Oleh : Ahmad Sastra
Hari santri yang diperingati setiap tanggal 22 oktober dilatarbelakangi oleh resolusi jihad KH Hasyim Asy'ari. Peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober merujuk pada munculnya seruan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren yang mewajibkan setiap muslim untuk membela Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tangan penjajah.
Resolusi jihad sebagai latar historis hari santri harus dimaknai secara benar dalam perspektif jihad kekinian dalam sudut pandang Islam. Sebab jika salah sudut pandang, santri justru akan mengalami disorientasi. Santri dalam hal ini harus mampu mengidentifikasi siapa sebenarnya penjajah negeri ini pada saat ini ?. Jika saat resolusi jihad, penjajahnya adalah Belanda, lantas siapa penjajah negeri ini pada saat ini ?. Bagaimana pula dengan negeri Palestina yang sedang dijajah Israel. Mestinya santri kembali menyuarakan resolusi jihad jilid dua untuk mengusir penjajah Israel dari bumi Palestina.
Salah satu pertimbangan Resolusi Jihad adalah : mempertahankan dan menegakkan Negara Republik Indonesia menurut hukum Agama Islam, termasuk sebagai satu kewadjiban bagi tiap-tiap orang Islam. Mengutip nu.or.id, Resolusi Jihad ini menegaskan, "memohon dengan sangat kepada Pemerintah Republik Indonesia supaja menentukan suatu sikap dan tindakan yang nyata serta sebadan terhadap usaha-usaha jang akan membahayakan Kemerdekaan dan Agama dan Negara Indonesia, terutama terhadap pihak Belanda dan kaki-tangannya."
Fatwa resolusi jihad yang diumumkan pada 22 Oktober 1945 mengandung tiga poin utama, di antaranya: Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu 'ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin meskipun bagi orang fakir. Kedua, Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan-komplotannya adalah mati syahid, dan ketiga, hukum untuk orang yang memecah persatuan kita sekarang ini, wajib dibunuh.
Allah berfirman : Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS Al Ankabut : 69).
Nah, oleh karena itu momentum hari santri mestinya menjadikan santri yang benar-benar santri yakni yang memiliki visi jihad membela agama Allah, sesuai dengan kemampuan maksimalnya. Solusi jihad bagi Palestina memang akan menemukan kesulitannya karena umat Islam di negeri-negeri muslim justru dalam jebakan ikatan nasionalisme, sekulerisme dan demokrasi. Bahkan negeri-negeri muslim kini tengah dalam penjajahan sistem kapitalisme. Indonesia juga mengalamai masa-masa penjajahan fisik dan bahkan kini masih mengalami penjajahan non fisik.
Dalam kurun waktu 1602 sampai 1799, Indonesia di bawah persekutuan dagang Belanda. Persekutuan dagang itu dibentuk pada tahun 1602 dan merupakan hasil penyatuan atau merger beberapa serikat dagang di Belanda. Serikat dagang ini bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Setelah VOC secara resmi dibubarkan dan dialihkan kepada Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda pada tahun 1800 sampai 1942.
Sekarang, mirip dengan VOC, hak istimewa tersebut tampaknya dimiliki oleh perusahaan-perusahaan asing di Indonesia. Beberapa perusahaan asing tersebut ketika akan berinvestasi, menteri luar negerinya didatangkan ke Indonesia untuk melakukan negosiasi. Indikasi ini menunjukkan bahwa beberapa perusahaan asing tersebut benar-benar di-support oleh negara asalnya. Ada juga perusahaan asing di Indonesia yang mempunyai tentara bayaran. Terjadi pula kesenjangan gaji pribumi dengan ekspatriat atau bule.
Menurut Hariyono (2012), melalui sistem verlichte leveranties dan contingenten elit pribumi makin terjebak dalam sistem kolonial. Bila mereka berhasil mengumpulkan hasil bumi melebihi target, mereka akan mendapatkan hadiah yang lebih dikenal dengan istilah batig slot (saldo lebih). Kondisi tersebut menyebabkan ketergantungan elit pribumi terhadap Pemerintah Kolonial menjadi makin tinggi. Posisi para pejabat pribumi tidak ubahnya tengah bergeser menjadi komprador atau centeng.
Bandingkan dengan perusahaan multinasional saat ini yang ada di Indonesia. Mirip dengan sistem verlichte leveranties dan contingenten, mekanisme penentuan harga minyak dan gas bumi yang berlaku di Indonesia mengabdi pada sistem pasar. Padahal pasar terindikasi dikuasai oleh perusahaan multinasional. Jika zaman dulu harga ditentukan oleh VOC secara langsung, kini harga ditentukan secara tidak langsung oleh perusahaan multinasional atas nama pasar bebas. Untuk memperlancar investasi pertambangan di Indonesia dengan sistem mirip contingenten pada masa VOC, beberapa oknum pejabat terindikasi mendapatkan "upeti" atau saham perusahaan multinasional tersebut.
Dengan jebakan utang luar negeri berbunga dan kurs dolar, Indonesia merasa rendah diri. Para donor (pemberi utang) dipandang superior. Akibatnya, ketika mereka memberikan arahan UU Penanaman Modal, misalnya, maka dengan lancar UU tersebut diasahkan. Akibat selanjutnya, pihak asing makin menguasai perekonomian Indonesia. Padahal UU tersebut merupakan payung liberalisasi dalam investasi dan privatisasi sektor publik. Perusahaan multinasional asing seperti Exxon Mobil Oil, Caltex, Newmount, Freepot dan lainnya makin mudah mengekploitasi kekayaan alam Indonesia dan semua potensi ekonomi yang ada.
Indonesia dengan sistem kapitalisme telah menjadikan negeri ini dijajah oleh oligarki. Tidak ada negara demokrasi di dunia yang tidak berkaitan dengan oligarki, kepemimpinan yang berhasil adalah yang mampu mengendalikan oligarki bukan yang jadi alatnya oligarki (Eep Saefullah Fatah). Oligarki menjadikan demokrasi sebagai alat legitimasi (Ismail Yusanto).
Oligarki adalah struktur kekuasaan yang terdiri dari beberapa individu elit, keluarga, atau perusahaan yang diizinkan untuk mengontrol suatu negara atau organisasi. Melansir Thoughtco, "Oligarki" berasal dari kata Yunani "oligarkhes", yang berarti "sedikit yang memerintah". Jadi, oligarki adalah struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, agama, politik, atau kekuatan militer.
Robert Mitchel dalam bukunya "Political Parties, a Sociological Study of the Oligarchical Tendencies of Modern Democracy" menyebutkan kemunculan oligarki merupakan konsekuensi dari proses yang terjadi dalam suatu organisasi, termasuk partai politik. Makin besar organisasi atau partai politik tersebut, kecendrungan mengarah kepada oligarki tidak dapat dihindarkan. Kecendrungan ini disebut Michel sebagai oligarki demokrasi. Yang pada akhirnya, perselingkuhan antara pengusaha dan penguasa ini akan melahirkan hukum besi oligarki, dimana kepentingan sekelompok orang (minoritas), tidak mewakili kepentingan orang banyak (mayoritas).
Krisis fiskal negara dunia ketiga yang tersandera bayang-bayang gagal bayar akibat "debt trap" sistem rusak ini. John Perkins membuka mata dunia lewat buku yang berjudul Confession of an Economic Hit Man (2005). Bagaimana dia menelanjangi rahasia pemerintah AS yang berani membayar tinggi orang-orang seperti Perkins, untuk membuat negara-negara kaya sumber daya alam (SDA) agar mendapat utang luar negeri sebayak-banyaknya. Sampai negara tersebut tidak mungkin lagi dapat membayar utangnya, kecuali dengan menguras seluruh SDA yang dimilikinya.
Efek rusaknyapun menjalar ke realitas politik ala demokrasi, saat ini panggung layaknya pasar kotor, dimana jual-beli kepentingan dan saling sikut demi keuntungan bisnis pribadi dan kelompok dilakukan. Sehingga perwujudan demokrasi yang terjadi, bukan "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat", namun dari oligarki, oleh oligarki dan untuk oligarki. Wajah demokrasipun terlihat di dominasi oleh birokrasi oligarki yang menjadikan partai hanya sekedar mesin pendulang suara pemilih dan konstituennya, tidak lebih.
Pemerintahan sekuler demokrasi dikendalikan oleh oligarki kapitalis, yakni segelintir orang yang menguasai asset negara dan mampu mengendalikan berbagai kebijakan politik. Sistem pemerintahan kapitalisme sekuler yang merupakan manifestasi dari penguasa pengusaha (peng-peng) selalu menjadikan rakyat hanya sebatas legitimasi politik lima tahunan yang tak juga berubah nasibnya menjadi lebih baik.
Sistem pemerintahan dengan ideologi kapitalisme juga sangat rentan dengan kepentingan politik dinasti. Hal ini terbukti anggota DPR baru telah dilantik, ternyata 60 persen adalah pebisnis dan 174 anggota terindikasi terhubung politik dinasti. Puan Maharani mantan ketua DPR periode lalu menyatakan bahwa DPR sudah berhasil melegislasi 225 RUU, namun dikritik Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) Susi Dwi Harijanti tidak sejalan dengan kuantitas.
DPR yang secara teori adalah wakil rakyat realitanya adalah wakil parpol dan oligarki sering melegislasi UU yang menindas rakyat seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN. Hal ini jelas mengkorfirmasi bahwa betapa buruknya sistem pemerintahan sekuler yang pada ujungnya hanya akan menyengsarakan kehidupan rakyat, karena sumber daya alam milik rakyat dikuasai oleh segelintir orang. Dapat ditegaskan bahwa sistem politik demokrasi hanyalah untuk melayani oligarki, bukan melayani rakyat.
Mari kita jadikan hari santri nasinal sebagai momentum kebangkitan umat Islam di negeri ini. Indonesia harus bangkit dengan Islam untuk meraih kemerdekaan hakiki. Jangan sampai umat Islam mencari solusi atas masalah umat dengan meninggalkan sumber Islam itu sendiri. Para nabi, sahabat dan ulama telah mencontohkan kepada kita semua. Hadji Umar Said Tjokroaminoto memberikan kata kuncinya di singkat 5 K (1) Kemauan, Kekuatan, Kemenangan, Kekuasaan dan Kemerdekaan. Kemerdekaan hakiki di semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bangkit itu marah : marah jika agama Islam dihinakan, marah jika bangsa ini dijajah, marah jika umat islam dipecah belah, dan marah jika generasi muslim ini dihancurkan. Bangkit itu satu : satu hati, satu niat, satu visi, satu langkah, satu perjuangan seluruh kaum muslimin lillah karena Allah.
Bangkit itu jauh : jauhi narkoba, jauhi pergaulan bebas, jauhi kemalasan, jauhi permusuhan, dan jauhi kebodohan. Bangkit itu kosong : kosong dari ketamakan, kosong dari kekufuran, kosong dari kezaliman, dan kosong dari egoisme. Merdeka itu tidak ada : tidak ada penjajahan, tidak ada kezaliman, tidak ada kemiskinan, tidak ada keterbelakangan, dan tidak ada perampokan di bumi pertiwi ini.
Merdeka itu tegak : tegak berdaulat atas negeri sendiri, tegak berdiri mengatur rumah tangga bangsa sendiri, tegak menatap masa depan bangsa sendiri dan tegak menghadapi ujian dan hambatan. Merdeka itu cahaya: cahaya Islam dalam hati kita, cahaya Islam dalam masyarakat kita, cahaya Islam dalam negara kita dan cahaya Islam dia atas bumi dan jagad raya.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 22/10/24 : 07.20 WIB)