PRO KONTRA PENANGKAPAN NETANYAHU PASCA KEPUTUSAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

ICC mengeluarkan Press Release: 21 November 2024 dengan judul Situation in the State of Palestine: ICC Pre-Trial Chamber I rejects the State of Israel's challenges to jurisdiction and issues warrants of arrest for Benjamin Netanyahu and Yoav Gallant. Today, on 21 November 2024, Pre-Trial Chamber I of the International Criminal Court ('Court'), in its composition for the Situation in the State of Palestine, unanimously issued two decisions rejecting challenges by the State of Israel ('Israel') brought under articles 18 and 19 of the Rome Statute (the 'Statute'). It also issued warrants of arrest for Mr Benjamin Netanyahu and Mr Yoav Gallant.

 

The Chamber considered that there are reasonable grounds to believe that both individuals intentionally and knowingly deprived the civilian population in Gaza of objects indispensable to their survival, including food, water, and medicine and medical supplies, as well as fuel and electricity, from at least 8 October 2023 to 20 May 2024.

 

This finding is based on the role of Mr Netanyahu and Mr Gallant in impeding humanitarian aid in violation of international humanitarian law and their failure to facilitate relief by all means at its disposal. The Chamber found that their conduct led to the disruption of the ability of humanitarian organisations to provide food and other essential goods to the population in need in Gaza.

 

The aforementioned restrictions together with cutting off electricity and reducing fuel supply also had a severe impact on the availability of water in Gaza and the ability of hospitals to provide medical care.

 

Mahkamah Pidana Internasional (bahasa InggrisInternational Criminal Court, ICC atau ICCt; bahasa PrancisCour pénale internationale, CPI) merupakan sebuah pengadilan permanen untuk menuntut individual atas tindakan genosidakejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang.

 

Pada Juli 1998 di Roma, 120 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi sebuah perjanjian untuk menetapkan -pertama kalinya dalam sejarah dunia- pengadilan pidana internasional permanen. Perjanjian ini mulai berlaku enam puluh hari setelah enam puluh negara menjadi pihak Statuta melalui ratifikasi atau aksesi.[1] Tepatnya, ICC mulai beroperasi pada 1 Juli 2002, setelah berlakunya Statuta Roma.

 

Negara-negara yang menjadi pihak Statuta Roma kemudian menjadi anggota ICC dan bertugas di Majelis Negara-negara Pihak yang mengelola pengadilan. Per Desember 2020, terdapat 123 negara anggota ICC yang 42 negara di antaranya tidak menandatangani dan tidak menjadi pihak Statuta Roma.

 

ICC dirancang untuk membantu sistem yudisial nasional yang telah ada. Namun, pengadilan ini hanya dapat melaksanakan yurisdiksi apabila pengadilan negara enggan atau tidak sanggup untuk menginvestigasi atau menuntut kejahatan seperti yang disebutkan di atas, dan menjadi "pengadilan usaha terakhir", meninggalkan kewajiban utama untuk menjalankan yurisdiksi terhadap kriminal tertuduh kepada negara individual.

 

Dengan adanya keputusan ICC, maka Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu resmi menjadi buronan mahkamah Pidana Internasional (ICC), Kamis (21/11/2024). Hal ini menjadi resmi setelah ICC mengeluarkan perintah penangkapan terhadap kepala pemerintahan Israel itu. Dalam sebuah pernyataan, selain Netanyahu ICC menjatuhkan perintah penangkapan kepada mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dengan tudingan  telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang dalam pertempuran di Gaza. (CNBC Indonesia).

 

Sebelumnya ICC menilai Netanyahu dan Gallant diduga melakukan kejahatan perang sejak 8 Oktober 2023. Langkah ICC sekarang secara teoritis membatasi pergerakan Netanyahu karena salah satu dari 124 anggota nasional pengadilan tersebut akan diwajibkan untuk menangkapnya di wilayah mereka.

 

Sebanyak 124 negara merupakan Negara Pihak pada Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Dari jumlah tersebut, 33 negara merupakan Negara Afrika, 19 negara Asia-Pasifik, 19 negara dari Eropa Timur, 28 negara dari Amerika Latin dan Karibia, serta 25 negara dari Eropa Barat dan negara lainnya.

