MELUANGKAN WAKTU MEMBACA DISERTASI BAHLIL LAHADALIA


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Beberapa hari ini ada perbincangan masyarakat pro kantra seputar disertasi berjudul Kebijakan, Kelembagaan, Dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel Yang Berkeadilan Dan Berkelanjutan Di Indonesia. Disertasi    diajukan untuk memenuhi persyaratan Program Doktor Sekolah Kajian Stratejik Dan Global. Disertasi dipresentasikan oleh Bahlil Lahadalia, NIK 2206146976, pada sekolah Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Depok, Bulan Oktober 2024. Jumlah keseluruhan disertasi ini adalah 502 halaman, terdiri dari 338 isi disertasi dan 164 halaman terdiri dari daftar pustaka dan lampiran. Lembar daftar pustaka ada 12 halaman yang memuat sekitar 192 referensi.  

 

Sidang Terbuka Promosi Doktor digelar di Gedung Makara Art Center Universitas Indonesia, Depok pada Rabu (16/10/2024) dan dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Dr. I Ketut Surajaya, S., M.A. Setelah berhasil menjawab sejumlah pertanyaan dari penguji, Bahlil dinyatakan lulus dengan pujian predikat cumlaude. "Berdasarkan semua ini, tim penguji memutuskan untuk mengangkat sodara Bahlol Lahadalia menjadi Doktor dalam program studi kajian sratejik dan global dengan yudisium cumlaude," ujar Ketut, dikutip dari Kompas.com, Rabu.

 

Perbincangan disertasi seputar kelulusan yang dinilai terlalu cepat untuk meraih gelar doktor di Universitas Indonesia yakni 1 tahun 8 bulan. Merujuk pada laman resmi Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), Bahlil tercatat sebagai mahasiswa doktoral UI mulai 13 Februari 2023. Artinya, Bahlil meraih gelar S3 dalam kurun waktu 1 tahun 8 bulan.

 

Sebab normalnya, doktor itu bisa diraih minimal 4 semester, mayoritas mahasiswa doctoral menempuh studinya lebih dari 3 tahun. Sebab selain memang ada batasan waktu, menulis disertasi tergolong sulit dan memakan waktu, apalagi jika mahasiswanya memiliki kesibukan. Bahlil sendiri menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat menulis disertasi. Logikanya hampir tidak mungkin bisa menuntaskan disertasi dengan cepat di tengah kesibukan sebagai menteri.

 

Bahlil Lahadalia juga menjadi perbincangan karena terdapat nama Alvian Cendy Yustian muncul di file disertasinya, membuat warganet menduga disertasinya dikerjakan joki. Sementara manajemen UI menjelaskan gelar doktor Bahlil telah memenuhi prosedur yang ada, dan Bahlil terdaftar sebagai mahasiswa doktor mulai 2022 hingga 2025. Berita yang cukup seimbang.

 

Kalau diintip dari sisi abstraknya, maka bisa dibaca secara singkat apa sebenarnya isi disertasi yang menimbulkan kontroversi ini. Agar tak salah paham, tulisan ini akan memuat keseluruhan abstrak, sebagai berikut :

 

Saat ini, pemerintah Indonesia melaksanakan kebijakan hilirisasi nikel untuk mendorong transformasi struktural dan menciptakan nilai tambah. Akan tetapi, hilirisasi tersebut masih belum sepenuhnya berkeadilan dan berkelanjutan khususnya bagi masyarakat, pengusaha dan pemerintah daerah. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dampak hilirisasi serta menelaah kebijakan, kelembagaan dan tata kelola yang diperlukan untuk mewujudkan hilirisasi yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan bagi semua pemangku kepentingan.

 

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus, dan analisis data sekunder, serta pendekatan kuantitatif melalui instrumen analytical hierarchy process (AHP) atas hasil survei. Hasil penelitian menunjukkan dampak positif dari hilirisasi pada beberapa indikator ekonomi terutama untuk pemerintah pusat dan investor.

 

Di sisi lain, terdapat empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan. Empat masalah tersebut adalah ketidakadilan dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.

 

Penelitian ini merekomendasikan empat kebijakan utama dalam mengantisipasi permasalahan tersebut yaitu: 1) reformulasi alokasi dana bagi hasil terkait aktivitas hilirisasi, 2) penguatan kebijakan kemitraan dengan pengusaha daerah, 3) penyediaan pendanaan jangka panjang untuk perusahaan nasional di sektor hilirisasi, dan 4) kewajiban bagi investor untuk melakukan diversifikasi jangka panjang.

 

Penelitian ini juga menekankan pentingnya pembentukan Satuan Tugas yang dapat mengorkestrasikan implementasi kebijakan hilirisasi untuk menjadi lebih efektif. Lembaga tersebut perlu mendapat mandat dari presiden sehingga berwenang melakukan koordinasi seluruh pihak baik pemerintah maupun pelaku usaha dan mobilisasi sumber daya untuk menyukseskan hilirisasi.

 

Tata kelola hilirisasi juga perlu diperkuat melalui tata kelola kebijakan berorientasi hasil konkret dan teruktur, penerapan dukungan bersyarat / conditionalities, serta penggunaan pendekatan yang iteratif dan eksperimental. Rekomendasi kebijakan, kelembagaan dan tata Kelola tersebut diharapkan dapat berkontribusi mewujudkan hilirisasi berkeadilan dan berkelanjutan.

 

Kata kunci: Hilirisasi, berkeadilan, berkelanjutan, nikel, kebijakan, kelembagaan, tata kelola

 

Pada bab III metode penelitian, dalam disertasi ini tertulis  : Penelitian ini terdiri dari empat bagian utama yang akan menjawab empat rumusan masalah secara berurutan. Secara ringkas, metode penelitian untuk analisis dari setiap rumusan masalah adalah sebagai berikut:

 

Rumusan masalah 1 meneliti dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari hilirisasi nikel dengan memanfaatkan data yang dikumpulkan melalui analisis data sekunder, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD).

 

Rumusan masalah 2 menganalisis kebijakan hilirisasi nikel yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan wawancara mendalam dan FGD untuk menggali opsi-opsi kebijakan dari pemangku kepentingan terkait, dilanjutkan dengan survei untuk mengkaji opsi-opsi kebijakan tersebut dan memilih prioritas kebijakan dengan metode analytical hierarchy process (AHP).

 

Rumusan masalah 3 mengkaji optimalisasi kelembagaan akan dikaji dengan menggunakan studi komparatif dan wawancara mendalam untuk menggali informasi mengenai rumusan kelembagaan yang optimal terkait hilirisasi nikel yang berkeadilan dan berkelanjutan.

 

Terakhir, rumusan masalah 4 mengkaji tata kelola dari hilirisasi dengan metode studi komparatif dan wawancara mendalam untuk mendapatkan dan menggali informasi dari berbagai pihak terkait skema tata kelola.

 

Selain itu, peneliti juga melakukan triangulasi data untuk melakukan pengecekan terhadap reliabilitas dan validitas data yang didapatkan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan temuan pada data primer dan data sekunder. Hasil perbandingan tersebut akan membantu peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih tepat, utuh dan valid (Bryman, 2015). Informan kunci pada penelitian ini terdapat pada Tabel 3.1 berikut, dimana setiap informan terbagi berdasarkan rumusan masalah yang dijelaskan pada masing-masing subab dalam bab ini.

 

Adapun kesimpulan disertasi didasarkan oleh empat rumusan atau pertanyaan penelitian di atas yakni 1. Bagaimana dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kebijakan hilirisasi nikel Indonesia? 2. Bagaimana kebijakan hilirisasi nikel yang berkeadilan dan berkelanjutan? 3. Bagaimana kelembagaan hilirisasi nikel dapat dioptimalkan untuk mendukung kebijakan hilirisasi nikel yang berkeadilan dan berkelanjutan? 4. Bagaimana tata kelola hilirisasi nikel dapat diperkuat untuk mendorong kebijakan hilirisasi nikel yang berkeadilan dan berkelanjutan?

 

Berikut merupakan poin-poin kesimpulan utama dari disertasi ini. 1. Berkaitan dengan dampak, kebijakan hilirisasi nikel telah memberikan beberapa dampak positif terutama bagi pemerintah pusat dan investor yang diantaranya tercermin dari peningkatan PDRB, investasi dan ekspor. Akan tetapi, pemerintah dan masyarakat daerah cenderung menerima dampak negatif yang signifikan seperti penurunan akses layanan pendidikan meskipun mereka juga mendapatkan beberapa dampak positif seperti peningkatan kesempatan kerja.

 

Berdasarkan analisis peneliti, terdapat 6 permasalahan utama hilirisasi di Indonesia yang menegaskan bahwa hilirisasi masih belum sepenuhnya berkeadilan dan berkelanjutan, permasalah tersebut yaitu: a. Pemerintah daerah belum mendapat dana transfer yang adil untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan lingkungan di daerah. b. Pengusaha daerah belum terlibat secara maksimal dalam ekosistem hilirisasi sehingga hilirisasi belum memberikan manfaat ekonomi yang sepenuhnya adil bagi daerah. c. Hilirisasi masih didominasi investor asing dengan partisipasi pengusaha nasional yang terbatas pada sektor hilirisasi bernilai tambah sehingga transformasi struktural dari hilirisasi berisiko tidak terjadi secara berkelanjutan di masa depan. d. Investor di daerah hilirisasi belum memiliki rencana diversifikasi jangka panjang, sehingga hilirisasi di tingkat daerah berisiko tidak berkelanjutan pasca habisnya cadangan mineral di masa depan. e. Hilirisasi masih belum berkelanjutan dari aspek lingkungan mengingat pencemaran lingkungan masih terjadi baik dari segi pencemaran udara seperti peningkatan emisi CO2 ataupun pencemaran wilayah perairan. f. Hilirisasi masih belum berkeadilan bagi para pekerja dengan adanya kasus-kasus pelanggaran hak ketenagakerjaan seperti kasus kecelakaan kerja.

 

Berkaitan dengan kebijakan, permasalahan utama dari hilirisasi sebagaimana disebut di atas perlu diselesaikan untuk mewujudkan hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan langkah-langkah terkait kebijakan sebagai berikut. a. Perubahan kebijakan yang meliputi reformulasi dan formulasi kebijakan agar dampak negatif dari hilirisasi di masa depan dapat dimitigasi. Sebagai contoh, jika keterlibatan pengusaha nasional dan daerah tetap minim pada ekosistem hilirisasi, maka di masa depan transformasi ekonomi akan terkendala dan hilirisasi tidak terjadi secara berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan langkah sebagai berikut: i. Reformulasi kebijakan yang sudah ada saat ini untuk menyelesaikan isu terkait dana transfer dan kemitraan. Pemerintah perlu mendorong reformulasi kebijakan alokasi DBH agar lebih adil dan proporsional bagi daerah pusat hilirisasi. Pemerintah juga perlu melakukan reformulasi kebijakan kemitraan investor agar terjalin kerja sama yang lebih baik antara investor dengan perusahaan daerah. ii.

 

Formulasi kebijakan untuk membentuk kebijakan baru guna mengatasi minimnya partisipasi pengusaha nasional pada ekosistem hilirisasi dan mengantisipasi kondisi ekonomi daerah pasca tambang. Untuk itu, pemerintah perlu mendorong formulasi kebijakan untuk memberikan dukungan pembiayaan kepada pengusaha nasional di sektor hilirisasi bernilai tambah. Pemerintah juga perlu melakukan formulasi kebijakan untuk mewajibkan diversifikasi bagi investor di sektor hilirisasi secara bertahap pada jangka panjang. b. Penguatan penegakan kebijakan yang sudah ada untuk permasalahan terkait dengan isu lingkungan dan ketenagakerjaan. Hal ini mengingat saat ini sudah terdapat regulasi yang dapat menindak pelanggaran terkait kedua isu tersebut. Sebagai contoh, telah terdapat PP 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Implementasi dari peraturan-peraturan terkait lingkungan dan ketenagakerjaan tersebut perlu diperkuat.

 

Berkaitan dengan kelembagaan, untuk memastikan bahwa formulasi dan reformulasi kebijakan sebagaimana diuraikan di atas tersebut dapat diimplementasikan oleh pembuat kebijakan secara tepat, maka diperlukan penguatan kelembagaan. Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan a. Perlu dibentuk Satuan Tugas hilirisasi dan industrialisasi di level nasional. Lembaga tersebut dapat berperan penting untuk menjadi orkestrator yang mensinergikan berbagai pemangku kepentingan yang selama ini cenderung terfragmentasi untuk mendukung agenda hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. b. Satuan Tugas tersebut perlu mendapat mandat dari dan melapor langsung kepada presiden. c. Lembaga tersebut perlu memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi kebijakan yang melibatkan seluruh pihak terkait. Selain itu lembaga tersebut juga perlu memiliki kewenangan untuk memobilisasi anggaran dan sumber daya untuk menyukseskan hilirisasi. d. Lembaga tersebut perlu membentuk forum konsultasi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan bukan hanya perwakilan pemerintah saja. Pemangku kepentingan non pemerintah yang perlu dilibatkan diantaranya yaitu asosiasi pengusaha, perwakilan Masyarakat lokal, LSM, akademisi, dll. e. Lembaga tersebut, perlu memiliki kewenangan dari keseluruhan rangkaian kebijakan hilirisasi mulai dari tahap perencanaan, implementasi, evaluasi dan penyesuaian kebijakan jika pada tahap evaluasi ditemukan kendala.

 

Berkaitan dengan tata kelola, reformulasi kebijakan tidak hanya membutuhkan perangkat kelembagaan yang kuat namun juga membutuhkan tata kelola yang optimal. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan penguatan tata kelola yang memperhatikan prinsip-prinsip utama yang diantaranya mencakup : a. Berorientasi hasil. Seluruh kebijakan hilirisasi perlu diarahkan untuk mencapai tujuan utama yaitu mewujudkan hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Tujuan utama tersebut perlu dirinci menjadi sasaran yang dapat diukur. Setiap implementasi kebijakan perlu dievaluasi untuk memastikan apakah kebijakan tersebut mendukung pencapaian tujuan utama serta sasaran terukur dari hilirisasi atau tidak. Sebagai contoh, implementasi reformulasi kebijakan DBH perlu dievaluasi untuk memastikan apakah masyarakat daerah mendapatkan layanan sosial yang lebih baik dengan peningkatan alokasi DBH. b. Memberikan dukungan atau insentif secara bersyarat. Kebijakan untuk mendorong hilirisasi perlu disertai syarat yang perlu dipenuhi oleh pihak terkait. Sebagai contoh, kebijakan dukungan pembiayaan perlu disertai dengan syarat bahwa perusahaan penerima fasilitas tersebut harus melakukan investasi di sektor hilirisasi bernilai tambah secara kompetitif. Jika setelah dilakukan evaluasi, perusahaan penerima fasilitasi tersebut ternyata menunjukan performa investasi atau produksi yang buruk, maka insentif yang diberikan dapat dicabut. c. Menggunakan pendekatan iteratif dan eksperimental. Perlu ada monitoring dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan. Jika kebijakan dinilai tidak mampu mencapai sasaran, maka pemerintah harus memiliki fleksibilitas untuk melakukan adaptasi yang diperlukan agar kebijakan mampu mencapai sasaran. Sebagai contoh, jika kebijakan kewajiban kemitraan atau berdiversifikasi menjadi beban bagi investor dan berdampak pada penurunan nilai investasi, maka perlu dirumuskan alternatif kebijakan yang dapat lebih efektif mencapai sasaran. d. Transparansi dan akuntabilitas masyarakat. Masyarakat, termasuk masyarakat lokal di daerah hilirisasi, perlu diberikan ruang untuk memberikan umpan balik mulai dari tahap penyusunan, implementasi hingga pengawasan kebijakan.

 

Temuan disertasi ini, sebagaimana disebutkan di atas, tidak menghasilkan teori baru namun memperkuat teori yang sudah dikemukakan oleh berbagai pakar termasuk teori terkait tata kelola yang disampaikan oleh Rodrik dan Sabel (2020).

 

Akhirnya, dengan keterbatasan waktu, penulis menyusun tulisan ini hanya sebatas menyajikan beberapa aspek kunci dari disertasi apa adanya, tanpa memberikan komentar apapun secara konten (Judul, abstrak, perumusan masalah, metode penelitian, kesimpulan). Penulis juga tak sempat membaca keseluruhan disertasi ini. Selain berkaitan dengan kapasitas, penulis juga tidak punya otoritas untuk memberikan penilaian dari sisi konten. Jadi diserahkan saja kepada pembaca tulisan ini untuk memberikan penilaian apapun, jika memang berminat memberikan tanggapan dari sisi konten disertasi.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 19/10/24 : 13.00 WIB) 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories