Oleh : Ahmad Sastra
Kepalsuan adalah segala bentuk ketidakbenaran atau kebohongan yang disampaikan dengan tujuan untuk menipu, mengelabui, atau memanipulasi orang lain. Dalam konteks ini, ada beberapa macam kepalsuan yang bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam bentuk komunikasi verbal maupun tindakan.
Menyampaikan informasi yang tidak benar dengan tujuan menipu. Ini adalah bentuk kepalsuan yang paling jelas, di mana seseorang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta. Ini biasa disebut dengan istilah kepalsuan verbal. Janji bohong saat kampanye pemilu atau pilkada juga merupakan kepalsuan verbal.
Kepalsuan verbal juga bisa berupa memberikan informasi yang sebagian benar, tetapi disembunyikan atau dipelintir untuk mengaburkan kebenaran. Memberikan gambaran yang berlebihan dari fakta yang sebenarnya, untuk tujuan memanipulasi pandangan orang lain juga termasuk kepalsuan verbal.
Ada juga istilah kepalsuan tindakan yakni melakukan tindakan yang sengaja menyesatkan atau merugikan orang lain dalam hal uang atau harta benda, seperti investasi bodong, penipuan jual beli, atau skema Ponzi. Membuat atau mengubah dokumen yang sah secara ilegal, misalnya paspor, ijazah, atau surat-surat penting lainnya untuk keuntungan pribadi juga merupakan kepalsuan tindakan.
Banyak pejabat yang biasanya memalsukan dokumen semacam ijazah agar bisa menjadi pejabat juga bagian dari kepalsuan tindakan. Menggunakan identitas orang lain secara tidak sah, dengan tujuan tertentu, seperti dalam kasus pencurian identitas. Misalnya, namanya joko, terus menggunakan identitas yono. Ini kepalsuan tindakan namanya.
Di zaman revolusi informasi juga sering didapatkan kepalsuan. Informasi palsu yang disebarkan dengan sengaja untuk menyesatkan orang, sering kali melalui media sosial atau platform online lainnya. Ini sering disebut orang dengan istilah hoax. Berita atau informasi yang sengaja diubah atau dibentuk untuk tujuan tertentu, baik untuk menipu publik atau merugikan individu atau kelompok tertentu termasuk kepalsuan informasi.
Ada juga kepalsuan relasi sosial, misalnya seseorang yang berpura-pura sopan atau ramah untuk mencapai tujuan pribadi, meskipun sebenarnya tidak berniat baik. Bisa juga berupa menyatakan cinta atau perhatian kepada seseorang secara tidak tulus, hanya untuk kepentingan pribadi, seperti manipulasi atau keuntungan material.
Ada lagi kepalsuan kepribadian atau biasa disebut orang dengan istilah pencitraan. Seseorang yang sengaja menciptakan citra diri yang berbeda dari kenyataan untuk mendapatkan penerimaan atau keuntungan tertentu, misalnya dalam hubungan sosial atau dunia profesional. Berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri sendiri untuk menyesuaikan diri dengan harapan sosial atau norma-norma tertentu.
Di atas adalah contoh kepalsuan secara umum. Bagaimana pula kepalsuan yang terjadi di dunia politik ? Kepalsuan dalam dunia politik sering kali digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu, baik oleh individu, partai politik, atau pemerintah. Dalam konteks ini, kepalsuan bisa berupa kebohongan, manipulasi, atau informasi yang sengaja diselewengkan untuk mempengaruhi opini publik, memenangkan pemilu, atau mempertahankan kekuasaan.
Menyebarkan informasi yang sengaja diputarbalikkan untuk mendukung tujuan politik tertentu. Hal ini dapat mencakup penyebaran berita palsu (hoaks), disinformasi, atau pemilihan fakta-fakta yang mendukung satu pihak atau ideologi tertentu. Propaganda sering kali digunakan untuk mempengaruhi persepsi publik dan mendapatkan dukungan.
Beberapa pihak politik dapat mengendalikan atau memanipulasi media untuk memutarbalikkan kenyataan dan memberikan gambaran yang tidak seimbang kepada publik, menyembunyikan kebenaran atau memperburuk citra lawan politik.
Politikus sering kali membuat janji-janji besar selama kampanye untuk mendapatkan dukungan pemilih, namun setelah terpilih, janji-janji tersebut tidak dipenuhi atau sengaja diabaikan. Ini merupakan salah satu bentuk kepalsuan yang umum terjadi dalam politik. Politikus atau pejabat yang berjanji untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, namun pada kenyataannya menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Pemerintah atau politisi sering memanipulasi data statistik, seperti angka pengangguran, inflasi, atau pertumbuhan ekonomi, untuk menciptakan gambaran positif tentang kinerja mereka, meskipun kenyataannya berbeda. Statistik tentang kemiskinan, pendidikan, atau kesehatan sering dipelintir untuk menunjukkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah berhasil, padahal di lapangan situasinya berbeda.
Dalam politik, isu-isu sensitif seperti agama, ras, atau identitas sering kali dimanipulasi untuk memecah belah masyarakat atau memperoleh dukungan dari kelompok tertentu. Hal ini dapat mencakup kampanye yang menghasut kebencian atau ketakutan terhadap kelompok tertentu. Politikus sering kali menggunakan taktik pengalihan isu untuk menutupi masalah yang lebih besar atau untuk menghindari pertanggungjawaban atas kesalahan atau kebijakan yang kontroversial.
Dalam beberapa kasus, pejabat politik atau pemerintah dapat memalsukan anggaran atau mengalihkan dana negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Ini adalah bentuk kepalsuan yang merugikan negara dan rakyat. Korupsi adalah bentuk kepalsuan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Ini dapat berupa suap, gratifikasi, atau penyalahgunaan dana publik.
Kampanye negatif sering kali digunakan untuk menyerang atau mencemarkan nama baik lawan politik, sering kali dengan menggunakan informasi palsu atau setengah kebenaran, untuk merusak kredibilitas lawan. Dalam pemilu, sering kali ada penyebaran hoaks yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap calon tertentu atau untuk mempengaruhi hasil pemilu melalui kebohongan yang sistematis.
Politik identitas dapat mencakup penggunaan atau penyalahgunaan identitas kelompok, seperti suku, agama, atau golongan, untuk meraih dukungan atau memenangkan pemilu. Seringkali, ini melibatkan klaim palsu atau penggambaran yang menyesatkan tentang kelompok tertentu demi kepentingan politik.
Politikus yang mendukung kebijakan atau keputusan yang jelas merugikan masyarakat atau kelompok tertentu hanya karena ada keuntungan pribadi atau politik yang lebih besar. Kebijakan-kebijakan tersebut sering kali disajikan dengan alasan yang tidak benar atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Seringkali, politisi mengungkapkan komitmen terhadap suatu kebijakan atau ideologi selama kampanye, namun setelah terpilih, mereka mengambil kebijakan yang sangat berbeda atau bertentangan dengan ucapan mereka.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 23/11/24 : 12.03 WIB)