MEMBACA SISI KEPAHLAWANAN KH. SHOLEH ISKANDAR


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Kata "pahlawan" berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu "pāṭhāla" yang berarti "orang yang berani". Kata ini kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu dan Indonesia dengan arti yang lebih luas, yakni merujuk pada seseorang yang menunjukkan keberanian, pengorbanan, dan jasa besar terhadap bangsa atau negara. Dalam konteks sejarah, seorang pahlawan adalah individu yang berjuang demi kemerdekaan atau kesejahteraan orang banyak, seringkali dengan mengorbankan kepentingan pribadi, bahkan nyawa mereka.

 

Secara etimologis, "pahlawan" dapat dikaitkan dengan konsep keberanian dan pengabdian terhadap kebaikan yang lebih besar, seperti yang terlihat dalam cerita-cerita epik atau perjuangan sejarah suatu bangsa. Itulah mengapa di Indonesia ada sederet nama yang disematkan sebagai pahlawan seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nya Dien, Tuanku Imam Bonjol dan seterusnya. Mereka adalah para ulama dan santri yang dengan semangat jihad mengusir penjajah dengan segenap pengorbanan, baik harta maupun nyawa.

 

Gelar Pahlawan Nasional diberikan tentunya bukan tanpa tujuan. Berikut ini tujuan pemberian gelar Pahlawan Nasional sesuai Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2009: (1) Menghargai jasa setiap orang, kesatuan, institusi pemerintah, atau organisasi yang telah mendarmabaktikan diri dan berjasa besar dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara (2) Menumbuhkembangkan semangat kepahlawanan, kepatriotan, dan kejuangan setiap orang untuk kemajuan dan kejayaan bangsa dan negara (3) Menumbuhkembangkan sikap keteladanan bagi setiap orang dan mendorong semangat melahirkan karya terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara.


Pemberian gelar berupa Pahlawan Nasional tersebut juga dapat disertai dengan pemberian Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan.
Syarat Pemberian Gelar Pahlawan Nasional. Terdapat beberapa persyaratan yang haru dipenuhi untuk memperoleh gelar Pahlawan Nasional yang terdiri dari syarat umum dan syarat khusus.


Syarat umum pemberian gelar Pahlawan Nasional: (1) WNI atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Indonesia (2) Memiliki integritas moral dan keteladanan (2) Berjasa terhadap bangsa dan negara
Berkelakuan baik (3) Setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara (4) Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.
Ini syarat umum.

 

Adapun syarat khusus pemberian gelar Pahlawan Nasional : (1) Gelar diberikan kepada seseorang yang telah meninggal dunia (2) Semasa hidupnya pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa (3) Tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan (4) Melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya (5) Pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara (6) Pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa (7) Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi (8) Melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

 

KH. Sholeh Iskandar adalah seorang kyai yang layak disebut sebagai pahlawan bangi negeri ini. Beliau adalah pejuang sejati bagi negeri ini. Pejuang sejati adalah pejuang yang tak pernah berhenti berjuang hingga nyawa terlepas dari raganya. Pejuang sejati adalah mereka yang terus mengabdikan dirinya dalam kebaikan umat dan bangsanya dengan tujuan tertinggi meraih ridho Allah.

 

Pejuang sejati adalah mereka yang mungkin tak dikenal namanya di dunia, namun terkenal di akherat. Sebab mereka berjuang bukan untuk manusia, namun karena Allah. Almarhum Kyai Sholeh Iskandar adalah salah satu tokoh umat yang layak menyandang pejuang sejati itu. Di masa perang beliau angkat senjata, di masa damai beliau angkat pena : berkarya dan mengabdi untuk bangsa.

 

Oleh kedua orang tuanya H Mochammad Arif dan Hj Atun Halimah anak kedua dari lima bersaudara ini diberi nama Sholeh Iskandar. Anak  yang lahir di Desa Situ Udik Bogor pada tanggal 22 Juni 1922 ini kelak  akan menjadi seorang mujahid tangguh  dan  istiqamah. Empat saudara beliau yang lain adalah H Anwar Arif, H Achmad Chotib, H Siti Khadijah dan H Djumraeni.

 

Sosoknya yang tidak mengenal lelah dalam menggelorakan perjuangan untuk kemajuan umat ini telah menjadi inspirasi bagi generasi umat masa kini. Namanya diabadikan sebagai nama sebuah jalan di sepanjang jalur Universitas Ibn Khaldun Bogor. Sebuah kampus perjuangan yang merupakan salah satu karya dan kiprahnya dalam dunia pendidikan Islam. Tidak mengherankan jika Universitas Ibn Khaldun Bogor  disebut sebagai kampus perjuangan. 

