Oleh : Ahmad Sastra
Politik tak bermutu merujuk pada praktik-praktik politik yang tidak memenuhi standar etika, integritas, efektivitas, dan kualitas dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan kebijakan. Politik semacam ini sering kali mengabaikan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, moralitas dan akuntabilitas, yang pada akhirnya dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan pemerintah.
Karakteristik politik tak bermutu hampir semuanya terjadi di negeri ini. Setiap kali ada kebijakan, bahkan mendapatkan penolakan dari rakyatnya sendiri, karena kebijakan politiknya dianggap tidak memihak kepada rakyat, namun berpihak kepada segelintir oligarki. akibatnya rakyat cuma jadi korban dan tumbal kerakusan penguasa dan pengusaha.
Politik tak bermutu juga ditandai adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu yang akhirnya menghambat pemerataan pembangunan, menciptakan ketidakadilan sosial, dan merusak integritas institusi. Pengangkatan atau pemberian keuntungan berdasarkan hubungan pribadi atau keluarga, bukan berdasarkan kompetensi yang ujungnya mengurangi motivasi dan semangat kerja yang kompetitif, serta menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Hal ini juga menjadi indikasi politik yang tidak bermutu.
Menggunakan retorika yang menarik simpati massa tanpa dasar kebijakan yang konkret atau berkelanjutan dengan membuat janji-janji yang tidak realistis, yang sering kali tidak dapat dipenuhi, menyebabkan kekecewaan publik juga Contoh politik tak bermutu. Terlebih lagi pengambilan keputusan yang dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan partisipasi atau pengawasan publik yang akhirnya meningkatkan peluang penyalahgunaan kekuasaan dan mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada data atau penelitian yang valid, melainkan pada kepentingan politik atau opini publik yang tidak mendukung. Akhirnya, kebijakan yang dihasilkan tidak efektif dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat secara nyata. Kekuasaan politik dikuasai oleh segelintir orang atau kelompok elit yang mengutamakan kepentingan mereka sendiri. Akhirnya, mengabaikan kepentingan mayoritas masyarakat dan memperlebar kesenjangan sosial adalah contoh buruknya politik di negeri ini.
Penggunaan dana atau sumber daya finansial untuk mempengaruhi keputusan politik atau memenangkan Pemilihan yang merusak proses politik dan memungkinkan politikus yang korup atau tidak kompeten untuk tetap berkuasa adalah contoh lain buruknya praktek politik di negeri ini.
Banyak faktor yang menjadi penyebab politik tak bermutu. Masyarakat yang kurang memahami politik cenderung tidak mampu mengkritisi atau mengawasi tindakan politisi dengan efektif. Sistem hukum dan lembaga pengawas yang tidak efektif memungkinkan praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Budaya yang menganggap korupsi atau nepotisme sebagai hal biasa dapat memperparah politik tak bermutu. Sistem pemilihan yang tidak transparan atau adil dapat memfasilitasi praktik politik kotor.
Dampak Politik Tak Bermutu adalah munculnya masyarakat yang kehilangan kepercayaan pada pemerintah dan institusi politik, yang dapat menyebabkan partisipasi politik yang rendah. Korupsi mengalihkan sumber daya dari kebutuhan publik ke kepentingan pribadi, menghambat pertumbuhan ekonomi. Konflik dan ketidakpuasan masyarakat meningkat, yang dapat menyebabkan kerusuhan atau konflik bersenjata. Kebijakan yang buruk dapat menyebabkan kemiskinan, ketidakadilan, dan ketidaksetaraan sosial.
Politik tak bermutu memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap stabilitas sosial, ekonomi, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk menciptakan sistem politik yang lebih baik, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, lembaga pengawas, masyarakat, dan media.
Dengan meningkatkan pendidikan politik, memperkuat institusi, mendorong transparansi, dan memastikan partisipasi aktif masyarakat, politik tak bermutu dapat diminimalisir, sehingga tercipta pemerintahan yang adil, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat. Lebih penting lagi adalah menjadikan etika agama sebagai landasan berpolitik.
(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 03/09/24 : 15.43 WIB)