Oleh : Ahmad Sastra
Dinamika transisi kekuasaan dan peralihan kepemimpinan nasional dihadapkan dengan polemik internal dan peraturan perundang-undangan. Polemik akun Fufufafa pada platform Kaskus menjadi salah satu tantangan politik internal pertama di tengah perpindahan kekuasaan Jokowi-Ma'ruf Amin kepada Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang akan di gelar pada tanggal 20 Oktober 2024 di Ibu Kota Negara.
Sementara itu, media pemantau media sosial berbasis kecerdasan buatan, Drone Emprit, menilai polemik ini dapat merusak reputasi dan citra publik Gibran, polarisasi pendukung, hingga krisis kepercayaan publik terhadap kepemimpinan nasional. Terlebih ada pendapat bahwa Gibran terancam batal dilantik jadi wapres jika terbukti pemilik akun kaskus fufufafa (suara.com / Selasa, 17 September 2024 | 11:34 WIB)
Di lain pihak, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menerima gugatan PDIP soal pencalonan Gibran sebagai cawapres yang akan disampaikan pada Kamis (10/10/2024). Hal ini dapat terealisasi apabila Gibran Rakabuming tidak melakukan banding terkait keputusan PTUN. Jika itu terjadi, maka presiden terpilih berhak mengajukan dua nama ke MPR untuk dipilih salah satunya menjadi wapres. PTUN pada Kamis (10/10/2024) bakal menentukkan nasib Gibran Rakabuming Raka untuk menjadi wapres terpilih periode 2024 - 2029.
Polemik juga muncul perihal status Jakarta setelah dua tahun Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara disahkan. Polemik ini muncul menyusul klausul yang terdapat pada Pasal di UU IKN. Pasal 41 Ayat (2) UU IKN mengimplikasikan Jakarta sebagai Ibu Kota telah kehilangan statusnya dua tahun setelah UU IKN disahkan pada 15 Februari 2022.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan status Jakarta sebagai Ibu Kota masih berlaku. Sebelumnya, pada rapat Badan Legislasi DPR, Selasa lalu, Ketua Baleg, menyebut UU DKI habis statusnya pada 15 Februari 2024 atau setelah dua tahun UU IKN disahkan. (tempo.co/ Sabtu, 9 Maret 2024 16:00 WIB).
Disisi lain, berbagai protes dan pemikiran kritis para tokoh nasional agar presiden Jokowi diadili setelah lengser makin mencuat. Jokowi dianggap telah melakukan berbagai bentuk pelanggaran UU yang berlaku. Salah satu tuntutan datang dari FTA yang dalam gelaran diskusi harus mendapatkan persekusi dan pembubaran acara oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab dengan menggunakan cara-cara premanisme.
Selain itu, ratusan orang menghadiri sidang yang diadakan Mahkamah Rakyat Luar Biasa untuk mengadili pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada Selasa, 25 Juni 2024. Pengadilan ini disebut sebagai People's Tribunal atau Sidang Rakyat yang diadakan secara terbuka di Wisma Makara Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. (tempo.co / Senin, 1 Juli 2024 13:17 WIB).
Berbagai polemik politik hanyalah buntut dari dinamika politik pragmatis dan transaksional yang sekuleristik. Peralihan kekuasaan hanyalah kelanjutan dari sistem pemerintahan sekuler yang telah lama diterapkan di negeri ini. Pergantian rezim hanyalah bergantian penguasa semata, tidak akan berdampak signifikan kepada perbaikan rakyat, sebab sistemnya pemerintahannya tidak berubah, yakni kapitalisme sekuler demokrasi. Padahal masalah fundamental negeri ini, selain kepemimpinan adalah masalah sistem pemerintahannya.
Pemerintahan sekuler demokrasi dikendalikan oleh oligarki kapitalis, yakni segelintir orang yang menguasai asset negara dan mampu mengendalikan berbagai kebijakan politik. Sistem pemerintahan kapitalisme sekuler yang merupakan manifestasi dari penguasa pengusaha (peng-peng) selalu menjadikan rakyat hanya sebatas legitimasi politik lima tahunan yang tak juga berubah nasibnya menjadi lebih baik.
Sistem pemerintahan dengan ideologi kapitalisme juga sangat rentan dengan kepentingan politik dinasti. Hal ini terbukti anggota DPR baru telah dilantik, ternyata 60 persen adalah pebisnis dan 174 anggota terindikasi terhubung politik dinasti. Puan Maharani mantan ketua DPR periode lalu menyatakan bahwa DPR sudah berhasil melegislasi 225 RUU, namun dikritik Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti tidak sejalan dengan kuantitas.
DPR yang secara teori adalah wakil rakyat realitanya adalah wakil parpol dan oligarki sering melegislasi UU yang menindas rakyat seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN. Hal ini jelas mengkorfirmasi bahwa betapa buruknya sistem pemerintahan sekuler yang pada ujungnya hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat, karena sumber daya alam milik rakyat dikuasai oleh segelintir orang.
Padahal Allah menegaskan dalam firmanNya yang artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya. (QS Al Hasyr : 7).
Ironisnya semua bentuk kejahatan politik ini dilegitimasi dalam mekanisme sistem demokrasi melalui perumusan perundang-undangan. Sebab demokrasi menempatkan kadaulatan hukum rakyat, yang pada prakteknya sebenarnya pada oligarki dan partai-partai. Demokrasi juga tidak mengenal konsep kepemilikan umum, semua sumber daya alam bisa diprivatisasi. Keseluruhan kejahatan politik demokrasi ini diatur sedemikian rupa demi memuluskan kepentingan oligarki. Revisi undang-undang dilakukan juga untuk kepentingan oligarki semata, bukan untuk kepentingan rakyat.
Politik transaksional adalah pendekatan dalam politik yang menekankan pada pertukaran atau transaksi antara pihak-pihak politik untuk mencapai tujuan mereka. Dalam konteks ini, pertukaran tersebut bisa berupa dukungan politik, suara dalam pemilihan, atau sumber daya lainnya seperti uang. Karena itu antara demokrasi dan oligarki seperti dua mata uang, tak mungkin dipisahkan.
Praktek politik demokrasi sekuler cenderung berwatak machiavellistik, yang membenarkan tindakan-tindakan yang tidak bermoral atau manipulatif dalam politik. Paham ini menekankan pentingnya bagi seorang penguasa untuk menggunakan segala cara (permisivisme) yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya, bahkan jika itu berarti bertindak tidak jujur, melanggar janji, atau menggunakan kekerasan demi ambisi politik individu atau kelompok. Machievalime politik akan melahirkan amoralitas kekuasaan.
Bentuk pemerintahan sekuler kapitalisme demokrasi akan menimbulkan setidaknya enam bentuk kezoliman :
Pertama, kezaliman politik. Mengingat kekuasaan terhadap manusia dimonopoli oleh komunitas tertentu di antara mereka. Komunitas yang memonopoli kekuasaan ini senang memaksakan kehendaknya kepada rakyat, tanpa memberikan hak kepada siapapun untuk mengemukakan pendapatnya dalam menyusun program dan cara kerja penguasa.
Kedua, kezaliman sosial. Kezoliman politik akan berimbas kepada kezoliman sosial dimana rakyat menjadi korban kebijakan pemerintah. Alih-alih mendapatkan kesejahteraan, rakyat dalam pemerintahan sekuler kapitalistik akan semakin terbebani hidupnya dengan berbagai kebijakan sosial negara. Berbagai aturan yang menyalahi syariah kerap kali menimbulkan berbagai bentuk kesengsaraan sosial, seperti stress, depresi, kriminalitas, hingga bunuh diri.
Ketiga, kezaliman ekonomi. Kekuasaan di tangan para kapitalis yang memiliki kekayaan yang melimpah di satu sisi tapi terdapat pula kelas sosial yang sangat miskin di sisi lain. Hal ini diakibatkan oleh belum terfikirnya pembuatan peraturan pendistribusian kekayaan negara kepada rakyat. Karenanya tumbuh kelas sosial yang kaya (kapitalis) yang rakus dan menzalimi sesama demi memuaskan nafsunya tanpa mengindahkan aturan. Tumbuhlah praktek-praktek ribawi yang sangat menjerat si miskin.
Keempat, kesesatan aqidah. Pemerintahan sekuler tidak menjadikan Islam sebagai landasan dan sumber hukum, sehingga kebijakan di bidang keagamaan justru menyalahi Islam itu sendiri. Di negeri sekuler dikembangkan paham sekulerisme, pluralisme dan liberalism agama yang justru telah menyesatkan umat Islam. berkembang pula paham sinkretisme agama yang cenderung mengarahkan kepada kemusyrikan. Terdapat juga paham humanisme yang akan mengantarkan umat Islam kepada atheisme. Bahkan dakwah Islam dikriminalisasi dengan berbagai tuduhan seperti radikalisme dna terorisme. Pemerintahan sekuler akan semakin menjauhkan umat Islam dari agamanya.
Kelima, kesesatan pemikiran. Pemerintahan sekuler yang jauh dari prinsip-prinsip agama seringkali menjadikan khufarat (tahayul) untuk mempertahankan kedudukan mereka. Tumbuh juga berbagai pemikiran sesat yang sengaja dipelihara untuk mengaburkan pemikiran Islam. Sementara pemikiran Islam justru mendapatkan perlakukan yang tidak adil.
Keenam, kezaliman jiwa. Masyarakat saat itu tidak dibangun di atas asas persaudaraan melainkan pemaksaan dan kepentingan sepihak. Inilah yang kemudian menghilangkan kejernihan jiwanya. Mereka tumbuh menjadi penindas yang lemah. Jiwa mereka menjadi gelap penuh egoisme dan kecongkakan. Dalam pemerintahan sekuler, rakyat dijadikan sebagai musuh yang layak dicurigai. Entitas rakyat yang kritis kepada pemerintah langsung dikriminalisasi.
Sudah saatnya umat Islam sadar, bangkit dan menyudahi berbagai bentuk kezoliman akibat sistem pemerintahan sekuler kapitalisme demokrasi ini. Sudah terlalu lama umat Islam hidup dalam berbagai bentuk kezaliman di berbagai belahan dunia. Minoritas umat Islam di berbagai negara mendapatkan perlakukan yang tidak adil, seperti pengusiran, penganiayaan hingga genosida. Indonesia tidak akan terawat dengan baik, jika masih menerapkan sistem sekuler. Sebaliknya negeri ini akan semakin hancur, meski transisi rezim terus berganti, sampai kapanpun.
Saatnya umat menerapkan sistem politik Islam dengan menjadikan perintah Allah dan Rasulullah sebagai sumber perundang-undangan. Kedaulatan hukum dalam pemerintahan Islam berada di tangan Allah, bukan manusia. Keunggulan sistem politik Islam adalah dibangun di atas dasar iman dan takwa, bukan sekulerisme. Hukum yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam adalah hukum Allah bebas kepentingan. Hanya hukum Allah yang adil, karena Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil.
Negeri ini tidak cukup hanya soal transisi kepemimpinan, namun juga membutuhkan transformasi sistemik menuju pemerintahan Islam, jika negeri ini ingin terus terawat dan rakyatnya sejahtera, bukan dengan sistem pemerintahan sekuler seperti sekarang ini.
Allah berfirman dalam Al Qur'an yang artinya : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al maidah : 50). Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Yusuf : 40).
Hukum Allah menjamin keadilan dan keberkahan, karena Allah lah yang menciptakan manusia dan alam semesta, maka hukum Allah lah yang paling bisa menjamin kebaikan untuk manusia. Siapa yang lebih paham tentang manusia selain Tuhan Pencipta manusia ?.
Peran dan kedudukan Majlis Ummah yang terdiri dari sosok yang betul mewakili umat bukan parpol/golongan, berperan sampaikan aspirasi umat, muhasabah pada penguasa, tempat penguasa bermusyawarah, tidak melegislasi hukum. Kepala negara dalam sistem pemerintahan Islam bisa dima'zulkan jika tidak lagi taat kepada hukum Allah dan rasulNya. Sistem pemerintahan Islam bersifat manusiawi, bukan ilahiah, sehingga bisa dijalankan dengan baik dengan landasan syariah Allah.
Sistem demokrasi sudah gagal, saatnya umat bersegera menuju sistem pemerintahan Islam dengan menerapkan syariah secara kaffah, mempersatukan umat Islam di seluruh dunia dan menebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia membawa rahmat bagi alam semesta. Sejalan denghan firman Allah : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS Al Anbiyaa : 107).
Yakinlah akan janji Allah bahwa suatu saat kaum muslimin akan menguasai dunia dengan syariah Allah : Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An Nur : 55)
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 07/10/24 : 16.00 WIB)