SISTEM PENDIDIKAN SEKULER LAHIRKAN GENERASI AMORAL


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Tindakan kriminal yang dilakukan remaja, pelajar hingga anak berusia di bawah umur terus meningkat dan berkembang akhir-akhir ini. Meningkatnya kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku kriminalitas semakin kekhawatiran banyak pihak.

Berbagai perilaku amoral remaja yang sering terjadi di negeri ini seperti pembunuhan, penganiayaan, pencurian, pembegalan,  pemerkosaan, geng motor dan tawuran. Sungguh miris melihat semakin bringasnya remaja dan pelajar di negeri ini.

 

Polsek Cidaun Polres Cianjur melakukan tindakan tegas dengan menindaklanjuti laporan masyarakat terkait adanya kelompok geng motor yang diduga hendak akan melakukan tawuran yang membuat resah warga setempat. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Minggu (22/09/2024) di Jalan Raya Cibuntu Desa Cisalak kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur. (https://globalinvestigasinews.com/2024/09/22)

 

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang baru-baru ini terjadi menimpa siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Palembang kembali menarik perhatian. Peristiwa kriminal tersebut mirisnya melibatkan empat tersangka yang semuanya merupakan anak di bawah 18 tahun.

 

Dari data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan adanya peningkatan mulai dari tahun 2020 hingga 2023. Tercatat 2.000 anak berkonflik dengan hukum (ABH) per Agustus 2023, di mana 1.467 anak di antaranya berstatus tahanan dan 526 anak lainnya menjalani hukuman sebagai narapidana. (https://www.kompas.id/baca/riset/2024/09/19/)

 

Ironisnya, berbagai kasus kriminal dan perilaku amoral yang melibatkan pelajar dan anak dibawah umur belum mendapatkan respons yang serius dan tindakan nyata dari Kemendikbud atau pemerintah selain penangkapan para pelakunya. Dalam hal ini pemerintah hanya fokus pada upaya kuratif, bukan preventif. Padahal kejahatan oleh pelajar adalah ancaman  masa depan bangsa ini.

 

Penerapan sistem pendidikan sekuler di negeri ini telah melahirkan kondisi lingkungan sosial tak lagi aman karena terjadi tindak kriminal di mana-mana. Dengan penerapan sistem pendidikan sekuler, pemerintah telah gagal menjalankan misi pencerdasan bangsa, terlebih misi mewujudkan generasi bangsa yang beradab. Lebih dari itu, pemerintah juga telah gagal melindungi remaja dan anak-anak dari berbagai ancaman criminal.

 

Secara terminologis, sekulerisme adalah sebagai sebuah konsep atau ideologi yang memisahkan antara negara dan agama (state and religion). Agama hanya sebatas urusan ritual penyembahan kepada Tuhan dan tidak digunakan untuk mengatur tata kehidupan yang lebih luas, salah satunya sistem pendidikan.

 

Sekulerisme sistem pendidikan dimana fungsi agama diabaikan, maka akan menjauhkan pelajar dari fitrahnya. Sekulerisme sistem pendidikan juga akan menjadikan naluri pelajar tak bisa dikendalikan di saat lingkungan eksternal memberikan stimulus negatif. Sebab utama adalah karena tidak tertanamnya ketaqwaan pada diri pelajar.

 

Padahal pada awalnya, manusia dilahirkan membawa fitrah atau kesucian, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari No. 1358 dan Muslim No. 2658)

 

Hadits ini mengajarkan bahwa manusia dilahirkan dengan fitrah, yaitu dalam keadaan suci, tanpa dosa, dan cenderung kepada kebenaran serta ajaran Islam. Namun, lingkungan yang sekuler, baik di sekolah, di rumah dan di masyarakat telah mematikan fitrahnya.

 

Allah juga berfirman : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar Rum : 30)

 

Fitrah anak adalah Islam. Jika sistem pendidikan yang membesarkannya justru sekuleristik, menjauhkan anak dari Islam, maka akan lahir dari sistem pendidikan sekuler adalah adalah generasi amoral yang mengabaikan perintah dan larangan Allah. Sosok generasi yang kehilangan fitrah dan bringas nalurinya semacam ini akan terus ada jika pemerintah tidak segera menyadari akan bahaya sistem pendidikan sekuler ini.

 

Ditambah lagi lingkungan sosial yang dimana anak-anak bergaul tidak mencerminkan kehidupan islami. Lingkungan masyarakat dimana marak perjudian, prostitusi, pornografi, pornoaksi, peredaran minuman keras, pergaulan bebas dan sederet fakta lain akan sangat mempengaruhi perilaku remaja dan pelajar.

 

Sistem pendidikan sekuler yang bersifat netral terhadap agama akan tercermin pada visi, misi, kurikulum, program, metodologi pengajaran hingga indikator output dan outcome sekolah. Keseluruhan komponen itu dikaitkan dengan orientasi kehidupan duniawi semata dan mengabaikan tujuan kehidupan ukhrawi.

 

Sistem pendidikan sekuler sangat menekankan pada pendidikan ilmiah dan metode rasional sebagai dasar utama pembelajaran. Pengetahuan yang diajarkan dalam pendidikan sekuler berakar pada fakta empiris yang dapat diuji secara ilmiah, namun mengabaikan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang melahirkan akhlak mulia.

 

Sistem pendidikan sekuler telah melahirkan generasi hampa spiritual dimana akal dan nafsu yang dijadikan sebagai standar perilaku serta mengabaikan nilai-nilai agama yang berasal dari wahyu. Kebringasan para pelajar dan remaja dengan melakukan berbagai tindakan kriminal adalah indikator kehampaan spiritual yang dimaksud.

 

Hegemoni sistem pendidikan sekuler di tengah-tengah kaum muslimin di negeri ini sungguh menyesakkan dada.  Sebab barangsiapa menguasai sistem pendidikan, dia akan dapat mencetak generasi-generasi baru dengan format kepribadian yang dikehendakinya. Penerapan sistem pendidikan bercorak sekularistik di seluruh dunia pasca hancurnya Khilafah, adalah sebuah malapetaka yang besar. Malapetaka yang menonjol adalah : (1) adanya kurikulum dan sistem pendidikan yang mengacu kepada falsafah hidup Barat, yaitu sekularisme, dan (2) Lahirnya generasi-generasi sekularistik hasil sistem pendidikan tersebut.

 

Sistem pendidikan Islam memiliki karakteristik yang didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam, dengan tujuan utama untuk membentuk kepribadian Islam pada peserta didik. Kepribadian Islam sebagai hasil dari pendidikan Islam memiliki dua karakter utama yakni pola pikir  dan pola sikap Islam.

 

Sistem pendidikan Islam dimulai dari Rasulullah SAW yang mengajarkan hukum-hukum  Islam kepada kaum muslimin, baik muda tua, anak-anak remaja serta orang tua, bahkan tanpa melihat tabiat dan keunikan antara laki-laki dan perempuan. Islam mendidik setiap generasi dan angkatan. Rasulullah dan para sahabat mengislamkan hampir semua kalangan dan mengajarkan al Qur'an dan As Sunnah sehingga melahirkan generasi ulul albab yang cerdas sholih.

 

Rasulullah telah mengizinkan dua orang sahabatnya untuk pergi ke Yaman dan mempelajari teknis membuat senjata yang bernama dabbabah.  Dalam peristiwa lain, Rasulullah memberikan dorongan kepada kaum muslimin untuk mengembangkan teknik pembuatan busur panah dan tombak.         

 

Rasulullah juga menganjurkan kepada para wanita saat itu untuk mempelajar ilmu tenun, menulis dan merawat orang-orang sakit (pengobatan). Rasulullah memerintahkan kepada orang tua untuk mengajarkan kepada anaknya teknik memanah dan berenang serta menunggang kuda. Dari sistem pendidikan Islam yang dipelopori oleh Rasulullah inilah, kelak melahirkan generasi yang berkualitas, baik dari sisi intelektualitas maupun spiritualitas.

 

Dalam pandangan Islam, pendidikan bukanlah sekedar media transfer ilmu pengetahuan, namun juga merupakan alat pembentuk kepribadian, yakni alat pembentuk pola pemikiran dan perasaan, serta pola berperilaku peserta didik.

 

Dalam pandangan Islam, orang tua di keluarga wajib menjalankan fungsi pendidikan Islam kepada anak-anaknya. Pemerintah wajib menjalankan sistem pendidikan Islam yang melahirkan generasi berkepribadian Islam. Masyarakat berkewajiban menegakkan amar ma'ruf nahi munkar sementara pemerintah wajib menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas sesuai dengan hukum dan ketetapan Allah.

 

Sinergitas antara keluarga, guru dan masyarakat yang ditopang oleh negara dalam melaksanakan pendidikan Islam telah menjadikan generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban dunia. Sistem pendidikan Islam dimulai dari kepemimpinan Rasulullah di Daulah Madinah dan dilanjutkan hingga kepemimpinan khilafah Islam selama berabad-abad.

 

Sistem pendidikan Islam dalam khilafah mengintegrasikan ilmu agama (seperti fikih, aqidah, tasawuf, dan Al-Qur'an) dengan ilmu duniawi (seperti sains, matematika, dan teknologi). Tujuannya adalah untuk menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas dalam urusan dunia, tetapi juga memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama dan mampu menerapkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan.

 

Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam dengan menjadikan hukum Allah sebagai sumber perundang-undangan, memimpin seluruh umat Islam di dunia dalam satu kesatuan ikatan aqidah dan oleh satu pemimpin untuk umat Islam sedunia, menembut batas-batas ras, bahasa dan suku bangsa,  melindungi warga negara non muslim, mengatur urusan dalam dan luar negeri serta menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan tujuan melanjutkan kehidupan Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.

 

Tugas khalifah adalah menjalankan dan menerapkan syariat Islam memelihara kesejahteraan rakyatnya, melayani kebutuhan rakyatnya termasuk pendidikan hingga tingkat yang paling tinggi.  Dalam sistem pemerintahan Islam yang mentauhidkan Allah dan menjadikan Islam sebagai rahmat dengan menerapkan hukum Islam secara kaffah akan tercipta kehidupan Islami yakni manusia yang berkepribadian Islam, tegaknya hukum Allah di semua aspek kehidupan, corak kehidupan manusia dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat yang harmoni dan bahkan akan menginspirasi corak kehidupan masyarakat dunia.

 

Karena itu dalam sistem khilafah  tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal dengan pemikiran dan ide-ide sehat, baik mengenai aqaid (cabang-cabang aqidah), maupun hukum sehingga terbentuk kepribadian yang Islami. Kepribadian dibentuk oleh dua faktor utama yakni pola fikir dan pola sikap.

 

Pola fikir berkaitan dengan pemahaman seorang peserta didik terhadap hukum-hukum Islam baik berkaitan dengan perbuatan (wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram) maupun berkaitan dengan pakaian dan makanan. Pola sikap adalah berkaitan dengan perilaku yang sesuai dengan hukum Islam di semua aspek kehidupan peserta didik. Pola fikir Islami mengindikasikan kecerdasan peserta didik, yakni kesadaran akan keterikatan kepada Allah (idra' sillah billah). Pola sikap islami berkaitan dengan akhlakul karimah.

 

Dengan memahami sistem pendidikan Islam dan membandingkan dengan sistem pendidikan sekuler dilihat dari sisi output dan outcome peserta didik, seperti langit dan bumi. Hal ini bisa dipahami, sebab sistem pendidikan sekuler, selain memang buruk, juga berasal dari peradaban Barat. Sementara sistem pendidikan Islam, selain memang baik, juga berasal dari Allah pencipta seluruh manusia dan alam semesta.

 

Lahirnya generasi emas pada peradaban Islam masa lalu semestinya menjadi petunjuk dan pelajaran yang berharga bagi umat Islam di negeri ini, khususnya pemerintah. Petunjuk bahwa hanya Islamlah sebagai sistem kehidupan terbaik dari Allah yang akan melahirkan kebaikan bangsa dan negara ini. Pelajaran bahwa sistem pendidikan sekuler lah yang telah menjadi sumber malapetaka rusaknya moral pelajar dan remaja.

 

Dari petunjuk dan pelajaran, lahirlah sebuah kesadaran ideologis bangsa ini untuk berjuang bersama menegakkan khilafah Islam yang akan menerapkan sistem Islam yang akan melahirkan generasi yang beriman, bertaqwa, cerdas dan berprestasi. Saatnya umat Islam membuang sistem pendidikan sekuler yang telah melahirkan generasi bringas dan kriminal.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 07/10/24 : 07.58 WIB)

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories