Oleh : Ahmad
Sastra
Islam, sebagai
agama, lebih dari sekadar sistem kepercayaan spiritual. Ia juga menjadi
landasan ideologis bagi pemikiran dan peradaban yang mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan umat manusia sepanjang sejarah. Dalam konteks ini, Islam dapat
dilihat sebagai suatu framework atau kerangka pemikiran yang melahirkan
peradaban yang kompleks, mencakup ilmu pengetahuan, moralitas, etika sosial,
hukum, seni, dan politik.
Islam, dengan
dasar ajarannya yang terkandung dalam Al-Qur'an dan Hadis, memberi pedoman
hidup yang menyeluruh. Konsep aqidah atau ketuhanan yang mendasari seluruh
pandangan hidup Muslim, yang menyatakan bahwa hanya ada satu Tuhan (Allah) yang
berhak disembah.
Pemahaman tentang
aqidah ini menjadi dasar bagi pandangan tentang manusia, kehidupan dan alam
semesta. Aqidah Islam akan mempu dan menjadi petunjuk yang lurus bagi tiga
pertanyaan mendasar manusia : dari mana manusia berasal, untuk apa manusia
hidup di dunia dan hendak kemana manusia setelah mati. Aqidah Islam inilah yang
kelak memberdakan dengan worldview lain seperti sekulerisme, liberalisme,
komunisme dan lainnya.
Munculnya berbagai
disorientasi pemikiran yang akhir-akhir ini muncul seperti homo deus,
sinkretisme, ateisme atau agnostik dalam sejenisme adalah akibat dari tidak
menjadikannya pemikiran Islam sebagai landasannya. Jika pemikiran Islam tak
dijadikan sebagai landasan, maka manusia akan cenderung sesat dan liar dalam
berpikir.
Islam menekankan
pentingnya adab dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW sendiri merupakan
contoh utama dalam hal ini, yang diabadikan dalam Hadis sebagai "Akhlak
yang paling mulia." Adab menjadi landasan dalam berinteraksi dengan
sesama, termasuk dalam hubungan ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan politik.
Islam mendorong
pencarian ilmu dan pemahaman dunia, dengan banyak ayat Al-Qur'an yang mengajak
umat manusia untuk merenungkan alam semesta sebagai tanda kebesaran Allah.
Selama Zaman Keemasan Islam, misalnya, banyak ilmuwan Muslim seperti Al-Razi,
Ibn Sina, dan Al-Khwarizmi yang berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Islam memberi
ruang bagi pemikiran filosofis yang mendalam, dengan para filsuf seperti
Al-Farabi, Ibn Rushd, dan Al-Ghazali yang mengeksplorasi hubungan antara akal
dan wahyu, serta masalah etika, politik, dan metafisika. Islam dengan demikian
menjadi semacam sistem pemikiran bagi umat Islam. jika kaum muslimin keluar
dari sistem pemikiran ini, maka yang akan terjadi adalah kemunduran peradaban Islam.
Islam tidak hanya
sebagai panduan spiritual, tetapi juga sebagai landasan bagi pembentukan
peradaban yang kaya akan kontribusi dalam beragam bidang kehidupan manusia di
dunia.
Menarik
apa yang disampaikan presiden Prabowo dalam acara Muhammadiyah, karena dia
menyinggung sejarah peradaban Islam yang agung yakni Turki Utsmani. Kurang
lebih yang disampaikan Prabowo sebagai berikut : “Satu peradaban muslim yang
cukup lama hampir 600 tahun lebih, mungkin mendekati 700 tahun, yaitu peradaban
Utsmaniyah yang berpusat di Istambul. Ini peradaban yang sangat berhasil, dia
memimpin suatu kekaisaran imperium yang sangat multi etnis yang toleran kepada
semua suku dengan ratusan suku yang berbeda-beda”.
