GAWAT, REMAJA MEMILIH MENJADI ATEIS DAN AGNOSTIK


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Paham agnostik berkembang di sejumlah negara, terutama di wilayah dengan budaya sekuler yang kuat. Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara, persentase individu yang mengidentifikasi diri sebagai agnostik atau tidak berafiliasi dengan agama meningkat secara signifikan. 

 

Dalam konteks global, laporan dari Pew Research Center tahun 2021 menunjukkan bahwa generasi muda di negara-negara maju semakin cenderung menjauh dari agama formal dan lebih memilih posisi netral atau agnostik terhadap keberadaan Tuhan. Fenomena ini dikenal sebagai the rise of the nones atau meningkatnya individu yang tidak memiliki afiliasi agama.

 

"Agnostik sedang berkembang di mana-mana di berbagai negara di kalangan anak-anak muda. Jangan ikut-ikutan. Agnostik itu artinya mereka memilih untuk tidak beragama," ujar Ikhsan seperti dikutip dari laman resmi MUI, Selasa (12/11). 

 

MUI memandang paham agnostik sebagai ancaman terhadap stabilitas moral dan spiritual bangsa. Ikhsan berharap agar generasi muda dapat memahami dan mempertahankan nilai-nilai spiritual dan keagamaan yang menjadi fondasi karakter bangsa. 

 

Pendiri Peace Generation Irfan Amalee menyampaikan fakta menarik di balik menguatnya tren para pemuda yang mulai lari dari agama hingga menjadi agnostik (tidak beragama tapi percaya Tuhan) atau menjadi ateis (tidak percaya Tuhan dan agama).

 

Mengutip data dari atheistcensus.com yang dimuat oleh Tirto.com, Irfan menyebut ada 1.757 pemuda Indonesia yang menyatakan sebagai ateis dan 56 persen berasal dari agama Islam. Angka yang tidak terdaftar diperkirakan jauh lebih besar. Menurut Pew Research Center pada 2015, terdapat 317 juta Muslim di Arab Saudi, atau 93 persen dari populasi. Namun, selama dekade terakhir, muncul fenomena menarik terkait agama yang dianut oleh orang Arab. Fenomena ini adalah kebangkitan ateisme di sana.

 

Pelarian anak muda menjadi ateis atau agnostik menurut Irfan disebabkan oleh kekecewaan terhadap perilaku para dai atau pemuka agama Islam yang tidak menampilkan ajaran welas asih di dalam Islam. Selain itu, pola pendidikan agama dari orangtua yang dogmatis dan keras menurutnya juga memiliki andil dalam ateisme para pemuda.

 

Ateisme adalah pandangan atau keyakinan bahwa Tuhan atau dewa-dewa tidak ada. Seseorang yang menganut ateisme disebut ateis. Ateisme bukanlah agama, melainkan posisi filosofis atau keyakinan pribadi yang menolak gagasan keberadaan entitas ilahi atau supernatural.

 

Ateisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, pertama, ateisme eksplisit yaitu seseorang secara tegas menyatakan bahwa Tuhan tidak ada. Kedua, ateisme implisit yaitu ketika seseorang tidak mempercayai Tuhan, tetapi tanpa secara aktif menyatakan bahwa Tuhan tidak ada.

 

Ateisme sering disandingkan dengan agnostisisme, yaitu keyakinan bahwa keberadaan Tuhan tidak dapat diketahui atau dibuktikan. Penyebab seseorang menjadi ateis bisa beragam, misalnya, tidak menemukan bukti yang cukup untuk meyakini keberadaan Tuhan, pengaruh filsafat atau sains dan pengalaman pribadi atau lingkungan sosial.

Top of Form

Agnostik adalah pandangan yang meragukan keberadaan Tuhan atau tidak berkomitmen untuk mempercayainya, meski tidak secara langsung menolak keberadaan Tuhan seperti paham ateisme. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani "agnostos," yang berarti "tidak mengetahui." Agnostik meyakini bahwa kebenaran soal keberadaan Tuhan adalah sesuatu yang di luar kemampuan manusia untuk diketahui secara pasti.

 

Agnostisisme juga merupakan pandangan atau sikap filosofis yang menyatakan bahwa keberadaan Tuhan atau entitas supernatural tidak dapat diketahui atau dipastikan. Seseorang yang menganut agnostisisme disebut agnostik. Berbeda dengan ateisme, yang menolak keberadaan Tuhan, agnostisisme lebih berfokus pada ketidakpastian atau keterbatasan pengetahuan manusia mengenai hal ini.

 

Ringkasnya, ajaran agnostik ini meyakini bahwa keberadaan Tuhan itu tidak diketahui atau tidak dapat diketahui. Sebenarnya ajaran agnostik ini adalah wajah baru dari ateis, karena keyakinan ateis itu berasal dari keragu-raguan akan adanya yang Maha Pencipta dan tidak diketahui tanda-tanda keberadaan Tuhan. Lalu ateis mengambil kesimpulan tegas bahwa Tuhan itu tidak ada. Sedangkan agnostik memberikan kesimpulan tidak tegas, tapi mengarah ke arah pemikiran ateis.

 

Ada dua jenis utama agnostisisme. Pertama, agnostisisme kuat (hard agnosticism): Berpendapat bahwa pengetahuan tentang Tuhan atau hal supernatural secara prinsip tidak mungkin diperoleh. Kedua, agnostisisme lemah (soft agnosticism): Menyatakan bahwa saat ini tidak ada bukti atau pengetahuan yang cukup untuk memastikan keberadaan Tuhan, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hal ini dapat diketahui di masa depan.

 

Agnostisisme sering kali berada di antara teisme (kepercayaan pada Tuhan) dan ateisme (ketidakpercayaan pada Tuhan). Seseorang bisa menjadi agnostik teistik yang percaya pada Tuhan tetapi mengakui bahwa keberadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan. Bisa juga menjadi agnostik ateistik yang tidak percaya pada Tuhan, tetapi tidak yakin bahwa Tuhan tidak ada.

 

Ada relasi antara sekularisme, liberalisme, dan ateisme meskipun bersifat kompleks karena masing-masing memiliki fokus dan tujuan yang berbeda, tetapi ada beberapa titik persinggungan.

 

Sekularisme adalah prinsip pemisahan antara agama dan negara. Sekularisme bertujuan untuk memastikan bahwa institusi pemerintah dan kebijakan publik tidak dipengaruhi oleh doktrin agama tertentu, sehingga semua individu bebas menjalankan keyakinannya atau memilih untuk tidak beragama.

 

Ateisme tidak sama dengan sekularisme, tetapi keduanya bisa saling mendukung. Banyak ateis mendukung sekularisme karena mereka menginginkan kebijakan yang bebas dari pengaruh agama.

 

Namun, seseorang bisa mendukung sekularisme tanpa menjadi ateis. Contohnya, banyak orang religius mendukung sekularisme karena mereka ingin melindungi kebebasan beragama dari dominasi agama mayoritas.

Liberalisme adalah ideologi yang menekankan kebebasan individu, hak asasi manusia, dan toleransi. Dalam konteks ini, liberalisme mencakup kebebasan beragama dan kebebasan untuk tidak beragama.

 

Ateisme sering dipandang kompatibel dengan liberalisme karena keduanya mendukung kebebasan berpikir dan berekspresi. Namun, tidak semua liberal adalah ateis. Liberalisme menghargai kebebasan individu, termasuk kebebasan untuk memilih agama atau pandangan hidup.

 

Sekularisme sering dianggap sebagai pilar penting dalam masyarakat liberal karena memungkinkan keberagaman keyakinan tanpa diskriminasi. Dalam masyarakat sekuler yang liberal, negara tidak memihak agama tertentu, sehingga setiap orang memiliki hak yang sama. Liberalisme menggunakan sekularisme untuk menjamin perlindungan terhadap minoritas, termasuk ateis dan kelompok agama lain, dari dominasi mayoritas.

 

Dalam masyarakat sekuler yang liberal, ateis biasanya mendapatkan perlindungan untuk menjalani kehidupan sesuai keyakinan mereka tanpa paksaan dari institusi agama atau negara. Ateisme adalah posisi filosofis tentang keberadaan Tuhan, sedangkan sekularisme dan liberalisme adalah prinsip yang mengatur bagaimana masyarakat seharusnya beroperasi.

 

Sekularisme liberal menciptakan ruang di mana ateisme dapat berkembang tanpa tekanan agama. Namun, ateisme bukanlah syarat untuk mendukung sekularisme atau liberalisme. Keduanya hanya memiliki kesamaan dalam menghargai kebebasan individu untuk memilih keyakinan atau tidak memeluk keyakinan apa pun.

 

Ada titik persinggungan antara sekulerisme dan agnostisisme, yakni bahwa keduanya mendukung kebebasan berpikir. Sekularisme menjamin hak seseorang untuk menjadi agnostik tanpa tekanan dari agama tertentu.

 

Agnostisisme sering kali cocok dengan prinsip sekularisme karena keduanya menghindari keberpihakan terhadap agama tertentu. Agnostik umumnya menghargai ruang publik yang tidak dipengaruhi oleh agama. Sekularisme sering kali mendukung keputusan berbasis logika dan bukti dalam kebijakan publik, yang sejalan dengan pendekatan agnostisisme terhadap ketidaktahuan ilmiah atau filosofis.

 

Sekularisme menyediakan kerangka yang memungkinkan seseorang menjadi agnostik tanpa tekanan atau diskriminasi. Meskipun tidak ada hubungan langsung antara keduanya, sekularisme melindungi kebebasan agnostik untuk mempertanyakan atau meragukan keberadaan Tuhan.

 

Dengan demikian, agnostisisme dapat berkembang secara bebas dalam negara yang menerapkan sistem sekulerisme sebagaimana Indonesia. Selama negeri ini masih menerapkan sekulerisme, liberalisme dan pluralisme, maka kecenderungan rakyat atau remaja akan memilih menjadi ateis atau agnostik karena sistemnya memberikan ruang.

 

Sedangkan dalam Islam, ateisme dan agnostisisme dipandang sebagai sikap atau keyakinan yang bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Larangan ini didasarkan pada konsep tauhid (keesaan Allah) yang merupakan inti keimanan Islam, serta keyakinan bahwa manusia bertanggung jawab untuk mengenali dan menyembah Allah.

 

Ateisme adalah penolakan atau ketidakpercayaan terhadap keberadaan Tuhan, yang secara langsung bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur'an, terdapat peringatan keras kepada orang-orang yang tidak mengakui keberadaan Allah: "Apakah mereka tercipta tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." (QS. Ath-Thur: 35–36)

 

Dalam ajaran Islam, ateisme dianggap sebagai bentuk kufur (penolakan terhadap Allah) dalam Islam. Orang yang tidak percaya kepada Allah dianggap telah menyimpang dari fitrah manusia (naluri alami untuk mengenal Tuhan).

 

Agnostisisme, yaitu keraguan atau ketidakpastian tentang keberadaan Tuhan, juga dipandang bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, diyakini bahwa keberadaan Allah adalah kebenaran yang jelas dan dapat diketahui melalui wahyu, akal, dan tanda-tanda di alam semesta.

 

Al-Qur'an mengingatkan tentang pentingnya menggunakan akal untuk mengenali tanda-tanda keberadaan Allah: "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali 'Imran: 190)

 

Sikap ragu-ragu terhadap keberadaan Allah dianggap sebagai bentuk kelalaian terhadap tanda-tanda kebesaran-Nya yang ada di sekitar manusia. Tauhid (kepercayaan pada keesaan Allah) adalah fondasi utama Islam. Menolak atau meragukan Allah berarti menolak inti dari agama ini.

 

Setiap manusia diwajibkan untuk beriman kepada Allah sebagai Pencipta dan Penentu kehidupan. Ini dianggap sebagai hakikat eksistensi manusia dalam Islam. Islam menekankan kehidupan setelah mati, di mana orang yang menolak atau meragukan Allah akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Ateisme dan agnostisisme sering dikaitkan dengan pengingkaran terhadap konsep akhirat.

 

Islam mengajarkan untuk berdakwah kepada mereka yang tidak percaya kepada Allah dengan cara yang bijaksana dan penuh hikmah: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS. An-Nahl: 125)

 

Islam melarang ateisme dan agnostisisme karena keduanya bertentangan dengan konsep tauhid dan kewajiban iman kepada Allah. Namun, Islam juga mendorong dialog, pemahaman, dan dakwah kepada mereka yang belum beriman, dengan harapan membawa mereka kepada keyakinan terhadap Allah.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 30/11/14 : 22.45 WIB)  


Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.