Oleh : Ahmad Sastra
Miftah Maulana Habiburrahman, yang dikenal sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, secara resmi menyatakan pengunduran dirinya. Keputusan ini diumumkan dengan penuh haru di Pondok Pesantren Ora Aji, Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Saya telah mengambil keputusan ini dengan kesadaran penuh, melalui renungan dan pertimbangan yang mendalam. Saya memutuskan untuk mundur dari tugas saya," ungkap Miftah dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca, pada Jumat 6 Desember 2024. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut bukan karena tekanan atau permintaan pihak manapun, melainkan murni panggilan hati. (https://subang.pikiran-rakyat.com)
Keputusan ini, katanya, lahir dari rasa cinta mendalam kepada tanah air, rasa tanggung jawab sebagai warga negara, dan penghormatan besar kepada Presiden Prabowo Subianto serta seluruh rakyat Indonesia. "Ini bukanlah akhir perjalanan, melainkan awal baru untuk terus berkontribusi bagi bangsa," ujarnya tegas. Miftah mengutip filosofi seorang kesatria, bahwa jabatan adalah amanah yang bersifat sementara, semata-mata sebagai sarana untuk menebar kebaikan (https://subang.pikiran-rakyat.com)
Sebelumnya, kasus Miftah mengolok-olok penjual es teh memang telah banyak disorot banyak pihak. Miftah dinilai mengungkapkan kata-kata yang tidak pantas sebagai penceramah yang memiliki banyak pengikut. Terbaru, Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim ikut memberikan komentar mengenai sikap Miftah Maulana Habibburrahman terhadap penjual es teh.
"Ternyata orang yang paham agama, yang bicara tentang Islam, akidah, salat, dan sunnah (bisa sombong). Tetapi bila timbul (kesombongan), saya merasa aneh, agak luar biasa," kata Anwar Ibrahim dalam pidato yang disampaikan pada pertemuan dengan Kementerian Keuangan Malaysia pada Kamis (5/12/2024). Miftah juga menghadapi desakan dari masyarakat luas untuk mundur dari jabatannya sebagai utusan khusus Presiden Prabowo Subianto. ( https://www.bisnis.com)
Miftah juga menghadapi desakan dari masyarakat luas untuk mundur dari jabatannya sebagai utusan khusus Presiden Prabowo Subianto. Pada Rabu (4/12) muncul petisi yang ditujukan kepada Presiden untuk mencopot Gus Miftah sebagai utusan khusus. Petisi tersebut dibuat di change.org dengan judul "Copot Gus Miftah dari Jabatan Utusan Khusus Presiden". Hingga Jumat (6/12) siang, petisi tersebut sudah memiliki 279.873 tanda tangan dengan tujuan akhir 300.000 tanda tangan.
Sebelumnya dari pantauan Bisnis, petisi tersebut hanya memasang angka tujuan 150.000. Namun hingga Jumat, 233.700 mulai memberikan tanda tangan. "Seperti yang kita ketahui, saat ini Gus Miftah menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden di pemerintahan yang dipimpin oleh bapak Prabowo Subianto. Publik tentu mempertanyakan apakah jabatan tersebut layak diterima oleh pribadi yang kerap membuat kegaduhan di masyarakat," tulis keterangan petisi tersebut. (https://www.bisnis.com)
Mundurnya Miftah karena kesalahan moral yang diperbuat mestinya juga menjadi contoh bagi para menteri yang sebenarnya banyak terlibat kasus yang lebih berat lagi, semisal kasus-kasus korupsi. Dalam daftar menteri, wakil menteri, pejabat setingkat menteri, hingga para utusan khusus terselip nama-nama yang pernah berurusan dengan hukum.
Ada juga orang yang menjabat Menteri, yang terseret kasus korupsi proyek menara pemancar komunikasi (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ia diduga berupaya meredam kasus tersebut lewat guyuran uang kepada penyidik. Ada juga wakil menteri yang malah pernah menyandang status tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi. Setelah kalah di praperadilan, KPK kembali mengusut perkaranya.
Perkara hukum tersebut bakal menyandera mereka selama menjabat. Bukan tak mungkin mereka bakal ditekan dengan kasus jika tak menuruti kehendak penguasa. Selain terjerat kasus hukum, ada yang terseret perkara etik. Ada yang terseret kasus plagiarisme. Ada pula menteri dan wakil menteri dipersoalkan secara etik karena mendapat gelar doktor terlalu cepat atau doktor honoris causa dari universitas yang tak kredibel.
Dalam pidatonya yang berapi-api, Prabowo bertekad akan memberantas korupsi. Namun disisi lain, disinyalir para menteri dalam kabinet merah putih ini justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Hal ini ditegaskan oleh Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013 Abdullah Hehamahua yang membeberkan bahwa 90 persen nama-nama calon menteri presiden terpilih Prabowo Subianto yang telah dipanggil itu telah terlibat kasus korupsi. Indonesia sudah mengalami krisis korupsi yang berarti sulit untuk dihindari, sebab kabinet merah putih adalah kabinet transaksional.
Nah alangkah eloknya kalo para menteri dan wakil menteri yang memang terlibat kasus hukum, baiknya segera mundur mengikuti langkah Miftah. Atau menteri dan atau wakil menteri yang tak memikirkan rakyat, tapi hanya memikirkan diri sendiri juga sebaiknya mundur. Apakah Prabowo tidak ingin kabinetnya diisi oleh orang-orang yang benar-benar bersih. Tapi ngomong-ngomong, apakah masih ada pejabat bersih di negeri ini ?.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 06/12/24 : 21.52 WIB)