 

Beberapa negara Barat berjanji melaksanakan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Pengadilan yang berpusat di Den Haag pada hari Kamis mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu bersama dengan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan komandan Hamas Ibrahim al-Masri. (SINDOnews.com pada Sabtu, 23 November 2024)

 

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell menegaskan bahwa negara anggota Uni Eropa (UE) tidak dapat memilih apakah akan mematuhi surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Hal ini merujuk pada surat perintah terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dan pemimpin Hamas Ibrahim Al-Masri atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dilansir Reuters, Borrell, dalam kunjungannya ke Siprus, menyatakan bahwa seluruh anggota UE, yang menandatangani Statuta Roma, wajib menjalankan keputusan ICC. (Kompas.com)

 

Otoritas China menyerukan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk tetap objektif dan adil setelah badan internasional itu merilis surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

 

Beijing juga mengkritik Amerika Serikat (AS), sekutu Netanyahu, telah menerapkan standar ganda dalam merespons perintah penangkapan ICC tersebut. "China berharap ICC akan menegakkan posisi objektif dan adil, dan mempraktikkan wewenangnya sesuai dengan hukum," cetus juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing seperti dilansir AFP, Sabtu (23/11/2024). (detiknews)

 

Atas keputusan dan dikeluarkannya surat penangkapan, menteri-menteri di kabinet Israel mengamuk, usai Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) merilis surat perintah penangkapan PM Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.


Senator AS dari Partai Republik Lindsey Graham mengancam akan memberikan sanksi kepada kepada negara-negara sekutu Amerika Serikat jika mereka mematuhi surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.

 

"Kepada sekutu mana pun, Kanada, Inggris, Jerman, Prancis, jika Anda mencoba membantu ICC, kami akan memberikan sanksi kepada Anda," kata Graham kepada Fox News dalam sebuah wawancara Jumat malam. "Jika Anda ingin membantu ICC sebagai sebuah negara dan memaksakan surat perintah penangkapan terhadap Bibi dan Gallant, mantan menteri pertahanan, saya akan memberikan sanksi kepada Anda sebagai sebuah negara," katanya.

 

Argentina dan Hungaria menjadi dua negara anggota Mahkamah Kriminal Internasional (International Criminal Court/ ICC) yang menolak untuk menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban mengatakan dirinya tidak akan mematuhi keputusan ICC yang ingin menangkap Netanyahu karena diduga melakukan 'kejahatan perang' di Gaza. Ia bahkan mengundang Netanyahu untuk berkunjung ke negaranya. Menurutnya, keputusan ICC untuk menangkap Netanyahu merupakan keputusan yang "salah". Pasalnya, kata Orban, ICC tidak punya hak untuk menangkap Netanyahu gara-gara melakukan genosida di Gaza.

 

"Hari ini, saya akan mengundang Perdana Menteri Israel, Tuan Netanyahu, untuk berkunjung ke Hungaria. Dalam undangan itu, saya akan menjamin kepadanya bahwa jika dia datang, putusan ICC tidak akan berlaku di Hungaria. Kami tidak akan mengikuti isinya," kata Orban pada Jumat (22/11), dikutip dari Al Jazeera.(CNN Indonesia)

 

China, sama seperti Israel dan AS, bukanlah negara anggota ICC. Namun dalam tanggapannya, Lin mengatakan Beijing "mendukung segala upaya komunitas internasional mengenai isu Palestina yang kondusif untuk mencapai keadilan dan menegakkan otoritas hukum internasional".

 

Karena salah satu negara dari 124 anggota nasional pengadilan tersebut wajib menangkapnya di wilayah mereka. Meski begitu, Indonesia bukanlah pihak yang menjadi anggota ICC. Namun, pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu), mendukung penuh perintah International Criminal Court (ICC) soal penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

 

Indonesia berpendapat perintah ICC merupakan langkah signifikan untuk menyudahi Israel menyerang Palestina. "Indonesia menegaskan kembali dukungan sepenuhnya terhadap semua inisiatif yang bertujuan untuk memastikan akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan oleh Israel di Palestina, termasuk yang ditempuh melalui International Criminal Court (ICC)," tulis Kemlu dalam akun X-nya, Sabtu (23/11/2024) (detik.com)

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 24/11/24 : 12.27 WIB)  




 

 






 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.