 

Sosok dan kepribadiannya yang cerdas, gigih, teguh, berani, visioner, anti kolonialisme, istiqamah dan mengayomi menjadikan KH Sholeh Iskandar bisa diterima di semua kalangan umat. Kecerdasanya dibuktikan dengan gagasan cemerlang dan visioner melebihi zamannya dalam memajukan kualitas umat. Betapa tidak, lelaki kelahiran Kampung Pasarean, Kecamatan Pamijahan ini mengubah tempat kelahirannya menjadi sebuah perkampungan yang modern dengan tata ruang yang sangat memenuhi syarat kesehatan dan lingkungan yang tertata dengan baik.

 

Penataan yang demikian inovatif ini menjadikan Kampung Pasarean tercatat sebagai Kampung pertama di dunia ketiga yang memiliki penataan yang rapi.Tidak hanya itu, sentuhan emas KH Sholeh Iskandar bisa dilihat sampai sekarang yakni keberadaan Pesantren Pertanian Darul Fallah di kawasan Cinangneng Ciampea Bogor.

Kecerdasannya juga nampak sejak masa perjuangan perang  melawan penjajah Belanda. Kemampuan dan kehandalannya mengorganisir pertahanan bersama pasukannya untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Bogor dari invasi Belanda dan pasukan sekutu diakui sendiri oleh pemerintah Belanda. Para komandan perang Belanda mengakui bahwa Sholeh Iskandar adalah salah satu ahli strategi perang gerilya yang dimiliki Indonesia di masa perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

 

Kecerdasan Sholeh Iskandar bukan berasal dari bangku kuliah di universitas, melainkan dari pesantren satu ke pesantren yang lain. " Dari pesantren ke pesantren dan tidak pernah mengikuti pendidikan formal, apalagi mencapai gelar sebagai insinyur yang termuat di dalam daftar peserta seminar ", tulis beliau dalam sebuah biodata pribadinya pada tanggal 10 September 1991. Meski tidak pernah mengeyam 'bangku kuliah', namun Sholeh Iskandar sejak kecil telah menimba banyak ilmu dari berbagai pesantren. Sebab yang wajib bukan kuliahnya, melainkan menuntut ilmunya. Dengan ilmunya inilah, kelak KH Sholeh Iskandar berkiprah memajukan umat melalui dunia pendidikan hingga akhir usianya.

 

Lebih rinsi riwayat pendidikan KH Sholeh Iskandar adalah pernah belajar di Sekolah Rakyat Warung Sabtu satu-satunya sekolah rakyat yang ada di Kecamatan Cibungbulang Bogor tahun 1934, namun beliau sekolah di sekolah rakyat ini hanya sampai kelas II. Pada tahun 1934 – 1936 melanjutkan belajar di pesantren Cangkudu kecamatan Baros Serang dalam asuhan KH Shodiq. Pada tahun 1937 – 1940, beliau melanjutkan lagi ngaji di pesantren Cantayan, Cibadak Sukabumi dibawah bimbingan KH Ahmad Sanusi, KH Nachrowi dan H Damanhuri.

 

Kegigihannya dalam memperjuangkan kualitas umat mengantarkan beliau memasuki dunia organisasi keislaman sebagai wadah yang efektif dan mengutamakan kejamaahan. Diantara pengalaman organisasi yang pernah beliau warnai adalah sebagai ketua majelis pimpinan BKSPP Jawa Barat. Beliau juga pernah sebagai ketua badan Pembina yayasan pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor dan ketua yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah.  Selain itu, beliau juga pernah menjadi ketua dewan penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) wilayah Bogor.

 

Almarhum KH  Sholeh Iskandar dikenal sebagai seorang ulama pejuang yang gigih menentang penjajahan (kolonialisme) Belanda di Indonesia yang telah mencengkram Indonesia selama 3,5 abad. Masa mudanya dihabiskan di medan perang, yakni sebagai Komandan Hizbullah di wilayah Bogor Barat meliputi Leuwiliang dan Jasinga. Ini bukti bahwa  kemerdekaan RI yang diraih adalah semata-mata anugerah dan rahmat  dari Allah dengan wasilah darah dan perjuangan para ulama yang berjihad demi izzul islam wal muslimin, bukan hadiah dari Jepang. Salah satu ciri kepribadian ulama adalah anti penjajahan dalam bentuk apapun.

 

Pada masa kolonial, Sholeh Iskandar sambil belajar, beliau mengikuti berbagai kegiatan gerakan-gerakan politik dan sosial seperti AII, GERINDO dan terakhir PII. Pada zaman kemerdekaan, beliau menjadi pimpinan Hizbullah daerah Bogor selanjutnya Komandan TNI AD Batalyon IV/VI Batalyon 0/021 SK Daerah VI yang bertugas menjaga demarkasi Linggarjati dan Renville daerah De Facto Republik Sebagian Daerah Bogor dan Banten dalam Kesatuan Bregade Tirtayasa Divisi Siliwangi sampai tahun 1950. Bahkan prestasi beliau juga pernah terpilih sebagai ketua Persatuan Pejuang Islam Bekas Bersenjata seluruh Indonesia dan turut serta mendirikan Legium Veteran Republik Indonesia dan terpilih juga menjadi wakil ketua II Markas Besar Legium Veteran Republik Indonesia.

             

Indonesia telah merdeka, setidaknya dengan tak ada lagi penjajahan fisik. Indonesia memasuki masa damai dan pembangunan Indonesia. Namun bagi Sholeh Iskandar perjuangan belum usai dan tidak akan pernah usai hingga ujung usia. Sholeh Iskandar memilih aktif dalam kegiatan politik dan menjadi salah satu pengurus partai Masyumi bersama KH Muhammad Natsir, KH Nur Alie (Bekasi) dan lainnya. Namun dalam perjalanan selanjutnya, garis politik Masyumi berseberangan dengan gagasan

 

Nasakomnya Soekarno (Presiden pertama RI). Perbedaan faham dan politik dengan Soekarno itulah pada akhirnya pentolan Masyumi seperti Mohammad Natsir dan KH Sholeh Iskandar harus meringkuk dalam penjara selama beberapa tahun di Jakarta. Inilah perjuangan untuk Islam. Keistiqamahan Sholeh Iskandar dalam memperjuangkan Islam, baik pada masa perang maupun masa damai harus dihadapkan dengan penentangan sengit Soekarno yang berideologi komunis. Bersama Mohammad Natsir dan KH Nur Ali, KH Sholeh Iskandar terus mempertahankan ideologi Islam dengan segala tantangan dan hambatan yang menimpanya.

 

KH Sholeh Iskandar dan KH Mohammad Natsir adalah dua dari sekian ratus ulama yang harus merasakan dinginnya ruang penjara karena kegigihannya memperjuangkan Islam. Ironisnya, setelah dimusuhi oleh rezim zalim penjajah Belanda, mereka  juga harus merasakan kezaliman rezim penguasa. Inilah jalan perjuangan Islam yang juga dirasakan oleh para nabi dan sahabat.   

 

Selepas dari penjara rezim Soekarno, KH Sholeh Iskandar memilih berjuang di bidang sosial dan pendidikan Islam. Beliau tercatat sebagai pendiri dan sekaligus sebagai Ketua Yayasan Universitas Ibn Khaldun Bogor. Kiprah di dunia sosial pendidikan ini dilakukan lebih dari 30 tahun, yakni sepanjang tahun 1960 hingga akhir hidupnya tahun 1992. Selain itu, KH Sholeh Iskandar terlibat aktif dalam proses pendirian Rumah Sakit Islam Bogor dan Universitas Ibnu Khaldun.

 

Kiprah sosial KH. Sholeh Iskandar tidak berhenti sampai disitu, diusianya yang mulai menua, Sholeh Iskandar masih memikirkan tingkat kemakmuran dan perekonomian wilayah Leuwiliang dan sekitarnya yang masih terbelakang. Atas inisiatif dan gagasannya pula, KH Sholeh Iskandar mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Amanah Ummah, untuk mempercepat dan mempermudah akses ekonomi dan permodalan bagi kelompok usaha kecil dan menengah (UKM). Sampai sekarang kinerja BPR Amanah Ummah sangat menggembirakan dengan aset mencapai puluhan miliar rupiah.

 

Sholeh Iskandar muda merupakan sosok pemuda yang sangat aktif dalam berbagai organisasi kepemudaan pada zamannya. Organisasi kepemudaan telah menumbuhkan benih-benih jiwa perjuangan dalam dadanya. Semasa belia telah memimpin sebuah organisasi kepemudaan Islam bernama Subbanul Muslimin di desa Handeuleum Cibungbulang Bogor. Di kampung inilah sering berkumpul politisi-politisi muda seperti Adam Malik (ex. Wapres), Dimyati dan Sutjipto.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 10/11/24 : 11.40 WIB)



Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories