakstabilan regional.Rezim Assad yang digulingkan membuat produk domestik bruto (PDB) Suriah menyusut lebih dari 85% pada 2011-2023 menjadi USD9 miliar dan diperkirakan akan menyusut 1,5% tahun ini. Menurut lapaoran Bank Dunia (World Bank) konsumsi swasta anjlok dan 69% penduduk Suriah atau sekitar 14,5 juta orang terkena dampak kemiskinan sejak 2022.
Satu dari setiap empat orang Suriah menghadapi kemiskinan ekstrem, yang diperburuk oleh dampak gempa bumi yang menghancurkan pada Februari 2023. Berikut data dan fakta hancurnya perekonomian Suriah di bawah rezim Bashar al-Assad yang dilansir dari Anadolu Ajansi, Jumat (13/12/2024).
Sementara, di saat yang sama, pasukan Israel telah menyerang 500 target militer di seluruh Suriah dalam serangkaian operasi yang intensif, menurut laporan media pada hari Jumat. Media Israel melaporkan bahwa serangan udara ini melibatkan sekitar 1.800 bom dan berhasil menghancurkan sistem pertahanan Suriah. (https://www.suara.com)
Suriah adalah sebuah negara di wilayah Arab Levant, Asia Barat, dan Timur Tengah. Suriah berbatasan dengan Laut Mediterania di barat, Türkiye di utara, Irak di timur dan tenggara, Yordania di selatan, serta Israel, Palestina, dan Lebanon di barat daya. Siprus terletak di barat melintasi Laut Mediterania.
Tumbangnya rezim bengis ini tentu saja suatu kebaikan untuk masyarakat Suriah yang selama ini sangat menderita karena kekejamannya. Ribuan rakyat Suriah dipenjara dengan berbagai penyiksaan yang tiada tara. Wajar jika rakyat Suriah merayakan kejatuhan rezim yang telah 50 tahun berkuasa ini, dimulai dari Hafez Al Assad, ayah dari Bashar Assad.
Suriah menduduki peringkat terakhir pada Indeks Perdamaian Global dari 2016 hingga 2018, menjadikannya negara paling kejam di dunia karena perang. Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 570.000 orang, menyebabkan 7,6 juta pengungsi internal (perkiraan UNHCR Juli 2015) dan lebih dari 5 juta pengungsi (Juli 2017 terdaftar oleh UNHCR), membuat sensus populasi menjadi sulit dalam beberapa tahun terakhir.
Profesor Studi Timur Tengah di Bonn International Centre Dr. Esther Meininghaus memberikan gambaran assadisme rezim Assad dengan menulis: "dengan mengacu pada agama, rezim Assad berhasil berupaya untuk mempromosikan sistem nilai yang pada akhirnya berakar pada visi Ba'thist untuk masyarakat Suriah .... Untuk ini, kita memang dapat menambahkan kultus yang mengelilingi Presiden Hafiz dan Bashar al-Asad , yang fotonya dipajang tidak hanya di gedung-gedung publik dan sekolah tetapi juga di taksi dan toko-toko, atau upacaraupacara seperti parade massal dan/atau pemutaran lagu kebangsaan selama perayaan resmi. Selain itu, retorika resmi semakin dipenuhi dengan unsur-unsur transendental dan metafisik, khususnya yang berkaitan dengan kultus kepribadian Presiden .
Misalnya,Presiden disapa sebagai ' Pemimpin Abadi ' yang akan membimbing rakyatnya untuk menjadi negara Arab yang 'sejati' . Slogan baru-baru ini ' Bashar, Allah, Suriyya wabas ' ( Bashar, Tuhan, dan Suriah – itu saja ) mungkin paling baik melambangkan seberapa dekat rezim tersebut dalam menciptakan agama publik Suriah dengan haknya sendiri. Apakah pelaksanaan 'ritual rezim' secara lahiriah benar-benar diinternalisasikan sepenuhnya atau diejek secara diam-diam, itu harus harus dipraktekkan dan dipatuhi."
Dalam pernyataan oposisi yang disiarkan di televisi resmi disebutkan, 'Dengan rahmat Allah, Kota Damaskus telah dibebaskan dan tiran Bashar Assad telah digulingkan.' Oposisi juga menyatakan bahwa semua tahanan telah dibebaskan." Mereka berhasil menguasai Aleppo, menyelesaikan kendali atas seluruh wilayah Idlib, kemudian Hama, Homs, dan hari ini Damaskus. Semua itu terjadi dalam waktu sekitar sepuluh hari.
