SISTEM PENDIDIKAN ISLAM : DARI GENERASI EMAS MENUJU PERADABAN EMAS


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Sistem Pendidikan Islam adalah sistem yang berlandaskan ajaran Islam dengan tujuan membentuk individu yang memiliki keseimbangan antara ilmu dunia dan akhirat, serta karakter mulia sesuai nilai-nilai Al-Qur'an dan Sunnah. Pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada aspek spiritual, moral, sosial, dan emosional. Sistem pendidikan Islam bertujuan untuk melahirkan generasi emas, yakni generasi yang berkepribadian Islam dan pembangun peradaban mulia.

 

Misi sistem pendidikan Islam adalah untuk menanamkan keyakinan kepada Allah SWT sebagai dasar kehidupan, membentuk karakter peserta didik yang berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab, menghasilkan individu yang paripurna (insan kamil) dengan keseimbangan antara spiritual, intelektual, dan social atau output peserta didik yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, dan  mendorong umat untuk mencari ilmu sebagai bentuk ibadah, sesuai hadis Nabi: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah).

 

Dalam sistem pendidikan Islam, asas kurikulum adalah aqidah Islam. Apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan antar sesama muslim, asas bagi aturan dan masyarakat umumnya, maka seluruh pengatahuan yang diterima seorang peserta didik harus berdasarkan aqidah Islam pula, baik hal itu berupa pengetahuan yang berkaitan dengan kehiduan pribadi, hubungan antar sesama muslim dan masyarakat, atau masalah apapun yang ada kaitannya dengan kehidupan dunia dan kehidupan akherat.

 

Atas semua asas inilah disusun kurikulum atau mata pelajaran beserta teori dan metode pendidikan di sekolah dasar menengah mapun di perguruan tinggi. Pendidikan Islam adalah sistem yang integral dan menyeluruh. Dengan memadukan ilmu agama dan duniawi, sistem ini tidak hanya membentuk individu yang cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak mulia, yang pada akhirnya mampu berkontribusi untuk kebaikan umat manusia.

 

Dalam peradaban Islam, kedudukan guru sangatlah mulia dan mendapat penghormatan yang tinggi. Guru dipandang sebagai pembimbing, penyebar ilmu, dan teladan moral yang berperan penting dalam membangun individu dan masyarakat. Dalam pandangan Islam, guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan spiritualitas murid-muridnya.

 

Kedudukan guru dalam sitem pendidikan Islam sangat mulia. Allah SWT memuliakan orang-orang berilmu, termasuk guru yang menyampaikan ilmu: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11)

 

Guru termasuk dalam golongan orang-orang yang melakukan tugas dakwah, sebagaimana dalam ayat: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali Imran: 104)

 

Nabi memuji orang yang mengajarkan ilmu: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari). "Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya." (HR. Muslim)

 

Dalam Islam, guru dianggap sebagai pewaris tugas kenabian. Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). Tugas guru sebagai ulama meliputi menyampaikan ajaran kebenaran, memberikan pencerahan, dan mendidik umat.

 

Selain melahirkan generasi emas, peradaban Islam yang berjaya di masa lalu tidak lepas dari peran guru yang mendidik generasi dengan ilmu pengetahuan. Contohnya adalah tokoh seperti Imam al-Ghazali, yang membentuk pemahaman integrasi ilmu agama dan akhlak. Ibnu Sina (Avicenna) dan Al-Khawarizmi, yang mendidik generasi ilmuwan. Guru bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual. Dalam tradisi Islam, seorang guru harus menjadi teladan bagi muridnya.

 

Guru memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam peradaban Islam. Mereka adalah pewaris para nabi, pembimbing moral, dan pelopor peradaban. Peran guru tidak hanya terbatas pada pengajaran ilmu, tetapi juga mencakup pembentukan akhlak dan spiritualitas murid. Dalam Islam, memuliakan guru adalah bagian dari adab yang harus dijaga oleh setiap individu, karena tanpa guru, ilmu tidak akan berkembang dan peradaban tidak akan maju.

 

Generasi Emas dalam Sejarah Peradaban Islam merujuk pada kelompok manusia yang berperan penting dalam membangun dan memperkaya peradaban Islam di masa kejayaannya. Generasi ini terdiri dari para pemimpin, ilmuwan, cendekiawan, ulama, seniman, dan tokoh-tokoh yang berkontribusi besar dalam berbagai bidang. Mereka berasal dari berbagai latar belakang etnis dan budaya, tetapi bersatu dalam semangat Islam untuk mencari ilmu dan membangun masyarakat.

 

Generasi awal Islam dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad SAW yang memberikan dasar-dasar ajaran Islam, baik dalam akidah, ibadah, maupun sistem sosial-politik. Generasi Sahabat, seperti Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, melanjutkan perjuangan Rasulullah dengan menyebarkan Islam dan memperkuat dasar pemerintahan serta tatanan masyarakat.

 

Keunggulan Generasi emas Awal peradaban Islam adalah semangat keilmuan dan pemahaman mendalam tentang Al-Qur'an dan Sunnah dan Keteladanan dalam akhlak dan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran.

 

Generasi emas kedua adalah generasi tabi'in dan tabi' tabi'in. Generasi ini adalah penerus para Sahabat yang melanjutkan dakwah Islam dan meletakkan dasar-dasar ilmu keislaman, termasuk penyusunan hadis, fikih, dan tafsir. Tokoh-tokoh penting generasi ini adalah  Hasan al-Basri: Seorang ulama besar yang dikenal atas kontribusinya dalam ilmu tasawuf dan akhlak. Ada juga dalam generasi emas kedua ini adalah Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal: Empat imam mazhab besar yang menyusun sistem hukum Islam.

 

Generasi emas ketiga adalah para ilmuwan dan cendekiawan pada Masa Abbasiyah. Pada masa Abbasiyah (abad ke-8 hingga ke-13), dunia Islam mencapai puncak peradaban ilmiah. Generasi ini mencakup ilmuwan, filsuf, dan tokoh budaya yang memberikan kontribusi besar pada ilmu pengetahuan dunia.

 

Beberapa ilmuwan pada masa ini adalah : Al-Khawarizmi sebagai Bapak aljabar dan pencetus sistem angka desimal. Ibn Sina (Avicenna) sebagai Penulis Al-Qanun fi al-Tibb, ensiklopedia medis yang menjadi acuan di Eropa. Al-Farabi dan Ibn Rushd (Averroes) sebagai Filsuf besar yang menjembatani filsafat Islam dengan pemikiran Yunani. Ibn al-Haytham (Alhazen) sebagai Bapak optik modern.

 

Al-Jazari sebagai Perancang mesin otomatis dan pendiri mekanika modern. Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak kimia eksperimental. Al-Biruni sebagai Mengembangkan pengukuran bumi dan pemetaan astronomi. Ibn Battuta sebagai Penjelajah yang mendokumentasikan dunia Islam.

 

Spanyol Islam  atau Al-Andalus juga telah melahirkan banyak generasi emas seperti  Ibn Hazm, seorang polymath, dan Ibn Zuhr (Avenzoar), dokter yang berkontribusi dalam perkembangan medis. Dinasti Utsmaniyah telah melahirkan seni arsitektur yang berkembang pesat, seperti yang ditunjukkan oleh Masjid Süleymaniye karya Mimar Sinan.

 

Generasi yang menjaga warisan keilmuan dan melestarikan ajaran Islam, diantaranya adalah Imam al-Ghazali yang menggabungkan ilmu agama dan filsafat dalam karyanya, seperti Ihya Ulum al-Din. Ada juga Ibn Khaldun yang merupakan bapak ilmu sosiologi dan historiografi. Ada juga Jalaluddin Rumi, seorang penyair besar dan tokoh spiritual.

 

Ciri-ciri Utama Generasi Emas adalah mereka memadukan ilmu wahyu dengan pengetahuan rasional. Generasi ini terbuka untuk belajar dari budaya lain tanpa kehilangan identitas Islam. Mereka tidak hanya mewarisi ilmu tetapi juga menciptakan penemuan dan gagasan baru. Generasi ini bekerja untuk kebaikan umat secara keseluruhan, mengutamakan keadilan, dan pemerataan ilmu.

 

Generasi emas dalam sejarah peradaban Islam adalah bukti nyata bahwa Islam mendorong kemajuan ilmu, seni, dan teknologi. Mereka menginspirasi dunia dengan karya-karya yang masih relevan hingga kini, menjadi teladan bagaimana iman dan akal dapat berjalan seiring untuk membangun peradaban.

 

Peradaban Emas Islam (juga dikenal sebagai Islamic Golden Age) adalah periode sejarah yang ditandai oleh kemajuan luar biasa dalam ilmu pengetahuan, seni, budaya, dan teknologi yang dicapai oleh dunia Islam. Periode ini biasanya berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-13 Masehi, meskipun dampaknya berlanjut hingga abad-abad berikutnya.

 

Peradaban Islam ditandai dengan berdirinya pusat ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah di Baghdad (didirikan oleh Khalifah Harun al-Rasyid dan diperkaya oleh Al-Ma'mun) adalah simbol dari pusat penelitian ilmu pengetahuan. Para cendekiawan dari berbagai latar belakang, termasuk Muslim, Kristen, Yahudi, dan Zoroastrian, bekerja sama untuk menerjemahkan dan mengembangkan pengetahuan Yunani, Romawi, Persia, dan India. Terjemahan karya-karya besar seperti Almagest karya Ptolemy, filsafat Aristoteles, dan teks-teks matematika karya Euclid dilakukan secara besar-besaran di masa ini.

 

Selain menjadi pusat sains dan teknologi, termasuk arsitektur dan seni, peradaban Islam juga ditandai dengan adanya pusat ekonomi dan perdagangan. Dunia Islam adalah pusat perdagangan global yang menghubungkan Timur dan Barat. Kota-kota seperti Baghdad, Damaskus, dan Kairo menjadi pusat perdagangan, manufaktur, dan keuangan. Sistem perbankan berkembang, termasuk penggunaan cek (sakk), yang mempermudah perdagangan jarak jauh.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 25/11/24 : 20.02 WIB) 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.