Oleh : Ahmad Sastra
Istilah deep learning dalam konteks pendidikan sekolah merujuk pada pendekatan pembelajaran yang mendalam dan bermakna, di mana siswa tidak hanya mempelajari materi secara dangkal, tetapi juga memahami konsep-konsep yang mendasarinya, menghubungkannya dengan pengetahuan yang sudah ada, dan mampu menerapkannya dalam berbagai konteks yang lebih luas.
Deep learning adalah pembelajaran yang erat hubungannya dengan sudut pandang filosofis atas setiap mata pelajaran. Kaitan antara deep learning dan filsafat dapat dijelaskan melalui pemahaman mendalam mengenai konsep, proses berpikir, dan refleksi yang merupakan inti dari kedua bidang ini. Konteks pendidikan atau pembelajaran manusia, deep learning lebih berkaitan dengan cara kita memahami, mengolah, dan mengaplikasikan pengetahuan secara mendalam.
Dalam hal ini, filsafat memberikan landasan teoritis yang memperdalam pemahaman tentang proses berpikir, pengetahuan, kebenaran, dan realitas, yang semuanya relevan dengan konsep deep learning. Deep learning mengajak individu untuk berpikir lebih kritis dan reflektif, yang sejalan dengan salah satu tujuan utama filsafat, yaitu mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Dalam filsafat, berpikir kritis berfokus pada analisis, sintesis, dan evaluasi argumen serta klaim-klaim yang ada.
Dalam konteks deep learning, siswa atau individu didorong untuk mengkritisi dan merefleksikan pemahaman mereka terhadap suatu topik, bukan sekadar menerima informasi secara pasif. Filsafat, yang mencakup berbagai cabang seperti epistemologi (teori pengetahuan), ontologi (studi tentang realitas), dan etika (kajian tentang nilai dan tindakan moral), memberikan kerangka berpikir yang dapat memperkaya proses ini.
Salah satu tema utama dalam filsafat adalah pencarian kebenaran. Epistemologi, misalnya, berfokus pada bagaimana kita tahu apa yang kita tahu, dan apa yang membedakan pengetahuan yang benar dari yang salah. Dalam konteks deep learning, pencarian kebenaran ini tercermin dalam upaya individu untuk menggali pengetahuan secara mendalam, tidak hanya untuk mengetahui fakta-fakta secara dangkal, tetapi untuk memahami esensi atau dasar yang mendasari suatu pengetahuan. Deep learning mengutamakan proses untuk mencapai pemahaman yang lebih holistik dan komprehensif, mirip dengan pencarian kebenaran dalam filsafat.
Dalam banyak aliran filsafat, terdapat konsep bahwa pengetahuan tidak dapat dipahami hanya dalam potongan-potongan terpisah, tetapi harus dilihat dalam konteks yang lebih besar. Holisme adalah gagasan bahwa keseluruhan lebih penting daripada jumlah bagian-bagiannya.
Deep learning juga berfokus pada pemahaman yang holistik terhadap materi atau konsep. Alih-alih hanya menghafal atau memahami elemen-elemen kecil, deep learning mendorong pemahaman tentang bagaimana bagian-bagian tersebut saling berhubungan untuk membentuk gambaran yang lebih besar, mirip dengan pandangan filsafat yang menekankan pentingnya melihat sesuatu dalam konteks yang lebih luas.
Filsafat juga sangat berkaitan dengan pemahaman diri dan eksistensi manusia, seperti yang dijelaskan oleh filsuf seperti Socrates dengan ungkapan "kenali dirimu sendiri". Filsafat mengeksplorasi tentang siapa kita, apa tujuan kita, dan bagaimana kita berhubungan dengan dunia ini.
Dalam deep learning, pemahaman yang mendalam tidak hanya berlaku pada topik atau subjek yang dipelajari, tetapi juga pada pemahaman diri sebagai bagian dari proses pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran mendalam ini bisa mencakup pemikiran tentang makna hidup, tujuan dari apa yang dipelajari, serta bagaimana pengetahuan yang didapat dapat berhubungan dengan kehidupan pribadi dan sosial.
Dalam filsafat, ada perdebatan antara rasionalisme (pengetahuan yang diperoleh melalui akal) dan empirisme (pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman). Beberapa filsuf, seperti Immanuel Kant, mencoba menggabungkan keduanya, menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman yang disaring oleh akal.
Deep learning dalam pendidikan juga melibatkan proses interaksi antara pengetahuan teoritis dan pengalaman praktis. Untuk benar-benar memahami sesuatu secara mendalam, seseorang harus menghubungkan informasi yang dipelajari dengan pengalaman pribadi, seperti dalam konteks penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Ini serupa dengan upaya filsafat untuk mengintegrasikan akal dan pengalaman.
