Oleh : Ahmad Sastra
Dirilis oleh TribunJabar.id yang ditulis oleh Hilda Rubiah dengan editor Hilda Rubiah dengan judul Kaleidoskop 4 Kasus Polisi Terjerat Pembunuhan di Tahun 2024, banyak kasus yang melibatkan polisi. Kasus polisi tersebut menyita perhatian publik hingga menyita atensi masyarakat se-Indonesia.Terbaru, kasus polisi juga terjadi di akhir tahun 2024 yaitu ibu bunuh ibu kandung hingga kasusnya kini viral di media sosial.
Sedikitnya ada 4 kasus polisi yang terlibat dalam kasus pembunuhan terjadi di tahun 2024. Pertama, polwan bakar suami. Pada 8 Juni 2024 lalu, kasus polwan membakar suami di Mojokerto menggegerkan publik. Dalam peristiwa tersebut seorang polwan berinisial Briptu FN (28) menghabisi nyawa suaminya yang juga sesama polisi, yakni Briptu RDW (28).
Korban dibakar setelah disiram bensin oleh Briptu FN. Akibatnya korban mengalami luka parah dan meninggal dalam perawatan di RSUD Kota Mojokerto, pada Minggu (9/6/2024). Namun, nyawa korban akhirnya tak bisa tertolong.
Menurut keterangan Kapolres Mojokerto Kota AKBP Daniel S Marunduri mengatakan kasus polisi bakar suami itu diduga bermula dari temuan Briptu FN terkait gaji ke-13 korban yang berkurang. Selain itu terkuak fakta, penyebab pelaku atau Briptu FN murka karena juga kebiasaan korban yang menghabiskan uang karena judi online.
Kedua, kasus polisi tembak polisi. Pada pertengahan bulan November 2024 lalu juga terjadi kasus polisi tembak polisi. Seorang Kabag Ops Polres Solok Selatan berbama AKP Dadang Iskandar menembak mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan bernama AKP Ulil Ryanto Anshar. Kasus pembunuhan yang melibatkan dua polisi itu pun hingga kini masih menjadi perhatian masyarakat.
Pasalnya, publik menyoroti motif AKP Dadang Iskandar menembak mati AKP Ulil Ryanto diduga karena ketidaksukaan pelaku kepada korban. Tak hanya itu, motif lain di balik kasus tersebut sempat disorot karena disebut-sebut terkait kasus tambang ilegal. Akibat perbuatannya, AKP Dadang Iskandar diberhentikan tidak hormat oleh Polri setelah menjalani sidang etik yang digelar Divisi Prosesi dan Pengamanan (Propam) Polri di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta.
Ketiga, kasus polisi tembak siswa SMK. Tak lama dari kasus polisi tembak mati polisi, di Semarang juga terjadi kasus polisi tembak siswa SMK. Bahkan hingga kini kasus polisi tembak siswa SMK itu berbuntut panjang karena publik menilai kasus tersebut seolah ditutup-tutupi. Dalam kasus tersebut, seorang anggota polisi, Aipda Robig Zaenudin menembak siswa SMKN 4 Semarang berinisial GR (17) hingga tewas.
Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar sempat mengungkap kronologi insiden polisi menembak siswa SMK itu karena terlibat tawuran gengster. Namun, keterangan polisi tersebut tak dipercayai pihak keluarga hingga teman-teman korban. Bahkan pihak sekolah dan seorang saksi di setempat membantah soal kejadian tawuran di TKP.
Keempat, kasus polisi bunuh ibu kandung. Terbaru, kasus polisi bunuh ibu kandung terjadi di Bogor ini juga tengah viral dan menyita perhatian publik. Kasus polisi terlibat dalam pembunuhan ini baru terjadi pada Minggu (1/12/2024) malam. Seorang polisi bernama Aipda Nikson Pangaribuan (41) membunuh ibu kandungnya sendiri, Herlina Sianipar (61).
Peristiwa pembunuhan itu terjadi di Jalan Raya Narogong, Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Menurut kronologi, kasus pembunuhan itu terjadi mulanya saat pelaku Aipda Nikson dan sang ibu atau korban terlibat cekcok. Saksi warga, saat hendak berbelanja di warung Herlina cekcok dengan Aipda Nikson. Saat melayani pembeli, Aipda Nikson mendorong ibunya hingga terjatuh ke lantai. Lalu, Aipda Nikson mengambil tabung gas 3 kilogram (kg) dan memukulkannya ke ibunya sebanyak tiga kali.
Korban langsung dibawa ke rumah sakit, namun saat tiba di RS dinyatakan meninggal dunia. Sedangkan setelah melakukan aksi keji itu Aipda Nikson melarikan diri. Meski begitu, kini Aipda Nikson sudah ditangkap. Kini, nasib Aipda Nikson polisi yang berdinas di salah satu kepolisian resor di Polda Metro Jaya itu pun kini mendekam di tahanan. Pihak Propam Polda Metro Jaya pun masih menyelidiki terkait kasus pembunuhan itu.
Bukan hanya polisi terlibat pembunuhan, bahkan remajapun terlibat kasus pembunuhan. Dilansir oleh DetikNews, Kasus remaja berinisial MAS (14) yang membunuh ayahnya, APW (40), dan neneknya, RM (69), serta melukai ibunya, AP (40), di rumahnya di Cilandak, Jakarta Selatan memasuki babak baru. MAS saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
MAS ditetapkan sebagai tersangka setelah pihak kepolisian melakukan gelar perkara. MAS tidak ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan seperti tahanan pada umumnya, mengingat statusnya sebagai anak berhadapan dengan hukum (ABH). Meski begitu, MAS akan dititipkan di rumah aman (safe house) Badan Pemasyarakatan Kementerian Sosial (Bapas Kemensos). Hal ini mengingat status tersangka masih di bawah umur, sebagaimana mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
MAS dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan subsider Pasal 351 KUHP dan/atau Pasal 44 ayat 2 dan 3 Undang-Undang KDRT. Meski berstatus sebagai tersangka, namun MAS tidak ditahan polisi. Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal mengatakan hal tersebut lantaran status tersangka yang masih di bawah umur. MAS mulai terbuka saat diperiksa polisi. MAS bahkan menangis dan berulang kali mengaku menyesali perbuatannya saat diperiksa polisi. "Iya (menangis saat diperiksa), dan berulang kali mengatakan menyesal," ucap Ade Idnal.
Dari hasil pemeriksaan sementara, tersangka bukan pribadi yang temperamental. Pihak kepolisian saat ini masih mendalami alasan pasti tersangka melakukan pembunuhan. "Yang bersangkutan anak yang sopan santun dan penurut sama orang tua, jauh dari temperamental. Belum dapat disimpulkan seutuhnya. Nanti ahli psikologi forensik anakdari Apsifor yang akan menyimpulkan sebagai ahlinya," ujarnya. (https://news.detik.com).
Orang bisa membunuh orang lain karena berbagai alasan yang kompleks dan melibatkan faktor psikologis, sosial, ekonomi, budaya, dan bahkan biologis. Emosi yang tak terkendali bisa menimbulkan amarah atau frustrasi yang memuncak menjadi kekerasan. Dorongan untuk membalas dendam atas rasa sakit atau penghinaan juga bisa mendorong orang untuk melakukan pembunuhan.
Kasus pembunuhan juga bisa dipicu oleh adanya gangguan psikologis. Orang dengan gangguan seperti psikopati atau skizofrenia tertentu mungkin tidak memiliki empati atau kontrol diri yang memadai. Kekerasan atau pelecehan yang dialami sebelumnya dapat memengaruhi seseorang untuk bertindak kejam.
Dalam beberapa kasus ekstrem, motif ekonomi bisa memicu pembunuhan, sebagai terjadi pada seorang polwan yang membakar suaminya. Tekanan dari geng, kelompok kriminal, atau pengaruh negatif lainnya juga bisa memicu pembunuhan. Orang yang tumbuh di lingkungan dengan norma kekerasan cenderung menginternalisasi perilaku tersebut.
Kehilangan Kendali Diri akibat pengaruh narkoba atau stress berat juga bisa menjadikan seseorang melakukan tindak kekejaman, termasuk pembunuhan. Stres kronis tanpa penanganan yang sehat bisa berujung pada tindakan ekstrem. Tidak memahami nilai hidup orang lain karena pendidikan moral yang kurang juga bisa memicu tindak criminal. Dalam beberapa komunitas, membunuh dianggap sebagai cara "normal" untuk menyelesaikan masalah.
Dengan adanya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang polisi yang semestinya menjadi pengayom masyarakat, maka pemerintah harus benar-benar melakukan evaluasi total atas proses rekrutmen dan pendidikan terhadap institusi kepolisian. Kesadaran agama menjadi penting bagi seorang polisi atau remaja agar memiliki keterikatan kepada Allah yang akan melahirkan keimanan, ketaqwaan serta adab. Lingkungan yang sekuleristik akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan pribadi yang cenderung amoral.
Islam sangat menentang pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat, dan ini jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an dan hadits. Larangan Membunuh yang Tegas dalam Al-Qur'an. Allah menegaskan bahwa membunuh satu jiwa tanpa alasan yang dibenarkan sama seperti membunuh seluruh manusia: "Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia." (QS. Al-Maidah: 32)
Larangan membunuh orang mukmin tanpa alasan: "Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, melaknatnya, dan menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An-Nisa: 93)
Tidak membunuh jiwa tanpa hak: "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan (alasan) yang benar." (QS. Al-Isra: 33)
Nabi Muhammad ï·º dengan tegas melarang pembunuhan dan menekankan besarnya dosa membunuh: "Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan, yaitu menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik-baik melakukan zina." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukuman untuk pembunuhan sengaja dalam ajaran Islam adalah Qisas atau balasan setimpal, nyawa diganti dengan nyawa juga. Pelaku dihukum mati sebagai balasan atas pembunuhan yang dilakukannya. Hal ini berdasarkan firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh." (QS. Al-Baqarah: 178)
Qisas dilaksanakan hanya oleh pemerintah Islam yang memang memiliki otoritas hukum yang sah, bukan individu. Hukuman untuk pembunuhan dalam Islam mencerminkan prinsip keadilan dengan memberikan hak kepada keluarga korban, menegakkan keadilan di dunia, dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk bertaubat. Ini bertujuan untuk menjaga nyawa manusia, mencegah kejahatan, dan menumbuhkan harmoni dalam masyarakat.
Qisas adalah hukum balasan setimpal dalam Islam, yang berlaku pada kasus pembunuhan atau penganiayaan fisik. Tujuannya adalah untuk menegakkan keadilan, menjaga ketertiban masyarakat, dan menghormati hak asasi manusia. Berikut adalah tujuan dan hikmah qisas menurut ajaran Islam:
Qisas memastikan bahwa pelaku kejahatan mendapatkan balasan yang setimpal, tanpa kelebihan atau kekurangan. Prinsip ini ditegaskan dalam Al-Qur'an: "Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 179)
Dengan adanya qisas, orang akan berpikir dua kali sebelum melakukan kejahatan, karena mereka tahu bahwa balasan akan setimpal dengan tindakan mereka. Hal ini menciptakan efek pencegahan (deterrence) terhadap tindak kekerasan. Qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk menuntut keadilan.
Hak ini menjaga keseimbangan antara hak individu dan masyarakat. Islam juga menganjurkan kemaafan. Jika keluarga korban memilih untuk memaafkan pelaku dan menerima diat (tebusan), hal ini dihitung sebagai amal yang besar: "Tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah." (QS. Asy-Syura: 40)
Qisas menjaga keseimbangan antara hak korban dan pelaku. Tidak ada pihak yang dirugikan, baik korban, pelaku, maupun masyarakat. Qisas menggantikan sistem balas dendam yang sering kali tidak proporsional, seperti membalas satu kematian dengan membunuh banyak orang. Dengan qisas, balas dendam dibatasi hanya pada pelaku kejahatan itu sendiri.
Hukuman qisas menanamkan rasa takut akan konsekuensi hukum, sehingga membantu menekan angka kejahatan. Dengan menegaskan bahwa hidup adalah amanah Allah yang harus dijaga, qisas mengajarkan penghormatan terhadap nyawa manusia.
Islam tidak hanya membatasi pada hukuman, tetapi juga membuka jalan untuk pengampunan dan perdamaian. Ini membantu menciptakan masyarakat yang lebih harmonis. Qisas adalah bagian dari syariat Allah yang bertujuan untuk kebaikan umat manusia. Melaksanakan qisas berarti menunjukkan ketaatan kepada Allah dalam menegakkan keadilan.
Qisas adalah hukuman paling adil dan efektif. Sebab dengan qisas akan mencegah orang lain melakukan kejahatan serupa, artinya dalam qisas justru ada kehidupan, bukan kematian. Hukuman qisas bisa memberikan pelajaran kepada pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Qisas akan bisa memulihkan hubungan sosial melalui proses hukum yang adil.
Qisas dalam Islam bukan hanya tentang membalas kejahatan, tetapi juga tentang menciptakan keadilan, menjaga kehidupan manusia, dan membangun masyarakat yang damai. Hikmahnya mencakup aspek spiritual, moral, sosial, dan hukum, menjadikan qisas sebagai sistem yang komprehensif untuk menegakkan keadilan di dunia, kaitanya dengan penjagaan jiwa manusia.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 04/12/24 : 16.50 WIB)
Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad