BASA-BASI BERANTAS KORUPSI

 


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Di hari anti korupsi dunia 2024, pemerintah Prabowo didesak untuk tidak basa-basi berantas korupsi. Desakan ini sangat relevan, mengingat banyak kritik atas komposisi kabinae yang dinilai banyak pihak justru banyak anggota cabinet yang justru terlibat kasus korupsi. Logikanya, bagaimana mungkin akan memberantas korupsi jika anggotanya sendiri dinilai justru banyak yang tersandung kasus korupsi ?.

 

Basa-basi berantas korupsi adalah ungkapan yang sering digunakan untuk menggambarkan sikap atau tindakan yang seolah-olah serius dalam memerangi korupsi, tetapi sebenarnya tidak membawa perubahan berarti.  Banyak pejabat atau lembaga yang berbicara lantang tentang pentingnya pemberantasan korupsi, tetapi kebijakan atau tindakannya tidak mencerminkan komitmen tersebut. Misalnya, ada janji reformasi birokrasi tetapi tidak disertai langkah konkret untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas.

 

Contoh lainnya adalah program-program antikorupsi yang hanya bersifat seremonial, seperti deklarasi bersama, seminar, atau pemasangan spanduk anti-korupsi. Kegiatan seperti ini seringkali tidak diikuti dengan langkah sistematis untuk menutup celah korupsi dalam sistem pemerintahan.

 

Ketika kasus korupsi mencuat, sering terjadi kesan bahwa hukum hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Pelaku korupsi kelas kakap atau yang memiliki koneksi kuat sering mendapat perlakuan yang ringan dibandingkan mereka yang bukan bagian dari lingkaran kekuasaan.

 

Lembaga pengawas seperti inspektorat atau badan pengawas internal seringkali tidak efektif karena kekurangan sumber daya, independensi, atau justru terjebak dalam konflik kepentingan. Di beberapa kasus, lembaga anti-korupsi yang kuat malah dilemahkan melalui regulasi atau keputusan politik, sehingga kemampuannya dalam menangani kasus-kasus besar menjadi terbatas.

 

Pemimpin harus menunjukkan komitmen nyata dengan mendukung kebijakan, anggaran, dan regulasi yang memberantas korupsi. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan serta akses yang luas terhadap informasi publik dapat menekan potensi korupsi. Sistem hukum harus diperkuat agar memberikan efek jera, termasuk dengan penegakan hukum yang adil dan konsisten.

 

Hari Antikorupsi Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 9 Desember, adalah momentum global untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak korupsi dan mendorong tindakan kolektif dalam memberantasnya.  Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat pembangunan, memperburuk ketimpangan sosial, dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi. Masyarakat diingatkan bahwa pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga antikorupsi.

 

Hari ini menjadi waktu untuk menilai sejauh mana keberhasilan upaya pemberantasan korupsi di tingkat nasional maupun internasional. Momen ini juga digunakan untuk mengidentifikasi tantangan utama, seperti celah regulasi, lemahnya penegakan hukum, atau budaya permisif terhadap korupsi.

 

Masyarakat, media, sektor swasta, dan pemerintah didorong untuk bekerja sama dalam menciptakan sistem yang lebih transparan dan akuntabel. Banyak kegiatan seperti seminar, diskusi publik, pelatihan antikorupsi, hingga pelibatan anak muda dilakukan untuk menyebarkan pesan antikorupsi.

 

Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap hak rakyat, terutama bagi mereka yang paling rentan. Hari Antikorupsi Sedunia menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang muncul akibat korupsi. Melalui tema yang diusung setiap tahunnya, Hari Antikorupsi Sedunia memperkuat komitmen internasional dalam memerangi korupsi, termasuk dengan mendukung implementasi Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC).

 

Islam memiliki prinsip-prinsip yang kuat dalam memberantas korupsi, berdasarkan ajaran Al-Qur'an, sunnah Nabi Muhammad SAW, dan tradisi hukum Islam. Dalam Islam, seorang Muslim diajarkan untuk menyadari bahwa setiap perbuatannya diawasi oleh Allah SWT. Keyakinan ini menjadi penghalang utama untuk berbuat dosa, termasuk korupsi. "Dan janganlah kamu memakan harta orang lain dengan jalan yang batil..." (QS. Al-Baqarah: 188).

 

Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang dipercayakan kepada seseorang, baik oleh manusia maupun oleh Allah. "Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya..." (QS. An-Nisa: 58).

 

Islam memberikan hukuman berat terhadap pencurian dan penyalahgunaan kekuasaan, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Hal ini termasuk denda, penjara, atau bahkan potong tangan dalam kasus pencurian besar yang memenuhi syarat tertentu (hudud). Karena korupsi sering tidak memenuhi syarat hudud, sanksi lain yang bersifat fleksibel (ta'zir) seperti hukuman sosial, pengembalian uang negara, atau penjara diterapkan untuk memberi efek jera.

 

Rasulullah SAW memberikan teladan untuk mengelola harta publik secara transparan. Contoh: seorang pejabat yang menggunakan barang milik negara untuk kepentingan pribadi ditegur keras oleh Rasulullah. Islam menganjurkan pengawasan yang ketat terhadap pemegang kekuasaan agar mereka tidak menyalahgunakan jabatannya. Khalifah Umar bin Khattab RA sering memeriksa kekayaan para pejabat untuk memastikan tidak ada yang diperoleh secara tidak sah.

 

Islam dengan tegas melarang suap karena merusak sistem keadilan. "Allah melaknat orang yang memberi suap dan menerima suap..." (HR. Ahmad). Memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri sendiri adalah dosa besar dalam Islam.

 

Islam menekankan distribusi kekayaan yang adil dan memastikan tidak ada kesenjangan sosial yang terlalu besar, sehingga meminimalkan godaan untuk korupsi. Sistem zakat mengurangi ketimpangan ekonomi dan memperbaiki kondisi masyarakat, sehingga mengurangi tekanan ekonomi yang dapat memicu korupsi.

 

Pendidikan berbasis nilai Islam menanamkan sifat jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Pemimpin harus menjadi contoh integritas. Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah contoh pemimpin yang hidup sederhana meskipun memiliki akses terhadap kekayaan negara. Melawan korupsi dianggap sebagai bagian dari jihad, yaitu memperjuangkan kebenaran dan melawan kebatilan. Orang yang melaporkan korupsi demi kebaikan umat mendapat pahala besar, selama dilakukan dengan niat ikhlas.

 

Islam menekankan pentingnya keadilan, baik dalam proses hukum maupun pembagian kekayaan negara. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan..." (QS. An-Nahl: 90). Islam memberantas korupsi melalui pendekatan moral, hukum, ekonomi, dan pendidikan.

 

Penerapan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan modern membutuhkan kolaborasi antara ulama, pemimpin, dan masyarakat. Keteladanan, pengawasan ketat, dan sistem yang adil akan menciptakan masyarakat yang bersih dari korupsi. Hal ini hanya bisa ketika negara menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam sistem khilafah islamiyah.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 11/12/24 : 22.45 WIB)

 

Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.