Filsafat etika sangat relevan dengan konsep deep learning, karena keduanya melibatkan pertimbangan tentang bagaimana pengetahuan dan pemahaman diterapkan dalam konteks moral dan sosial. Etika dalam filsafat membahas tentang apa yang benar dan salah, serta bagaimana manusia harus bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut.
Dalam deep learning, ada penekanan pada aplikasi pengetahuan secara etis. Santri, siswa, atau individu yang mengalami deep learning tidak hanya didorong untuk memahami sesuatu secara mendalam, tetapi juga untuk menerapkan pengetahuan mereka dengan cara yang bermanfaat dan sesuai dengan nilai-nilai moral. Ini mengingatkan kita pada pandangan filsafat etika yang menekankan bahwa pengetahuan harus diarahkan untuk kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.
Dengan demikian pembelajaran mendalam tidak hanya mendorong siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi benar-benar memahami materi pelajaran dan bagaimana konsep-konsep tersebut saling terhubung. Mereka juga dapat menjelaskan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru. Proses pembelajaran yang menekankan pada eksplorasi, diskusi, dan refleksi, bukan hanya pada hasil akhir atau ujian. Siswa didorong untuk berpikir kritis dan kreatif.
Siswa lebih terlibat dalam pembelajaran melalui diskusi, proyek, atau tugas-tugas yang memungkinkan mereka untuk belajar secara kolaboratif dan membangun pemahaman bersama. Deep learning membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi, yang penting untuk memecahkan masalah kompleks.
Deep learning dalam pendidikan Islam mengacu pada pendekatan pembelajaran yang mendalam dan bermakna dengan memadukan prinsip-prinsip Islam. Tujuan utamanya adalah agar siswa tidak hanya memahami pengetahuan secara akademis, tetapi juga memperdalam pemahaman mereka tentang nilai-nilai Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam paradigma pendidikan Islam ada prinsip hirarkis yakni iman, adab, ilmu dan amal.
Deep learning dalam pendidikan Islam tidak hanya berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan duniawi (seperti matematika, sains, atau bahasa), tetapi juga melibatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai ajaran-ajaran agama Islam, seperti aqidah (keimanan), ibadah (ritual keagamaan), dan adab.
Siswa didorong untuk menggali pemahaman yang lebih dalam tentang Al-Qur'an, Hadis, dan berbagai aspek ajaran Islam serta mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Deep learning mengharuskan siswa tidak hanya menghafal ajaran Islam, tetapi juga untuk menerapkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, belajar tentang prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, dan kerja keras, dan bagaimana mereka dapat diterapkan dalam hubungan sosial dan pekerjaan. Penekanan pada pentingnya amal soleh (perbuatan baik) sebagai hasil dari pembelajaran yang mendalam.
Dalam pendidikan Islam, deep learning mendorong siswa untuk melihat keterkaitan antara ilmu duniawi dan ilmu agama. Misalnya, ilmu pengetahuan alam, matematika, atau sosial tidak dilihat sebagai hal yang terpisah dari ajaran Islam, melainkan sebagai bagian dari ciptaan Allah yang patut dipelajari dan dipahami dengan niat untuk kebaikan umat manusia.
Pendidikan Islam dengan pendekatan deep learning memotivasi siswa untuk memahami bahwa pengetahuan duniawi adalah sarana untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Salah satu tujuan utama dari deep learning dalam pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia pada siswa. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu semata, tetapi juga pada pembentukan karakter dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pendidikan berbasis deep learning mendorong siswa untuk tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga untuk memiliki hati yang penuh kasih sayang, jujur, rendah hati, dan peduli terhadap sesama.
Pendidikan Islam dengan deep learning mencakup pembelajaran yang holistik, yaitu mencakup aspek fisik, intelektual, emosional, dan spiritual siswa. Pendidikan tidak hanya mengembangkan pengetahuan akademik, tetapi juga memperhatikan perkembangan spiritual dan moral siswa.
Misalnya, dalam pengajaran tentang kepemimpinan, siswa tidak hanya diajarkan teori-teori kepemimpinan, tetapi juga nilai-nilai kepemimpinan dalam Islam, seperti amanah, keadilan, dan tanggung jawab.
Paradigma deep learning dalam tradisi ilmu di pesantren mengacu pada pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman yang mendalam, penghayatan nilai-nilai, dan penerapan ilmu dalam kehidupan nyata, yang sesuai dengan tradisi pendidikan pesantren yang telah ada. Dalam konteks pesantren, deep learning tidak hanya berfokus pada aspek akademik semata, tetapi juga pada pembentukan adab yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. kembali kepada prinsip iman, adab ilmu dan amal.
Dalam surat al Mujadalah ayat 11, Allah berjanji akan meninggikan beberapa derajat orang-orang beriman dan berilmu. Diterangkan dalam Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, karya Muhammad Nasib ar Rifa'I, hal. 467 bahwa ayat ini memiliki makna Allah akan meninggikan martabat atau kedudukan dunia akherat di sisiNya bagi orang-orang berimana dan berilmu bahkan Allah akan mengangkat kemuliaan dan mempopulerkan namanya.
Secara individu, banyak contoh orang-orang yang memiliki martabat mulia karena keimanan dan keilmuwan yang mereka miliki seperti para nabi, sahabat, mujtahid dan para ulama. Nama mereka tak lekang oleh waktu meski usia mereka tidak lama, namun berkat ilmu yang mereka wariskan, nama mereka dikenang oleh manusia hingga ribuan tahun. Karya-karya mereka dijadikan rujukan pengembangan kehidupan masyarakat.
Sejarah kegemilangan Islam masa lalupun tidak lepas dari pilar keimanan dan keilmuwan ini. Kejayaan Islam masa lalu mengantarkan kepada kemuliaan kaum muslimin negeri kaum muslimin di mata dunia. Kemajuan Peradaban Barat hari ini tidak bisa dilepaskan dari inspirasi peradaban Islam.
Seorang muslim yang mengutamakan iman dan ilmu serta mengamalkan dalam kehidupannya akan tumbuh sebagai manusia yang positif, produktif dan kontributif. Positif dalam arti menjadi pribadi yang memiliki sifat-sifat mulia seperti jujur, amanah, sabar, berani, rendah hati, bahagia, kasih sayang dan sederetan sifat mulia lainnya.
Iman dan ilmu juga mendorong mereka untuk aktif dan produktif menghasilkan berbagai karya yang menginspirasi masyarakat. Para ulama dengan ribuan karya yang mereka hasilkan adalah buah dari iman dan ilmu yang ternaman dalam dirinya. Produktifitas mereka didorong oleh tanggungjawabnya sebagai seorang muslim. Dalam dirinya tertanam keyakinan untuk terus berbuat demi kemaslahatan umat manusia.
Di pesantren, pembelajaran sering kali menekankan pemahaman yang mendalam terhadap teks-teks klasik, seperti Al-Qur'an, Hadis, dan kitab-kitab fiqh. Melalui metode seperti halaqah (diskusi kelompok) dan muhadlarah (pembacaan dan penjelasan teks), santri didorong untuk menggali makna di balik teks-teks tersebut, tidak hanya sekadar menghafal atau mengetahui secara permukaan.
Deep learning dalam hal ini berfokus pada kemampuan santri untuk memahami prinsip-prinsip agama dengan cara yang lebih reflektif dan kontekstual, serta mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Dalam tradisi pesantren, ilmu agama tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Deep learning mengajak santri untuk menghubungkan teori yang mereka pelajari dengan kondisi sosial, politik, dan budaya yang ada di sekitar mereka.
Misalnya, belajar tentang fiqh (hukum Islam) tidak hanya tentang menghafal teks-teks hukum, tetapi juga memahami konteks dan relevansi hukum tersebut dalam kehidupan masyarakat, baik di dalam komunitas pesantren maupun di luar pesantren.
Salah satu ciri dari deep learning dalam pesantren adalah adanya dorongan untuk berpikir kritis dan melakukan ijtihad (penalaran independen) terhadap teks-teks agama. Santri diajarkan untuk tidak hanya menerima pendapat ulama secara mentah-mentah, tetapi juga untuk memahami konteks dan dasar pemikiran di balik keputusan-keputusan hukum atau ajaran yang ada.
Ini mendorong santri untuk menggali lebih dalam makna ajaran Islam dan relevansinya dengan kehidupan mereka, serta berani melakukan refleksi atas isu-isu kontemporer yang mungkin belum ada jawabannya dalam literatur klasik.
Paradigma deep learning di pesantren menekankan pentingnya integrasi antara ilmu duniawi dan ukhrawi. Santri diajarkan untuk tidak melihat ilmu agama dan ilmu umum (seperti sains, matematika, atau sejarah) sebagai dua hal yang terpisah, tetapi sebagai satu kesatuan yang saling mendukung.
Pesantren dengan pendekatan ini berusaha untuk menciptakan santri yang tidak hanya terampil dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkontribusi dalam bidang-bidang lain seperti sains, teknologi, dan ekonomi dengan nilai-nilai Islami sebagai landasannya.
Deep learning dalam pesantren juga berkaitan erat dengan pembentukan adab santri. Pendidikan tidak hanya fokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan kepribadian yang baik, seperti jujur, rendah hati, sabar, dan peduli terhadap sesama.
Santri diajarkan untuk mencontoh teladan Rasulullah SAW dalam kehidupan mereka sehari-hari, dan ini menjadi bagian dari pembelajaran yang mendalam. Pembelajaran akhlak ini diperoleh melalui pembiasaan, keteladanan, serta muhasabah (introspeksi diri) yang berlangsung dalam keseharian pesantren.
Tradisi pesantren sering kali menekankan pembelajaran yang bersifat berkelanjutan dan memerlukan waktu yang lama untuk benar-benar mendalami ilmu. Hal ini sejalan dengan prinsip deep learning yang tidak mengutamakan hasil yang cepat, tetapi lebih kepada pemahaman yang mendalam dan proses yang berkelanjutan.
Pesantren menanamkan prinsip bahwa belajar adalah proses seumur hidup. Proses ini terus berlangsung meskipun sudah keluar dari pesantren, dan dalam konteks ini, deep learning mengajarkan bahwa ilmu yang dimiliki harus dipraktekkan dan dikembangkan terus-menerus.
Di pesantren, metode pembelajaran sering melibatkan diskusi dan kolaborasi antara santri dan kyai atau ustadz. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip deep learning, di mana interaksi sosial dan kolaborasi sangat penting untuk memperdalam pemahaman.
Diskusi terbuka antara santri memungkinkan mereka untuk saling bertukar pendapat, mempertanyakan, dan memperjelas pemahaman mereka tentang konsep-konsep yang telah diajarkan. Hal ini mendorong pemikiran kritis dan kreatif di kalangan santri.
Paradigma deep learning dalam tradisi ilmu pesantren mengutamakan pemahaman yang mendalam, refleksi kritis, dan penerapan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan pesantren tidak hanya mengajarkan santri untuk menghafal dan menguasai ilmu, tetapi juga untuk menggali makna yang lebih dalam dari ajaran Islam dan mengintegrasikannya dengan kehidupan sosial serta ilmiah mereka.
Paradigma deep learning dalam tradisi keilmuwan pesantren bisa dikatakan sebagai upaya untuk melahirkan generasi ulil albab. Ulil Albab adalah istilah dalam Al-Qur'an yang merujuk kepada orang-orang yang memiliki pemahaman yang mendalam, berilmu, dan bijaksana, serta mampu merenung dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah. Istilah ini banyak disebutkan dalam berbagai ayat Al-Qur'an.
Berikut adalah beberapa ayat yang mengandung kata "ulil albab" atau terkait dengan sifat mereka: Pertama, Surah Al-Baqarah (2:269) : "Allah memberikan hikmah (kebijaksanaan) kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barang siapa yang diberi hikmah, maka sesungguhnya dia telah diberikan kebaikan yang banyak. Hanya orang-orang yang berakal sehat (ulil albab) yang dapat mengambil pelajaran."
Kedua, Surah Al-Imran (3:190-191) : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi ulil albab, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dan dalam keadaan berbaring, serta memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari azab neraka.'"
Ketiga, Surah Ar-Ra'd (13:19) : "Apakah orang yang mengetahui apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu sama dengan orang yang buta? Hanya orang-orang yang berakal (ulil albab) yang dapat mengambil pelajaran."
Keempat, Surah Al-A'raf (7:179) : "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan untuk sebagian besar dari jin dan manusia neraka Jahannam, yang pekat api nerakanya. Setiap kali neraka itu dilontari dengan sekelompok (malaikat), penjaganya bertanya, 'Apakah belum datang kepada kalian pemberi peringatan?' Mereka menjawab, 'Benar, telah datang kepada kami pemberi peringatan, tetapi kami mendustakannya dan kami berkata, "Allah tidak menurunkan sesuatu pun; kalian tidak lain hanyalah dalam kesesatan yang besar."'
Kelima, Surah Al-Dhariyat (51:20-21) : "Dan di bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang meyakini, dan juga pada diri kalian, maka apakah kalian tidak melihat?". Keenam, Surah Al-Mulk (67:15) : "Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kalian, maka berjalanlah di permukaannya dan makanlah rezeki yang telah diberikan-Nya. Kepada-Nya kalian akan kembali.".
Pada umumnya, ulil albab adalah mereka yang memiliki kepekaan untuk merenung, memahami tanda-tanda Allah yang ada di alam semesta, serta menggunakan akal dan hati untuk mengambil hikmah dan petunjuk-Nya. Pendekatan deep learning di pesantren ini akan membentuk santri yang berkepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikapnya yang sejalan dengan ajaran Islam.
Selain itu juga membentuk santri yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berbudi pekerti luhur dan memiliki pemahaman yang holistik tentang kehidupan dunia dan akhirat. Di dunia tumbuh sebagai pembangun peradaban, sementara di akhirat mendapat ridho Allah sebagai penghuni surga.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 22/11/24 : 22.10 WIB)