Namun demikian, di tengah euforia revolusi Suriah, ada hal penting bahwa sesungguhnya peristiwa ini dikendalikan oleh Turki dan AS dengan tujuan mendorong solusi politik baru di Suriah. Kemungkinan besar, mereka menginginkan pembentukan sistem pemerintahan koalisi di Suriah dengan beberapa wilayah memiliki otonomi khusus, seperti model Kurdistan Irak. Inilah mengapa, revolusi itu nampak begitu mudah dalam waktu yang sangat singkat.
Itulah mengapa Amerika tidak terkejut dengan serangan yang dilakukan oleh oposisi Suriah. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan: (Kami tidak terkejut dengan eksploitasi oposisi bersenjata Suriah terhadap keadaan baru ini. Al Jazeera Net, 12/1/ 2024), dan tidak menunjukkan ketidaknyamanan, menurut Apa yang dilaporkan oleh Al Jazeera Net, 12/1/2024, dari Gedung Putih mengatakan: (Kami memantau situasi di Suriah dan telah melakukan kontak dengan ibu kota regional selama 48 jam terakhir...)
(Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS Sean Savitt mengatakan, "Amerika Serikat, bersama mitra dan sekutunya, mendesak deeskalasi, perlindungan warga sipil dan kelompok minoritas, dan dimulainya tindakan yang serius dan kredibel. proses politik yang dapat mengakhiri perang saudara ini untuk selamanya." Melalui penyelesaian politik yang sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan No. 2254.
Amerika, yang memegang kendali atas solusi tersebut, akan mewujudkan kepentingan kepentingan Yahudi, seperti yang dijamin Amerika kepada mereka dalam perjanjian gencatan senjata antara Yahudi dan Lebanon pada dini hari tanggal 27 November 2024, pada hari yang sama. memulai konfrontasi militer di Suriah, dan kemudian mencegah Iran kembali dengan momentum militer ke teater Suriah untuk mendukung partainya di Lebanon, yaitu memutus komunikasi militer darat antara Iran dan partainya di Lebanon. Hal-hal tersebut terindikasi dari pernyataan pejabat Amerika dan Turki yang diuraikan di atas terkait melancarkan serangan di Suriah.
Awalnya, pergerakan ini tampaknya merupakan pesan peringatan kepada Bashar Assad karena tidak merespons permintaan Presiden Turki Erdogan yang meminta Assad untuk bersedia berunding dalam kerangka normalisasi hubungan. Namun, ucapnya, Assad menolak dengan menuntut penarikan pasukan Turki dan terus menunda proses tersebut.
Hal ini memicu Erdogan untuk memberikan lampu hijau kepada HTS dan Tentara Nasional Suriah untuk bergerak, tetapi eskalasi di luar rencana. Serangan yang dimulai dengan tujuan untuk membebaskan zona de-eskalasi di sekitar Idlib berkembang lebih jauh.
Rakyat Suriah yang telah lama menderita akibat rezim Assad turut bergabung, melampaui batas-batas zona yang direncanakan hingga akhirnya mencapai Damaskus. Tentara Suriah, yang juga tidak puas dengan Assad, menunjukkan perlawanan minimal, menyebabkan rentetan kekalahan rezim dalam waktu singkat.
Iran dan Rusia, keduanya terkejut dengan perkembangan ini. Rusia memperkuat keamanan di pangkalan militer mereka di Khmeimim dan Tartus, sementara Iran berupaya mendamaikan situasi dengan Turki melalui jalur diplomasi. Sedangkun Turki, sambungnya, awalnya menginginkan penyelesaian politik dengan Assad, tetapi karena Assad terus menunda, Turki menggerakkan faksi-faksi oposisi dengan persetujuan Amerika Serikat.
AS mendukung proses politik yang akan menghasilkan solusi damai sesuai Resolusi Dewan Keamanan PBB 2254. Sementara itu, Zionis mengawasi perkembangan ini dengan cermat, terutama terkait potensi peningkatan pengaruh Iran di Suriah. Dengan demikian, revolusi Suriah yang menumbangkan rezim bengis Assad sesungguhnya telah didesain oleh Turki dan Amerika. Mudah ditebak, bahwa pemerintah yang akan berdiri pasca revolusi adalah pemerintah sekuler yang pro Amerika.
Terakhir, apa yang terjadi dan sedang terjadi di Suriah saat ini, dalam hal pertumpahan darah, rumah-rumah yang dibongkar, dan keluarga-keluarga yang mengungsi, merupakan suatu hal yang menyakitkan, apalagi sejak adanya solusi politik dan fase baru yang tidak jauh dari solusi sekuler.
Sistem sipil yang ada di negara-negara Muslim setelah orang-orang kafir kolonialis dan agen-agen mereka mampu menghilangkan sistem pemerintahan dalam Islam (khilafah) seratus tahun yang lalu. Kemudian bangsa-bangsa bertengkar karena kita seperti para pemakan yang bertengkar karena mangkuk mereka, namun bangsa ini akan kembali dengan penuh kasih sayang dan kemurahan hati seperti semula, dan khilafah akan kembali.
Tapi Sunnah Allah menghendaki agar para malaikat dari surga tidak turun ke atas kita dan mendirikan kekhalifahan bagi kita ketika kita sedang duduk, melainkan di tangan orang-orang yang beriman kepada Tuhannya dan memberi mereka petunjuk. Dan kami tidak merindukan orang-orang seperti itu, baik mereka yang berada di tentara atau di oposisi.
Sekalipun jumlah mereka sedikit, terutama karena mereka yang telah mengikuti peristiwa tersebut selama sepuluh hari melihat bahwa para penentang rezim bukanlah satu-satunya yang memulai konfrontasi dengan rezim ini, seperti para pengikut Türkiye dan Amerika berada di balik pencapaian tersebut.
Oleh sebab itu, bagi umat Islam, seruan untuk menegakkan khilafah Islam adalah sebuah keharusan dan harus terus digaungkan. Di tengah euforia, harus tetap ada momentum seruan agar di Suriah tegak khilafah Islam, bukan negara sekuler yang dikendalikan oleh Amerika. Syarat tegaknya khilafah adalah saat menerapkan Islam secara kaffah dan keamanan negara di tengah kaum muslimin.
Umat Islam harus terus berjuang untuk menggagalkan solusi sekuler ini dan menegakkan kembali pemerintahan Islam. Umat Islam harus yakin akan firman Alah Swt dalam surah As-Saff ayat 13 yang artinya, "Pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang beriman.
Berkaca dari sejarah, penaklukan Suriah oleh Muslim terjadi pada paruh pertama abad ke-7, di mana wilayah ini sudah dikenal sebelumnya dengan nama lain seperti Bilad al-Sham, Levant, atau Suriah Raya. Sebenarnya pasukan Islam sudah berada di perbatasan selatan beberapa tahun sebelum Nabi Muhammad meninggal dunia tahun 632 M, seperti terjadinya Pertempuran Mu'tah pada tahun 629 M, akan tetapi penaklukan sesungguhnya baru dimulai pada tahun 634 M di bawah perintah Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dengan Khalid bin Walid sebagai panglima utamanya.
Wilayah pertama yang berhasil ditaklukkan adalah Damaskus pada tahun 635 M, dan Yerusalem pada tahun 637 M. dipimpin oleh panglima Khalid bin Walid pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab. Pada saat menyerahnya Damaskus ke tangan Islam, penduduk dijamin keamanannya (harta, nyawa, bahkan gereja) dengan syarat mereka mau membayar upeti atau jizyah.
Khalifah Umar membagi Suriah menjadi 4 distrik besar yaitu Damaskus, Hims, Yordania, dan Palestina (kemudian ditambah lagi distrik Qinnasrin). Ia juga memerintahkan kepada seluruh tentara Islam agar tetap tinggal dalam barak-barak militer, sehingga kehidupan masyarakat lokal tidak terganggu dan tetap berjalan seperti biasa.
Banyak suku-suku arab yang sudah lama menetap di Suriah akhirnya beralih ke Islam dan juga suku Ghassan. Khalifah juga menerapkan toleransi beragama sehingga memberi citra positif bagi pemeluk agama Kristen Nestorian, Kristen Jacobite dan Yahudi di mana pada masa kekuasaan Romawi mereka dianiaya.
Hal inilah yang dianggap sebagai hal terpenting dari suksesnya pemerintah Islam menata wilayah mereka disamping pemerintah juga menghindari pemungutan jizyah secara berlebihan apalagi disertai pemaksaan. Zakat dikenakan kepada petani hanya sesuai dengan hasil panennya, jizyah diambil dari penduduk yang masih kafir sebagai imbalan atas jaminan perlindungan pemerintah dan pembebasan dari wajib militer.
Semoga revolusi Suriah saat ini memicu kaum muslimin di dunia untuk bersatu menegakkan khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dan memiliki kemandirian, tanpa harus mengemis dan meminta bantuan dari negara-negara kafir penjajah.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 13/12/24 : 22.33 WIB)
Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad