Oleh : Ahmad Sastra
Prabowo Subianto resmi menunjuk Prof. Dr. Abdul Mu`ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dalam kabinetnya pada Minggu (20/10) malam. Alumnus IAIN Walisongo (sekarang UIN Walisongo) dan Universitas Fliders ini akan dibantu oleh wakil menteri dalam menjalankan tugasnya selama lima tahun ke depan.
Abdul Mu`ti merupakan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak 2022 lalu. Akademisi kelahiran Kudus, 2 September 1968 ini sudah aktif di PP Muhammadiyah sejak 2000 lalu, ketika memegang jabatan sebagai PMW Jawa Tengah periode 2000-2002.
Abdul Mu'ti pernah menulis sebuah buku yang menimbulkan kontroversi karena mengenalkan istilah Kristen Muhammadiyah. Ia menanggapi ramainya perbincangan dengan menegaskan bahwa KrisMuha merupakan varian sosiologis, bukan teologis. Istilah ini merujuk pada kedekatan antara warga Kristen dengan gerakan Muhammadiyah, bukan penggabungan akidah Muhammadiyah dengan Kristen.
Mu'ti menjelaskan bahwa KrisMuha bukanlah anggota resmi Muhammadiyah. Mereka tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dan keyakinan Kristen. Dengan demikian, varian KrisMuha sesungguhnya bukanlah penggabungan teologis antara Muhammadiyah dan Kristen, melainkan simpatisan Muhammadiyah yang beragama Kristen, jadi bukan sinkretisme.
Selain itu, Prof. Mu`ti juga sering mengangkat isu pluralisme dan perdamaian. Sejumlah risetnya di Google Scholar menyoroti berbagai topik, antara lain konvergensi Muslim dan Kristen dalam pendidikan, kekerasan seksual di pesantren, dan pluralisme dalam pendidikan Muhammadiyah.
Sementara yang mendapat amanah untuk menjadi wakil menteri pendidikan adalah Fajar Riza Ul Haq yang merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah periode 2022-2027. Dia lahir di Sukabumi, 1 Februari 1979.
Kiprahnya dalam dunia pendidikan telah Fajar buktikan sebagai penulis buku, serta pernah menjabat Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiwa Muhammadiyah Sukoharjo periode 2000-2001. Sementara itu, Atip Latipulhayat yang juga diamanahi sebagai Wamendikdasmen merupakan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad).
Tulisan ini sekedar memberikan pandangan sekilas tentang pendidikan, semoga menjadi pertimbangan pemikiran. Jika kita mau jujur memotret generasi Indonesia sebagai output dan outcome pendidikan nasional, maka kita akan miris melihatnya. Sebab idealitas untuk melahirkan generasi yang seutuhnya belum benar-benar terwujud. Generasi seutuhnya tentu saja meliputi aspek spiritual, intelektual dan kepribadian.
Idealnya bangsa ini berkembang menjadi bangsa yang memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, memiliki perilaku yang mulia, memiliki wawasan keilmuwan yang tinggi serta memiliki keterampilan sains dan teknologi sebagai basis ilmu kehidupannya.
Nah coba lihat satu persatu, apakah semuanya telah tercapai ? Atau malah yang terjadi sebaliknya, tumbuhnya generasi amoral yang tidak memiliki basis keagamaan yang mencukupi karena ilmu agama tidak begitu diperhatikan. Atau munculnya berbagai kasus tawuran, penganiayaan, pacaran hingga kehamilan pelajar menunjukkan betapa rendah kepribadian generasi bangsa ini. Untuk tingkat intelektual, apakah bangsa ini telah menjadi unggul dibandingkan negara lain. Atau yang terakhir, apakah negeri ini telah menjadi bangsa yang maju dari sains dan teknologinya ?.
Lantas apa yang salah dengan sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan tidka bisa dipisahkan pertama-tama soal filsafat yang menjadi dasar berpikir, ideologi yang menjadi cara pandangnya dan politik yang melandasi berbagai kebijakannya. Tinggal dilihat saja kan : apa ideologi negeri ini ?. ideologi sekulerlah yang menjadi dasar pijakan bagi bangunan sistem pendididikan di negeri ini.
Filosofi pendidikan merujuk pada konsep, teori, dan keyakinan mendasar yang membentuk landasan pemikiran dan praktik dalam pendidikan. Filosofi pendidikan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan pendidikan, hakikat pembelajaran, peran guru dan siswa, serta hubungan antara individu dengan masyarakat dan dunia di sekitarnya.
Dalam banyak teori pendidikan yang dibangun oleh dunia Barat yang sekuler bisa didapati beberapa paradigma filosofis pendidikan. Diantara paradigma filosofis barat itu adalah, pertama idealisme. Filosofi ini menekankan pada pentingnya ide, nilai-nilai universal, dan kebenaran mutlak. Idealis percaya bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi manusia, mendorong pemikiran kritis, dan mencapai kesempurnaan moral dan intelektual.
Kedua, Realisme. Pendekatan realisme berfokus pada pengalaman dunia nyata dan pengetahuan yang dapat diamati dan diukur. Realis menekankan pembelajaran berbasis fakta, observasi, dan pemahaman tentang alam dan dunia nyata. Ketiga, pragmatisme: Filosofi pragmatisme menekankan pentingnya pembelajaran yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan penggunaan pengetahuan dalam praktik. Pragmatis percaya bahwa pendidikan harus berfokus pada pengembangan keterampilan praktis, pemecahan masalah, dan penerapan konsep dalam situasi nyata.
Keempat, eksistensialisme. Pendekatan eksistensialisme menekankan pentingnya kebebasan, otonomi, dan pengalaman individual dalam pembelajaran. Eksistensialis percaya bahwa pendidikan harus membantu individu menemukan makna hidup, mengembangkan identitas, dan membuat pilihan yang bertanggung jawab.
Kelima, konstruktivisme. Filosofi konstruktivisme menekankan pada peran aktif siswa dalam konstruksi pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan dan pengalaman pribadi. Konstruktivis percaya bahwa pendidikan harus mendorong eksplorasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah aktif.
Keenam, kritisisme. Pendidikan kritis melibatkan pendekatan yang kritis terhadap masyarakat dan pendidikan. Filosofi ini menekankan pentingnya kesadaran sosial, analisis kritis, dan perubahan sosial. Pendidikan kritis bertujuan untuk mengembangkan individu yang kritis, kritis, dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
Ketujuh, Holistik. Pendekatan holistik menekankan pentingnya pengembangan menyeluruh individu, termasuk aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual. Pendidikan holistik melibatkan pendekatan yang terintegrasi dalam pengembangan siswa secara keseluruhan.
Sementara ideologi pendidikan merujuk pada pandangan dan keyakinan mendasar yang membentuk tujuan, nilai-nilai, dan prinsip-prinsip yang mendasari sistem pendidikan. Ideologi pendidikan berperan penting dalam menentukan bagaimana pendidikan dirancang, diimplementasikan, dan dievaluasi dalam suatu masyarakat. Barat telah menjadikan ideologi sekulerisme dimana antara nilai agama dipisahkan dari aspek kehidupan, khususnya pendidikan. Ideologi sekulerisme dan komunisme melahirkan beberapa paradigma atau teori pemikiran pendidikan di barat.
Berikut ini adalah beberapa ideologi pendidikan ala Barat itu. Pertama, perennialisme. Teori ini menekankan pada pengetahuan dan nilai-nilai abadi yang ditemukan dalam karya-karya klasik. Perennialis percaya bahwa pendidikan harus fokus pada pembelajaran intelektual yang meliputi pemahaman tentang sejarah, filsafat, sastra, dan matematika.
Kedua, essentialisme. Teori essentialis berpendapat bahwa pendidikan harus menekankan pada pengetahuan dan keterampilan dasar yang dianggap penting untuk kehidupan sehari-hari. Mereka menekankan kurikulum yang kuat dan disiplin yang ketat. Ketiga, progresivisme. Pendekatan progresivisme menekankan pentingnya pengalaman langsung dan interaksi sosial dalam pembelajaran. Progresivis percaya bahwa pendidikan harus berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah.
Keempat, konstruktivisme. Teori ini berpendapat bahwa pembelajaran terjadi melalui konstruksi pengetahuan oleh individu berdasarkan pengalaman dan pemahaman mereka sendiri. Konstruktivis menekankan pentingnya pembelajaran aktif dan kolaboratif. Kelima, humanisme. Pendekatan teori humanisme menekankan pada pengembangan pribadi dan potensi individu. Pendidikan humanis menempatkan fokus pada penghormatan terhadap kebutuhan dan kepentingan siswa serta pengembangan moral dan etika.
Keenam, sosialisme pendidikan. Teori ini menekankan pada kesetaraan akses terhadap pendidikan dan peran pendidikan dalam mengurangi kesenjangan sosial. Pendidikan sosialis berupaya untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua individu.
Ketujuh, pendidikan liberal. Pendekatan teori liberal ini mengedepankan kebebasan akademik, pluralisme, dan kebebasan berpendapat dalam pendidikan. Pendidikan liberal berfokus pada pengembangan pemikiran kritis, kemampuan analitis, dan pengetahuan yang luas.
Kedelapan, postmodernisme. Teori ini menekankan bahwa pengetahuan dan realitas adalah konstruksi sosial yang relatif. Pendidikan postmodernis menantang otoritas dan meragukan kebenaran yang mutlak, mendorong siswa untuk mempertanyakan dan menganalisis dunia di sekitar mereka.postmodernisme menolak nilai-nilai agama.
Landasan filosofis dan ideologis akan melahirkan apa yang disebut sebagai politik pendidikan di suatu negara. Politik pendidikan merujuk pada kebijakan, regulasi, dan tindakan pemerintah yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang dilandasi oleh paradigma dan cara pandang terhadap realitas. Politik pendidikan melibatkan pengambilan keputusan tentang tujuan pendidikan, kurikulum, pendanaan, pengawasan, pengadaan guru, pengelolaan sekolah, dan isu-isu lain yang terkait dengan pendidikan.
Produk politik pendidikan adalah cermin bagi ideologi yang melandasinya. Itulah mengapa didapatkan perbedaan sistem pendidikan yang dikonstruk oleh ideologi kapitalisme sekuler, komunisme ateis dan Islam. Indonesai sendiri adalah negeri muslim terbesar di dunia, maka selayaknyalah menjadikan ideologi Islam sebagai basis konstruksi sistem pendidikan nasional. Jika masih sekuler, maka bangsa ini mestinya melakukan proses transformasi sistem pendidikannya.
Politik pendidikan memainkan peran penting dalam membentuk sistem pendidikan suatu negara dan mempengaruhi pengalaman dan hasil belajar siswa. Berikut adalah beberapa aspek politik pendidikan yang sering diperhatikan. Pertama, kebijakan pendidikan. Ini mencakup serangkaian keputusan dan arahan pemerintah tentang tujuan, visi, dan prioritas pendidikan. Kebijakan pendidikan dapat mencakup isu-isu seperti kurikulum nasional, standar pendidikan, pengujian dan evaluasi, pengembangan profesional guru, dan inklusi pendidikan.
Kedua, pendanaan pendidikan. Kebijakan pendanaan pendidikan menentukan alokasi sumber daya keuangan untuk sistem pendidikan. Ini mencakup anggaran pendidikan, penerimaan dana, pembagian dana antara sekolah-sekolah, dan subsidi pendidikan. Pendanaan yang memadai dan adil penting untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung pendidikan berkualitas.
Ketiga, pengawasan dan akreditasi. Politik pendidikan juga mencakup pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga pendidikan. Pemerintah biasanya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa sekolah-sekolah memenuhi standar tertentu dan memberikan pendidikan berkualitas. Proses akreditasi dan evaluasi digunakan untuk memastikan kualitas dan akuntabilitas lembaga pendidikan.
Keempat, kebijakan pendidikan inklusif. Politik pendidikan juga mempertimbangkan isu-isu keadilan dan inklusi dalam pendidikan. Ini termasuk kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pendidikan, memberikan akses pendidikan yang setara bagi semua individu, dan mendukung siswa dengan kebutuhan khusus atau dari latar belakang yang terpinggirkan. Sebab esensinya pendidikan adalah hak setiap individu bangsa.
Kelima, perencanaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Kebijakan pendidikan juga berkaitan dengan perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia, termasuk pengadaan, pelatihan, dan pengembangan profesional guru. Kualitas guru dan tenaga pendidik lainnya memiliki dampak signifikan terhadap pembelajaran siswa.
Keenam, kebijakan teknologi pendidikan. Dalam era digital, kebijakan pendidikan juga melibatkan integrasi teknologi dalam proses pembelajaran. Ini mencakup pengembangan infrastruktur teknologi, akses ke peralatan dan sumber daya digital, serta penggunaan teknologi dalam pembelajaran dan administrasi.
Politik pendidikan akan melahirkan visi misi dan tujuan pendidikan suatu negara. Visi pendidikan nasional adalah gambaran ideal tentang tujuan dan arah yang diinginkan dalam sistem pendidikan suatu negara. Ini mencerminkan pandangan dan keyakinan masyarakat dan pemerintah terkait dengan pendidikan serta visi mereka tentang masa depan pendidikan.
Visi pendidikan nasional sering mencakup upaya untuk memberikan akses yang setara kepada semua warga negara, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau budaya. Ini berarti memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.
Visi pendidikan nasional sering menekankan pentingnya kualitas pendidikan. Tujuannya adalah memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi yang mempersiapkan siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang dibutuhkan untuk berhasil dalam kehidupan dan dunia kerja.
Visi pendidikan nasional sering mencakup konsep pembelajaran seumur hidup. Ini berarti pendidikan tidak terbatas pada masa kanak-kanak dan remaja, tetapi juga melibatkan pendidikan yang berkelanjutan untuk individu sepanjang kehidupan mereka, termasuk pendidikan tinggi, pelatihan, dan pengembangan profesional.
Visi pendidikan nasional mencakup pengakuan bahwa pendidikan harus relevan dengan tuntutan zaman dan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Ini mencakup mempersiapkan siswa dengan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan teknologi, ekonomi, dan sosial.
Visi pendidikan nasional sering menekankan pentingnya pengembangan karakter dan nilai-nilai yang baik dalam siswa. Ini mencakup aspek moral, etika, kepemimpinan, tanggung jawab sosial, kerjasama, dan menghargai keberagaman.
Visi pendidikan nasional mencakup pendekatan inklusif yang mengakui dan menghargai keberagaman dalam masyarakat. Ini berarti menyediakan pendidikan yang inklusif bagi siswa dengan kebutuhan khusus atau dari latar belakang yang terpinggirkan, serta mendorong toleransi, penghargaan, dan saling pengertian antarbudaya.
Visi pendidikan nasional mencakup dukungan terhadap inovasi dan pengembangan pendidikan. Ini melibatkan penerapan teknologi, metode pembelajaran yang efektif, penelitian pendidikan, dan peningkatan terus-menerus dalam praktik pendidikan.
Indonesia mesti mengakui pendidikan agama, namun masih bersifat sekuleristik atau dikotomistik. Pelajaran agama Islam hanya dipelajari pada sekolah-sekolah keagamaan, sementara sekolah umum tidak memberikan porsi yang layak. Agama juga hanya dipandang sebagai landasan moral ritual semata, bukan sebagai inspirasi dan aspirasi peradaban. Ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia bercorak sekuleristik.
Sesungguhnya prinsip iman dan taqwa (ketakwaan) seharusnya merupakan prinsip fundamental dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Prinsip ini tercermin dalam kurikulum pendidikan dan upaya penerapan nilai-nilai agama dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia. Iman dan taqwa inilah yang semestinya menjadi dorongan utama bagi peradaban bangsa ini. Spirit Islam inilah yang mestinya melahirkan kemajuan sains dan teknologi.
Karena itu, dalam sistem pendidikan nasional Indonesia, iman dan taqwa diintegrasikan dalam upaya pembinaan siswa yang holistik, di mana aspek keagamaan tidak hanya dilihat sebagai tambahan kurikulum, tetapi juga sebagai landasan kepribadian yang menginformasikan semua aspek kehidupan siswa melalui pola pikir dan pola sikap Islami.
Filosofi pendidikan Islam merupakan landasan teoretis dan pemikiran yang mendasari pendidikan dalam konteks Islam. Filosofi pendidikan Islam didasarkan pada ajaran dan prinsip-prinsip Islam serta pandangan tentang tujuan, metode, dan proses pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
Berikut ini adalah beberapa prinsip utama dalam filosofi pendidikan Islam. Pertama, aqidah islamiyah. Pendidikan dalam konteks Islam ditempatkan di bawah prinsip aqidah Islam dimana peserta didik menjadi sosok yang bertauhid dan bertakwa dalam arti keterikatan semua aspek kehidupannya dengan hukum dan aturan Allah. Pendidikan diarahkan untuk memahami, menghormati, dan mengabdi kepada Allah serta menerapkan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi, sosial hingga dalam kepengurusan rakyat oleh negara.
Kedua, Al-Qur'an dan Sunnah. Filosofi pendidikan Islam berpusat pada Al-Qur'an sebagai sumber utama ajaran dan wahyu Allah. Pendekatan pendidikan didasarkan pada pemahaman dan implementasi ayat-ayat Al-Qur'an dan contoh teladan Rasulullah Muhammad SAW melalui hadis-hadis dan sunnahnya. Kedua sumber ini menjadi inspirasi dan aspirasi bagi konstruksi sistem pendidikan nasional.
Ketiga, tarbiyah. Filosofi pendidikan Islam mengedepankan konsep tarbiyah, yaitu pembinaan dan pengembangan holistik individu secara fisik, intelektual, emosional, keterampilan dan spiritual. Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk generasi yang berkepribadian Islam, yakni pribadi yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, memiliki tsaqafah Islam dan menguasai sains dan teknologi sebagai bekal kehidupan di dunia. Generasi seperti ini dalam Islam dikenal sebagai generasi ulil al bab.
Keempat, ilmu dan hikmah. Pendidikan dalam Islam sangat ditekankan pada pengetahuan dan pemahaman yang mendalam. Ilmu pengetahuan dilihat sebagai jalan untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, hikmah (kearifan) juga ditekankan untuk memahami dan menerapkan pengetahuan secara bijaksana. Sebab ilmu adalah cahaya. Cahaya bagi penerang gelapnya kehidupan dunia.
Kelima, pendidikan seumur hidup. Filosofi pendidikan Islam mengakui bahwa pendidikan adalah proses seumur hidup yang berkelanjutan. Pembelajaran dan pengembangan diri tidak terbatas pada masa kanak-kanak, tetapi harus berlanjut hingga usia dewasa. Pendidikan Islam juga meliputi pembelajaran keagamaan, ilmu pengetahuan dunia, dan keterampilan praktis.
Keenal, adab atau akhlak. Pendidikan Islam menekankan pentingnya pengembangan adab yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan ditujukan untuk membentuk karakter yang jujur, adil, sabar, rendah hati, dan berempati terhadap sesama. Adab pada esensinya adalah sikap yang dilandasi oleh perintah dan atau larangan Allah.
Ketujuh, pengembangan masyarakat. Filosofi pendidikan Islam melibatkan pengembangan masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai keadilan, kerjasama, dan kebaikan. Pendidikan Islam mengajarkan tanggung jawab sosial dan kewajiban untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat yang harmonis dan berdaya.
Generasi ulil albab adalah prototype generasi yang dibentuk melalui sistem pendidikan Islam. Karakter Ulil Albab merujuk pada karakteristik dan sifat-sifat yang dikaitkan dengan individu yang memiliki kecerdasan, pengetahuan, dan pemahaman yang mendalam tentang agama Islam. Istilah "Ulil Albab" berasal dari Al-Qur'an dan digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama dan mampu mempraktikkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Ulil Albab memiliki tsaqafah yang luas tentang ajaran Islam, Al-Qur'an, hadis, sejarah Islam, dan ilmu-ilmu terkait. Mereka berusaha untuk terus belajar dan meningkatkan pemahaman mereka tentang agama. Karakter Ulil Albab mencakup kecerdasan spiritual yang tinggi. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam tentang hubungan mereka dengan Allah, mampu mencapai kedekatan dengan-Nya, dan berusaha untuk meningkatkan ketakwaan dan ibadah mereka.
Ulil Albab dituntut untuk memiliki akhlak yang mulia dan etika yang baik. Mereka menunjukkan sifat-sifat seperti kesabaran, kejujuran, keadilan, kasih sayang, kerendahan hati, dan berempati terhadap sesama. Ulil Albab memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran-ajaran Islam dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat memahami nilai-nilai, prinsip, dan hikmah di balik ajaran Islam.
Generasi Ulil Albab memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan analitis. Mereka tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga mampu menganalisis, menelaah, dan mengkaji secara mendalam untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang agama dan dunia di sekitar mereka.
Generasi Ulil Albab juga dikenal karena kedermawanan dan semangat berbagi dengan sesama. Mereka memahami pentingnya membantu orang lain, memberikan sedekah, dan berkontribusi untuk kemaslahatan umum. Ulil Albab mampu menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana dalam masyarakat. Mereka memahami tanggung jawab mereka dalam mempromosikan keadilan sosial, menegakkan hak-hak asasi manusia, dan berperan sebagai teladan bagi orang lain.
Karakter Ulil Albab merupakan aspirasi bagi setiap muslim untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang agama Islam dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan kombinasi pengetahuan, kecerdasan spiritual, akhlak mulia, dan pengabdian kepada Allah dan masyarakat. Intinya generasi ulil albab adalah generasi yang berkepribadian Islam, memiliki tsaqafah Islam dan menguasai ilmu kehidupan yakni sains dan teknologi.
Karena itu, saatnya Indonesai berhijrah dan melakukan transformasi filosofis, ideologi dan politik menuju Islam. Jika masih menerapkan ideologi sekulerisme ala barat, maka bukan hanya salah jalan yang menyesatkan, namun negeri ini akan semakin hancur berantakan. Transformasi ideologi ini rasional karena selain Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim, juga karena Islam itu bukan untuk umatnya saja, namun kebaikan Islam itu adalah rahmat bagi alam semesta.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 22/10/24 : 15.00 WIB)