Prabowo
melanjutkan : “Disitu ada yang menarik bagi saya, untuk memimpin ratusan tahun
dan memimpin yang begitu luas dengan memimiki akademi gubernur. Akademi
gubernur itu intinya satu pelajaran yang sangat menarik. Para bupati dididik
disitu dengan banyak Pelajaran, tapi ada
satu pelajaran menarik dan sederhana yaitu tidak ada negara kuat tanpa tentara
yang kuat, tidak ada tentara yang kuat tanpa uang, tidak ada uang tanpa
kemakmuran, dan tidak ada kemakmuran tanpa rakyat yang bahagia dan sejahtera,
dan tidak ada rakyat yang bahagia dan sejahtera tanpa pemerintah yang bersih
dan adil”.
Melengkapi
apa yang disampaikan Prabowo, memang benar bahwa kekhalifahan Turki Uthmaniyah
adalah salah satu daripada pencapaian terbesar dalam sejarah dunia, yang
berlangsung lebih daripada 600 tahun, dari 1299 hingga 1922. Kekhilafahan ini mencapai puncaknya pada abad ke-16 dan
ke-17 di bawah pemerintahan sultan seperti Suleiman al-Qanuni (Suleiman yang
Agung), yang dikenali sebagai salah satu pemerintah paling berpengaruh dalam
sejarah.
Pada abad
pertengahan, peradaban Islam memimpin perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Islam menganggap ilmu sebagai bentuk ibadah. Ini tercermin dalam
kemajuan dalam bidang matematika, astronomi, kedokteran, kimia, dan filosofi
yang dicapai oleh peradaban Islam.
Islam memiliki
sistem hukum yang meliputi berbagai aspek kehidupan, dari ibadah hingga
muamalah (interaksi sosial). Hukum Islam mengatur hubungan individu dengan
Tuhan, sesama umat manusia, dan masyarakat secara luas. Prinsip-prinsip seperti
keadilan, kebaikan, dan kebebasan memiliki peran besar dalam struktur sosial dan
hukum dalam peradaban Islam, khususnya dalam institusi khilafah Islam.
Islam juga
melahirkan tradisi seni dan arsitektur yang sangat kaya, seperti seni
kaligrafi, musik, dan arsitektur masjid yang indah. Masjid-masjid besar seperti
Masjid Al-Haram di Mekkah dan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem adalah simbol penting
dari peradaban Islam.
Negara Islam (khilafah),
pada masa kejayaannya, memberikan kontribusi besar dalam pengembangan teori dan
praktik pemerintahan yang adil. Pemikiran politik Islam menekankan pentingnya
kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab, seperti yang terlihat pada konsep
khilafah, yang menggabungkan aspek politik dan agama.
Ekonomi Islam
berlandaskan pada prinsip keadilan sosial, larangan terhadap riba (bunga), dan
penekanan pada zakat sebagai redistribusi kekayaan untuk mengurangi kesenjangan
sosial. Sistem ekonomi Islam menawarkan alternatif terhadap sistem ekonomi
konvensional, dengan pendekatan yang lebih etis dan berbasis pada prinsip-prinsip
moral.
Islam telah
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peradaban dunia, baik di dunia
Timur maupun Barat. Pada masa keemasan Islam, para ilmuwan dan pemikir Muslim
berperan dalam menjaga dan mengembangkan pengetahuan yang kemudian diteruskan
ke Eropa melalui terjemahan teks-teks ilmiah, yang pada gilirannya memicu
kebangkitan Renaisans di Eropa.
Islam juga
memiliki hubungan yang erat dengan peradaban lainnya, seperti yang terlihat
dalam interaksi dan pertukaran budaya antara dunia Islam, India, Persia, dan
Eropa. Ini berkontribusi pada penyebaran teknologi, ide-ide baru, dan
pertukaran pengetahuan antara berbagai peradaban.
Namun, dalam
dunia modern ini, ada tantangan besar terhadap relevansi Islam sebagai
framework pemikiran dan peradaban. Dalam banyak masyarakat, sekularisme telah
menjadi dominan, yang memisahkan agama dari kehidupan publik dan politik. Ini
menjadi tantangan bagi mereka yang ingin mengintegrasikan ajaran Islam dalam
kehidupan sosial dan politik kontemporer. Meskipun globalisasi membawa berbagai
peluang untuk berbagi pengetahuan, ia juga membawa tantangan dalam
mempertahankan identitas budaya dan nilai-nilai Islam di tengah arus global
yang semakin menguat.
Islam sebagai
framework pemikiran dan peradaban menawarkan sebuah panduan hidup yang mencakup
aspek spiritual, sosial, dan intelektual. Dengan sejarah yang panjang, Islam
telah memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan peradaban dunia,
terutama di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan hukum.
Namun, di era
modern ini, tantangan untuk mempertahankan relevansi ajaran Islam dalam
menghadapi perubahan sosial, politik, dan teknologi tetap besar. Pemikiran dan
peradaban Islam tetap memiliki potensi untuk memberikan kontribusi dalam
menghadapi tantangan global yang kompleks.
Islam, sebagai
agama dan sistem kehidupan yang komprehensif, menawarkan sebuah kerangka
ideologi yang bisa menjadi landasan bagi negara dan peradaban masa depan. Dalam
konteks ini, Islam tidak hanya dilihat sebagai agama yang mengatur hubungan
antara manusia dan Tuhan, tetapi juga sebagai ideologi yang mengatur aspek
sosial, politik, ekonomi, dan budaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ideologi negara berdasarkan prinsip-prinsip Islam berpotensi membentuk sebuah
peradaban yang lebih adil, beradab, dan berkelanjutan.
Islam menempatkan
Allah sebagai sumber utama dari segala bentuk hukum dan moralitas. Dalam
ideologi negara Islam, prinsip tauhid (keesaan Tuhan) menjadi landasan utama
dalam pembentukan hukum dan kebijakan negara. Negara yang berideologi Islam
tidak hanya akan menghormati hak-hak asasi manusia, tetapi juga menegakkan
keadilan berdasarkan wahyu Tuhan yang termaktub dalam Al-Qur'an dan Hadis. Hal
ini dapat menciptakan sistem hukum yang tidak hanya berdasarkan pada
kepentingan manusia semata, tetapi juga pada nilai-nilai yang universal dan
abadi yang berasal dari Tuhan.
Salah satu konsep
utama dalam Islam adalah keadilan sosial. Dalam ideologi negara Islam,
pemerintahan diharapkan mampu menciptakan masyarakat yang adil, tanpa
kesenjangan sosial yang tajam antara kaya dan miskin. Hukum Islam menekankan
pentingnya zakat (sumbangan wajib bagi yang mampu) sebagai cara redistribusi
kekayaan dan mengurangi kesenjangan sosial. Sistem ekonomi Islam melarang riba
(bunga) dan mengutamakan transaksi yang adil dan transparan. Dengan demikian,
negara Islam dapat membangun sistem ekonomi yang lebih berkeadilan dan
menjunjung prinsip-prinsip etika dalam kegiatan bisnis dan perdagangan.
Islam sebagai
ideologi negara menekankan pada satu bentuk pemerintahan khas, yakni khilafah
Islam, sebagaimana diwariskan oleh Rasulullah kepada para khalifah setelahnya. Konsep
shura (musyawarah) dalam Islam menjadi dasar untuk pengambilan keputusan
secara kolektif. Sejarah Islam dikenal sistem kekhalifahan, negara yang
berlandaskan ideologi Islam bisa mengintegrasikan nilai-nilai dengan
prinsip-prinsip agama, dimana kedaulatan hanya di tangan Allah, sementara
kekuasaan di tangan seorang khalifah yang berkewajiban menjalankan syariah Islam
secara kaffah.
Islam sangat
mendorong pencarian ilmu pengetahuan, dengan banyak ayat Al-Qur'an yang
mengajak umat manusia untuk merenung dan mencari pengetahuan. Dalam ideologi negara
Islam, pendidikan menjadi prioritas utama untuk menciptakan masyarakat yang
cerdas, berbudi pekerti, dan mampu berinovasi.
Negara Islam yang
berideologi ini akan membangun sistem pendidikan yang membentuk anak didik
menjadi generasi yang berkepribadian Islam, yakni memiliki pola pikir dan pola
sikap Islam. Ilmu pengetahuan dalam Islam tidak dibatasi hanya pada bidang
agama, tetapi juga meluas ke bidang-bidang lain seperti sains, teknologi, dan
seni. Ini menjadikan negara Islam sebagai pusat peradaban yang terus berkembang.
Islam juga
mengajarkan untuk menghormati martabat manusia, baik pria maupun wanita. Oleh
karena itu, dalam kerangka negara Islam, kebebasan yang dijamin oleh negara
tidak berarti kebebasan tanpa batas, melainkan kebebasan yang bertanggung jawab
sesuai dengan syariah Islam. Prinsip ini dapat menjadi dasar bagi negara untuk
membangun masyarakat yang beradab, menghargai perbedaan, dan menghindari
penindasan.
Dalam ideologi
negara Islam, kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh
tanggung jawab. Negara Islam atau khilafah mengajarkan bahwa pemimpin harus
adil, bijaksana, dan transparan dalam mengelola negara. Sistem pemerintahan
Islam yang ideal adalah sistem yang mengutamakan kesejahteraan umat, bukan kepentingan
pribadi atau kelompok.
Pemimpin dalam
negara Islam yang disebut sebagai khalifah atau imam atau amirul mukminin haruslah
seseorang laki-laki muslim yang memiliki kualitas tinggi, serta mampu mengayomi
seluruh rakyat tanpa memandang latar belakang mereka. Selain itu, sistem
pemerintahan Islam tidak mengedepankan despotisme atau otoritarianisme, tetapi
lebih kepada musyawarah dan ketaatan kepada syariah Islam.
Islam sebagai
ideologi negara tidak hanya relevan untuk masyarakat Muslim, tetapi juga dapat
memberikan kontribusi bagi peradaban global. Islam mengajarkan prinsip-prinsip
perdamaian, toleransi, dan kerjasama antarbangsa. Negara Islam yang berideologi
ini dapat memainkan peran penting dalam menjembatani perbedaan antarperadaban,
seperti yang telah dilakukan oleh peradaban Islam di masa lalu dengan menjalin
interaksi positif dengan budaya-budaya lain. Dengan sikap terbuka dan inklusif,
negara Islam dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam membangun dunia
yang lebih damai dan harmonis.
Walaupun ideologi
negara Islam menawarkan berbagai potensi untuk menciptakan peradaban masa depan
yang adil dan sejahtera, terdapat sejumlah tantangan dalam implementasinya. Terdapat
berbagai pandangan tentang bagaimana Islam seharusnya diterapkan dalam politik
dan negara saat ini. Ini dapat menyebabkan perbedaan dalam penerapan ajaran
Islam dalam sistem pemerintahan.
Tantangan bagi
negara Islam adalah bagaimana menyeimbangkan nilai-nilai tradisional dengan
tuntutan modernisasi dan globalisasi yang terus berkembang, termasuk dalam
bidang teknologi, ekonomi, dan politik. Negara-negara dengan sistem sekuler
mungkin merasa kesulitan untuk menerima konsep negara Islam, yang mencampurkan
aspek agama dalam urusan negara.
Islam sebagai
ideologi negara menawarkan visi untuk membangun peradaban masa depan yang lebih
adil, beradab, dan berkelanjutan. Negara yang berlandaskan ideologi Islam
berpotensi menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam menciptakan masyarakat
yang lebih baik. Namun, tantangan dalam implementasinya tetap ada, dan
dibutuhkan dakwah penyadaran secara terus menerus.
Peradaban Islam
mengalami masa keemasan yang luar biasa, terutama antara abad ke-8 hingga abad
ke-14. Selama periode ini, dunia Islam tidak hanya mencatatkan pencapaian besar
dalam bidang ilmiah, ekonomi, dan sosial, tetapi juga menyaksikan pembentukan budaya
dan peradaban yang sangat maju dan berpengaruh di seluruh dunia. Keemasan ini
sering kali disebut sebagai "Zaman Keemasan Islam" atau "Golden
Age of Islam", yang ditandai oleh kemajuan yang sangat signifikan dalam
berbagai bidang.
Pada masa
keemasan, ilmuwan Muslim berperan besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mereka tidak hanya mewarisi pengetahuan dari peradaban Yunani,
Persia, dan India, tetapi juga mengembangkan dan memperluasnya.
Al-Khwarizmi,
seorang ilmuwan Muslim asal Persia, dikenal sebagai bapak aljabar. Buku beliau
yang berjudul "Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr
wal-Muqabala" (Kitab Ringkas tentang Perhitungan Aljabar) menjadi
dasar penting dalam perkembangan aljabar di dunia Barat.
Ilmuwan seperti
Al-Battani dan Ibn al-Shatir melakukan observasi astronomi yang akurat dan
pengembangan teori yang lebih tepat tentang gerakan planet. Al-Battani bahkan
melakukan koreksi terhadap data yang telah ada sebelumnya, dan teori-teorinya
mempengaruhi astronomi Barat hingga abad ke-16.
Ibn Sina
(Avicenna) dan Al-Razi adalah dua tokoh utama dalam bidang kedokteran pada masa
itu. Ibn Sina menulis "Al-Qanun fi al-Tibb" (The Canon of
Medicine), yang menjadi buku teks utama di universitas-universitas Eropa selama
berabad-abad. Al-Razi, dengan karya-karya tentang diagnosis dan pengobatan,
sangat berpengaruh pada pengembangan ilmu kedokteran.
Ilmuwan Muslim juga
memainkan peran penting dalam mengembangkan kimia, yang pada masa itu dikenal
sebagai alkimia. Tokoh seperti Jabir ibn Hayyan (Geber) mengembangkan
eksperimen kimia dan teknik pemurnian logam yang mendasari perkembangan kimia
modern.
Pada zaman
keemasan Islam, terdapat dialog dan pemikiran yang luas dalam bidang filsafat.
Para filsuf Muslim, seperti Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibn Rushd (Averroes),
berusaha untuk menyelaraskan ajaran-ajaran filsafat Yunani dengan ajaran Islam.
Mereka tidak hanya mengembangkan pemikiran filsafat, tetapi juga membangun
jembatan antara filsafat dan agama.
Al-Farabi dikenal
dengan karyanya dalam bidang politik dan etika, di mana ia mengembangkan konsep
negara ideal yang berbasis pada keadilan. Al-Ghazali mengkritik pemikiran
filsafat rasionalisme dan memfokuskan perhatian pada hubungan antara akal dan
wahyu dalam agama Islam. Ibn Rushd berfokus pada upaya untuk membuktikan
keselarasan antara filsafat Aristoteles dan ajaran Islam, memberikan sumbangan
besar terhadap perkembangan filsafat di Eropa abad pertengahan.
Peradaban Islam
pada era keemasan juga terkenal dengan kemajuan dalam seni, arsitektur, dan
sastra. Pembangunan masjid, istana, dan gedung-gedung penting lainnya
memperlihatkan keindahan seni arsitektur Islam. Contoh yang paling terkenal
adalah Masjid Al-Haram di Mekkah, Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, dan Taj Mahal di
India. Gaya arsitektur Islam mencakup penggunaan kubah, menara, serta dekorasi
geometris dan kaligrafi Arab.
Kaligrafi Arab
menjadi salah satu bentuk seni paling penting dalam peradaban Islam, digunakan
untuk menghias Al-Qur'an, masjid, dan berbagai karya seni. Kaligrafi bukan
hanya sebagai tulisan, tetapi juga sebagai ekspresi seni yang mendalam dan
penuh makna. Pada masa ini, sastra Arab berkembang pesat, dengan karya-karya
besar seperti "Alf Laila wa Laila" (Seribu Satu Malam),
puisi-puisi oleh Rumi dan Hafiz, serta karya-karya sejarah dan filosofi yang
menyoroti pemikiran Islam.
Selama masa
kejayaannya, peradaban Islam menjadi pusat perdagangan internasional yang
menghubungkan Timur dan Barat. Kota-kota besar seperti Bagdad, Cordoba, Kairo,
dan Samarkand berkembang menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan.
Islam mengajarkan
ekonomi berbasis keadilan, dengan menekankan pentingnya zakat (sumbangan wajib)
untuk mengurangi kesenjangan sosial dan melindungi kaum miskin. Pengaruh Islam
juga terlihat dalam perkembangan sistem perbankan yang adil dan larangan terhadap
riba (bunga).
Jaringan
perdagangan Islam tidak hanya menghubungkan dunia Islam, tetapi juga menjalin
hubungan dengan India, Tiongkok, Eropa, dan Afrika. Produk seperti
rempah-rempah, tekstil, dan logam berharga beredar di sepanjang jalur
perdagangan ini, serta ide-ide dan pengetahuan yang mengalir dari Timur ke
Barat.
Pada masa
keemasan Islam, pemerintahan Islam dikenal dengan penerapan sistem yang adil
dan berlandaskan pada prinsip-prinsip Syariah. Para pemimpin dan khalifah
berusaha untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Misalnya,
pemerintahan di bawah Dinasti Abbasiyah dan Umayyah berhasil mengembangkan
sistem birokrasi yang efisien dan memberi perhatian pada infrastruktur seperti jalan,
irigasi, dan pasar.
Masyarakat Islam
pada masa keemasan hidup dalam kondisi yang relatif sejahtera dan toleran.
Berbagai etnis dan agama hidup berdampingan, terutama di pusat-pusat besar
seperti Cordoba, Bagdad, dan Kairo. Toleransi beragama dan hubungan antara
Muslim, Kristen, dan Yahudi yang bekerja sama dalam berbagai bidang, seperti
sains dan perdagangan, menjadi ciri khas peradaban Islam pada masa itu.
Salah satu aspek
penting dari peradaban Islam yang berkembang pesat adalah sistem pendidikannya.
Universitas pertama di dunia, Al-Qarawiyyin di Maroko dan Al-Azhar
di Mesir, didirikan pada periode ini dan berfungsi sebagai pusat studi dalam
berbagai disiplin ilmu. Pendidikan Islam menekankan pada pengajaran agama, ilmu
pengetahuan, sastra, dan filsafat, yang menghasilkan generasi intelektual yang
produktif.
Era keemasan
peradaban Islam merupakan masa yang sangat penting dalam sejarah dunia, di mana
umat Islam tidak hanya mencatatkan pencapaian besar dalam bidang ilmiah, seni,
dan budaya, tetapi juga membangun peradaban yang adil, beradab, dan maju.
Kontribusi dari
ilmuwan, filsuf, seniman, dan pemimpin Islam pada masa itu memiliki dampak
jangka panjang, mempengaruhi dunia Barat dan Timur serta memberikan warisan
yang masih dihargai hingga kini. Meskipun ada tantangan di masa sekarang,
kemajuan yang dicapai dalam era keemasan Islam tetap menjadi sumber inspirasi
bagi umat manusia dalam membangun peradaban masa depan
(Ahmad Sastra,
Kota Hujan, 18/12/24 : 11.08 WIB)