Oleh : Ahmad Sastra
Akhirnya Prabowo dan Gibran dilantik sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Keduanya disumpah dibawah kitab suci Al Qur'an pada Sidang Paripurna MPR RI di gedung Nusantara MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2024). Sidang sudah dimulai pukul 10.00 WIB dan dipimpin oleh Ketua MPR Ahmad Muzani.
Sejumlah media asing menyoroti pelantikan Presiden dan wakil presiden Republika Indonesia dengan beragam narasi. Reuters menyebut bahwa pemerintahan Prabowo dibayang-bayangi oleh politik dinasti dan meningkatnya patronaes lama. Media ini menulis pula bahwa Prabowo telah berjanji untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi dari saat ini 5 persne menjadi 8 persen. Target lainnnya adalah menjadikan Indonesia swasembada produksi beras dan lebih aktif berperan di panggung global.
Sementara, Media asal Singapura, Channel News Asia CNA menyoroti ihwal tak adanya oposisi di Indonesia karena Prabowo mengakomodasi partai politik ke dalam pemerintahannya yang gendut. Komposisi kabinet gendut ini tak bisa dilepaskan dari sistem politik demokrasi yang pragmatis dan transaksional.
Dalam dokumen berjudul Transkrip Pidato Pertama Presiden RI Periode 2024-2029 Prabowo Subianto yang dikeluarkan oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan diakui bahwa masih terlalu banyak kebocoran penyelewengan korupsi di negara ini yang membahayakan masa depan anak cucu-cucu bangsa. Kebocoran itu ditegaskan terjadi pada penyimpangan kolusi di antara para pejabat politik pejabat pemerintah di semua tingkatan dengan para pengusaha nakal dan tidak patriotik.
Dalam pidatonya yang berapi-api, Prabowo bertekad akan memberantas korupsi. Namun disisi lain, disinyalir para menteri dalam kabinet merah putih ini justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Hal ini ditegaskan oleh Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013 Abdullah Hehamahua yang membeberkan bahwa 90 persen nama-nama calon menteri Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang telah dipanggil itu telah terlibat kasus korupsi. Indonesia sudah mengalami krisis korupsi yang berarti sulit untuk dihindari, sebab kabinet merah putih adalah kabinet transaksional.
Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan yang diizinkan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi. Melansir Thoughtco, "Oligarki" berasal dari kata Yunani "oligarkhes", yang berarti "sedikit yang memerintah". Jadi, oligarki adalah struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, agama, politik, atau kekuatan militer.
Robert Mitchel dalam bukunya "Political Parties, a Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy" menyebutkan kemunculan oligarki merupakan konsekuensi dari proses yang terjadi dalam suatu organisasi, termasuk partai politik. Makin besar organisasi atau partai politik tersebut, kecendrungan mengarah kepada oligarki tidak dapat dihindarkan. Kecendrungan ini disebut Michel sebagai oligarki demokrasi. Yang pada akhirnya, perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa ini akan melahirkan hukum besi oligarki, dimana kepentingan sekelompok orang (minoritas), tidak mewakili kepentingan orang banyak (mayoritas).
Krisis fiskal negara dunia ketiga yang tersandera bayang-bayang gagal bayar akibat "debt trap" sistem rusak ini. John Perkins membuka mata dunia lewat buku yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Bagaimana dia menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins, untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) agar mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya. Sampai negara tersebut tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.
Efek rusaknyapun menjalar ke realitas politik ala demokrasi, saat ini panggung layaknya pasar kotor, dimana jual-beli kepentingan dan saling sikut demi keuntungan bisnis pribadi dan kelompok dilakukan. Sehingga perwujudan demokrasi yang terjadi, bukan "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat", namun dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Wajah demokrasipun terlihat di dominasi oleh birokrasi oligarki yang menjadikan partai hanya sekedar mesin pendulang suara pemilih dan konstituennya, tidak lebih.
Pemerintahan sekuler demokrasi dikendalikan oleh oligarki kapitalis, yakni segelintir orang yang menguasai asset negara dan mampu mengendalikan berbagai kebijakan politik. Sistem pemerintahan kapitalisme sekuler yang merupakan manifestasi dari penguasa pengusaha (peng-peng) selalu menjadikan rakyat hanya sebatas legitimasi politik lima tahunan yang tak juga berubah nasibnya menjadi lebih baik.
Sistem pemerintahan dengan ideologi kapitalisme juga sangat rentan dengan kepentingan politik dinasti. Hal ini terbukti anggota DPR baru telah dilantik, ternyata 60 persen adalah pebisnis dan 174 anggota terindikasi terhubung politik dinasti. Puan Maharani mantan ketua DPR periode lalu menyatakan bahwa DPR sudah berhasil melegislasi 225 RUU, namun dikritik Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti tidak sejalan dengan kuantitas.
DPR yang secara teori adalah wakil rakyat realitanya adalah wakil parpol dan oligarki sering melegislasi UU yang menindas rakyat seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN. Hal ini jelas mengkorfirmasi bahwa betapa buruknya sistem pemerintahan sekuler yang pada ujungnya hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat, karena sumber daya alam milik rakyat dikuasai oleh segelintir orang. Dapat ditegaskan bahwa sistem politik demokrasi hanyalah untuk melayani oligarki, bukan melayani rakyat.
Pidato Prabowo cukup panjang karena menyentuh berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, meski belum menyentuk secara spesifik masalah kekuatan oligarki yang justru menjadi salah satu biang masalah di negeri ini. Ada juga satu aspek yang sangat penting yang tidak disebutkan Prabowo dalam pidatonya, yakni beratnya pertanggungjawaban kepemimpinan kelak di akhirat, dihadapan pengadilan Allah SWT.
Dalam Islam, amanah kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat menakutkan, karena beratnya tanggungjawab di akhirat. Dalam pandangan Islam, kepemimpinan, selain harus bertanggungjawab kepada rakyat di dunia, juga harus bertanggungjawab kelak di akhirat dihadapan pangadilan Allah. Pada dasarnya para khalifah dalam Islam menolak diangkat dan dibaiat menjadi khalifah karena beratnya amanah. Adalah sebuah bencana jika kepemimpinan justru diperebutkan, apalagi dibanggakan.
Karena itu Rasulullah berdoa kepada Allah agar diberikan kekuasaan yang menolong, sebagaimana firmanNya yang artinya: Dan katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. (QS Al Isra : 80)
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah menegaskan ayat diatas dengan : Hai Rasulullah, berdoalah kepada Allah: "Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam kedudukan yang Engkau kehendaki untukku yang membuatku dapat mentaati-Mu dan meraih keridhaan-Mu; dan keluarkanlah aku dari segala sesuatu yang dapat mengeluarkanku dari ketaatan dan keridhaan-Mu. Dan berilah aku dari sisi-Mu, kekuatan dan perlindungan yang dapat menolongku dari musuh-musuh-Mu."
Hal ini menegaskan bahwa sesungguhnya fungsi utama kekuasaan atau kepemimpinan adalah ibadah. Sementara inti dari ibadah adalah ketaatan kepada Allah SWT. Kepemimpinan Islam yang disebut sebagai Khilafah Islamiyah adalah sistem kekuasaan yang memiliki visi ketaatan kepada hukum Allah dalam mengelola seluruh aspek ketatanegaraan.
Karena itu orang-orang yang diberikan amanah untuk membantu khalifah adalah orang-orang yang memiliki kompetensi atau kapasitas sesuai dengan tugas yang diberikan, bukan karena transaksional, juga bukan semata karena kedekatan kekerabatan. Allah menegaskan bahwa amanah seharusnya diberikan kepada ahlinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Mahamendengar lagi Mahamelihat. (QS. an-Nisaa': 58).
Selain karena kapasitas, dalam Islam tugas kenegaraan juga diberikan kepada orang yang memiliki karakter dan moralitas, yakni orang yang penuh amanah dan kejujuran. Sebab kompetensi tanpa moralitas, tugas kenegaraan akan disalahgunakan (abuse of power) untuk kepentingan pribadi atau keluarganya. Politik dinasti hasil dari penyelahgunaan kekuasaan adalah ketika dipegang oleh orang-orang yang tidak amanah dan tidak jujur.
Nabi SAW menjadikan kejujuran sebagai asas dari setiap kebaikan, sebagaimana sabdanya: Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka.Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong" (HR. Muslim).
Selain kapasitas dan moralitas, Islam juga menekankan pada sistem yang baik untuk menjalankan kekuasaan. Sistem yang baik merujuk kepada sistem pemerintahan yang berlandaskan syariat Allah, bukan demokrasi sekuler yang datang dari manusia. Jika orang-orang yang memiliki kapasitas dan moralitas dan ditopang oleh sistem yang baik, maka oligarki dan korupsi tak akan pernah bisa berkembang.
Allah menegaskan bahwa hanya hukum Allah yang baik yang wajib diambil dan diterapkan, sementara hukum jahiliah wajib ditolah dan ditinggalkan : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al Maidah : 50).
Allah juga berfirman yang artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS Al Hasyr : 7)
Selain kapasitas, moralitas dan sistem, maka dalam pandangan Islam, orang yang diberi amanah dan tugas harus menyadari akan beratnya amanah karena kelak akan dimintai pertanggungjawab di akhirat. Kesadaran ini menjadi sangat penting, sebab jika takutnya hanya kepada Allah, maka amanah itu akan dijalankan sebaik mungkin dan tidak mungkin diselewengkan. Berbagai bentuk penyalahgunaan jabatan disebabkan karena tidak ada rasa takut kepada Allah. Jika tahu beratnya pertanggungjawaban pemimpin di akhirat, maka kepemimpinan tidak mungkin diperebutkan, apalagi dengan menghalalkan segala cara.
Ketika khalifah Harun Al Rasyid mendatangi rumah Al-Fudhail bin 'Iyadh untuk meminta nasihat, beliau menyampaikan nasehat : "Leluhurmu, paman Rasulullah Saw (Al-'Abbas bin 'Abdul Muththalib), pernah meminta kepada Nabi Saw. agar dirinya dijadikan pemimpin bagi sebagian umat manusia. Apa jawaban Rasulullah Saw? "Paman, bukankah aku pernah mengangkat engkau untuk sesaat sebagai pemimpin dirimu sendiri?" Dengan jawaban itu Rasulullah Saw. memaksudkan bahwa sesaat mematuhi Allah adalah lebih baik daripada seribu tahun dipatuhi umat manusia. Kemudian Rasulullah Saw. menambahkan,"Kepemimpinan akan menjadi sumber penyesalan di Hari Kebangkitan kelak."
Sebuah ayat untuk jadi renungan bagi seorang pemimpin : Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta (QS Tha ha : 124)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 12/11/24 : 13.43 WIB)