MENYOAL SERUAN ERDOGAN ATAS EKSPANSIONISME ISRAEL


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Istanbul - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan negara-negara Islam untuk membentuk aliansi guna melawan Israel. Erdogan mencetuskan aliansi negara-negara Islam itu harus melawan apa yang disebutnya sebagai "ancaman ekspansionisme yang semakin berkembang" dari Tel Aviv.


Seruan dari Erdogan itu, seperti dilansir Reuters, Senin (9/9/2024), disampaikan setelah dia membahas apa yang disebut para pejabat Palestina dan Turki sebagai pembunuhan oleh pasukan Israel terhadap seorang wanita keturunan Turki-Amerika yang ikut unjuk rasa menentang perluasan permukiman Yahudi di Tepi Barat.


"Satu-satunya langkah yang akan menghentikan arogansi Israel, banditisme Israel, dan terorisme negara Israel adalah aliansi negara-negara Islam," cetus Erdogan saat berbicara dalam acara asosiasi sekolah-sekolah Islam di dekat Istanbul.


Erdogan mengatakan bahwa langka-langkah baru-baru ini yang diambil Turki untuk meningkatkan hubungan dengan Mesir dan Suriah bertujuan untuk "membentuk garis solidaritas dalam melawan meningkatnya ancaman ekspansionisme", yang menurutnya juga mengancam Lebanon dan Suriah.


Pekan ini, Erdogan menjamu Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Ankara. Kunjungan itu yang pertama dalam 12 tahun terakhir bagi seorang Presiden Mesir untuk mendatangi Turki. Keduanya membahas soal perang Gaza dan cara-cara untuk memperbaiki hubungan kedua negara yang sejak lama membeku.


Hubungan antara Ankara dan Kairo mulai mencair pada tahun 2020 ketika Turki memulai upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan dengan negara-negara yang bermusuhan di kawasan.


Erdogan mengatakan pada Juli lalu bahwa Turki akan menyampaikan undangan kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad "kapan saja" untuk kemungkinan melakukan pembicaraan guna memulihkan hubungan antara kedua negara bertetangga itu, yang memutuskan hubungan tahun 2011 lalu usai konflik Suriah pecah.

 

Seruan Erdogan ini adalah rangkaian politik retorika kosong para pemimpin dunia Islam. Mereka terus berkoar-koar di depan rakyat mereka, kaum muslimin, untuk menunjukkan seolah-olah serius memperhatikan dan mencari solusi atas persoalan genosida di Gaza. Padahal tindakan mereka bertolak belakang. Apalagi mereka terus mencari-cari kesempatan untuk tetap bisa menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan entitas Yahudi tersebut.

 

Apalagi Erdogan seperti membutuhkan momentum untuk merebut kembali dukungan di depan rakyatnya, setelah kekalahan telak partainya dalam pilkada Turki pada April lalu. Momen itu adalah tewasnya pegiat HAM Aysenur Ezgi Eygi, yang memiliki dua kewarganegaraan ganda Turki dan AS, dibunuh sniper militer zionis.

 

Erdogan sebenarnya tahu mustahil mewujudkan aliansi negeri-negeri muslim yang dipimpin para boneka Amerika Serikat. Turki sendiri adalah bagian dari sekutu Amerika Serikat dan anggota NATO, serta Uni Eropa. Bagaimana mungkin bisa terbentuk aliansi negeri-negeri muslim sementara para penguasanya adalah sekutu AS bahkan menjalin hubungan dengan negara zionis?.

 

Erdogan pura-pura tidak tahu bahwa AS dan Barat selaku majikan para penguasa muslim itu tidak akan pernah menyetujui terbentuknya aliansi kekuatan kaum muslimin. Budak tidak mungkin bisa melawan majikan mereka. Seperti halnya anjing peliharaan tetap akan melindungi majikannya yang terus memberikan tulang.

 

Erdogan tidak akan pernah menyerukan tegaknya khilafah padahal ia tahu persoalan Gaza dan invasi Yahudi ke tanah Palestina hanya bisa tuntas dengan kekuatan militer  yang independen. Itu harus Khilafah Islamiyyah yang berdiri di atas kekuatan umat, bukan atas restu negara-negara Barat. Khilafah akan menyatukan -- bahkan dengan paksa -- semua negeri-negeri muslim lalu akan melancarkan strategi jitu untuk melenyapkan entitas Yahudi yang menjajah Palestina.

 

Namun Erdogan seperti para penguasa muslim lain tak akan pernah menyerukan itu. Mereka takut tidak akan lagi mendapatkan sokongan dan bantuan untuk mempertahankan kekuasaan mereka. Orang-orang ini lupa bahwa kekuasaan itu sesungguhnya datang dari Allah dan hanya Allah juga yang akan mencabut dan menghinakan siapa saja  yang dikehendakiNya.

 

­Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (TQS Ali Imran [3]: 26)

 

Padahal, harusnya Erdogan dan para pemimpin dunia Islam belajar dari tumbangnya Saddam Husayn, Qadafi, atau Raja Farouk di Mesir, Shah Iran, dsb., yang akhirnya jatuh dari kekuasaannya sementara para majikan mereka hanya menyaksikan semua itu. Bahkan mereka juga yang memainkan skenario keruntuhan tersebut.

 

Sebagai pemimpin Turki, Erdogan mestinya sangat paham akan keuatan khilafah di masa lalu dalam mengalahkan penjajah Islael. Erdogan juga pasti sangat tahu bahwa entitas yahudi adalah manusia-manusia bandit yang tak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali. Berbagai kebiadaban telah mereka pertontonkan di depan masyarakat dunia. Di dukung oleh negara penjajah Amerika, yahudi semakin membabi buta melakukan genosida atas bangsa Palestina, khususnya anak-anak dan kaum perempuan.

 

Logika paling sederhana untuk penjajah adalah diusir dari bumi palestina. Mengusir penjajah adalah dengan perang, jihad fi sabilillah. Tidak ada solusi yang lebih baik dan lebih tepat, selain jiha fi sabilillah. Jihad harus dimulai dari persatuan umat Islam dan negeri-negeri muslim seluruh dunia. Jihad harus dikomandoi pemimpin tertinggi negeri-negeri muslim yang bersatu. Seruan aliansi negara-negara Islam tanpa konsepsi khilafah adalah omong kosong.

 

Sikap yang benar didasarkan dari pemahaman dan persepsi yang benar atas fakta. Karena itu sikap umat Islam atas konflik palestina bisa salah jika persepsinya salah. Persepsi yang benar atas konflik Palestina Israel adalah bahwa bumi Palestina adalah milik kaum Muslimin, bukan milik entitas yahudi. Di sanalah Masjidil Aqsa, masjid Mulia Qiblat pertama Umat Islam berada.

 

Namun, Sejak Perisai Umat hilang dihancur leburkan dimana umat Islam sejatinya adalah satu tubuh menjadi terpecah belah, lantas  Yahudi berusaha menguasainya dengan cara nista,  78 persen tanah Palestina dicaplok Otoritas Zionisme Yahudi pada 1948 dan disusul pendudukan Yerusalem dan wilayah Palestina lain pada 1967. Umat Islam Palestina pun kian menderita dengan Penjajahan yang tiada henti mereka alami hingga kini.

 

Dengan demikian, Klaim kaum Yahudi dibantu Barat yang selalu menyatakan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini terhadap bangsa Arab, khususnya penduduk Palestina, sebagai 'self defense' (membela diri) adalah kebohongan. Nyatanya setiap hari mereka melakukan penggusuran, pengusiran dan pembunuhan terhadap rakyat Palestina. Termasuk membunuhi wanita, lansia dan anak-anak.

 

Klaim mereka sebagai penduduk asli tanah Palestina dan pemilik tanah yang dijanjikan Tuhan juga dusta besar. Pernyataan itu sesungguhnya adalah kedustaan yang dikarang oleh pendiri negara yahudi, theodor herzl. Hakikatnya mereka adalah agresor keji. Tak ada satu pun ayat dalam kitab suci terdahulu, apalagi dalam al-Quran, yang menyatakan Palestina sebagai tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka.

 

Kaum Zionis Yahudi mendapatkan tanah Palestina lewat bantuan Inggris dan Prancis melalui Perjanjian Sykes-Picot. Kedua negara tersebut mendukung pembentukan negara yahudi di tanah Palestina. Kedua negara ini bersekongkol untuk menyembelih Khilafah Utsmaniyah. Mereka lalu menjadikan tanah air kaum muslim, termasuk tanah Palestina, sebagai harta rampasan mereka.

 

Karena itu usaha paling penting bagi umat Islam di seluruh dunia adalah membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Sebab Islam adalah agama anti penjajahan. Islam adalah agama yang membebaskan manusia dari keterjajahan dalam berbagai bentuknya.

 

Bagi seorang muslim, persoalan Palestina bukanlah persoalan sekedar persoalan kemanusiaan, kolonialisme dan kezaliman, namun lebih dari itu adalah persoalan agama, yakni persoalan aqidah, syariah dan politik Islam. Umat Islam wajib melek politik Islam dalam melihat krisis palestina, bukan sekedar dari sisi solidaritas kemanusiaan.

 

Dikatakan sebagai persoalan aqidah karena Masjidil Aqsa (Palestina) adalah tanah suci ketiga bagi kaum Muslimin. "Nabi pernah bersabda, tidak ada perjalanan yang sengaja ke masjid kecuali ke Masjidil Haram, masjidku (Masjid Nabawi, red) dan Masjidil Aqsa. Jadi tanah Palestina juga tanah yang diberkati.Dikatakan sebagai persoalan syariah Islam, karena ajaran Islam sangat mengharamkan berbagai bentuk penjahahan, ketidakadilan, kezaliman dan kemungkaran.

 

Keharaman atas segala bentuk penjajahan dibuktikan oleh umat Islam yang sejak awal telah menjadi garda terdepan dalam mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari tanah pertiwi ini. Kemerdekaan RI sebagai rahmat dari Allah adalah merupakan jerih payah para kyai dan santri yang dengan gigih angkat senjata berjihad melawan penjajah. Bahkan oleh KH Hasyim Asyari pernah dicetuskan resolusi jihad. Artinya jihad adalah kemuliaan kaum muslimin, sekaligus solusi terbaik atas adanya penjajahan. Jihad adalah kemuliaan, bukan radikalisme apalagi terorisme sebagaimana tuduhan para kafir penjajaha dan antek-anteknya.

 

Begitupun yang kini terjadi di Palestina, dimana anak-anak yang tak berdosa menjadi korban kebiadaban zionis Israel. Islam sendiri melarang pembunuhan, bahkan dinyakan jika terbunuh seorang muslim tanpa hak, disamakan dengan membunuh semua umat manusia. Ini membuktikan bahwa syariat Islam bukan hanya persoalan kemanusiaan, namun lebih dari itu adalah persoalan syariah.

 

Jika ditinjau dari perspektif politik Islam, maka bisa ditelusuri secara historis bahwa penjajahan zionis atas palestina adalah ketika umat Islam kehilangan pelindungnya, yakni khilafah Islamiyah. Sebab ketika masih ada khilafah, negeri Palestina mendapat perlindungan maksimal dari berbagai bentuk ancaman. Bahkan Khalifah Umar bin Khaththab ra, memberikan amanah kepada kaum muslimin untuk melindungi kaum Nashrani dari ancaman Yahudi dengan mencegah Yahudi tinggal di Palestina. Hal itu dituangkan dalam Perjanjian Umariyah/Perjanjian Illiya tatkala penduduk Palestina yang semuanya Nashrani menyerahkan secara sukarela tanahnya kepada kaum Muslimin.

 

Ketika khilafah islamiyah runtuh pada tahun 1924, maka tak ada lagi perlindungan atas bumi Palestina yang diberkahi itu. Sebaliknya, dengan leluasa zionis Israel terus melakukan berbagai bentuk kezaliman atas kaum muslimin dan bahkan merubut tanah-tanah palestina sedikit demi sedikit. Palestina adalah persoalan umat Islam sedunia, karena tanah Palestina adalah milik umat Islam.

 

Persoalan pokok Palestina itu adalah adanya penjajah Israel yang merampas tanah kaum muslimin dan melakukan pendudukan dan penjajahan. Jadi perjuangan ini harus fokus pada bagaimana agar Israel terusir dan lenyap dari Palestina. Perjuangan untuk membuat mundur Israel dari tanah Palestina, tidak mungkin bisa diraih dengan perdamaian, diplomasi atau perjuangan orang perorang.

 

Mengapa perdamaian bukan merupakan opsi solusi atas krisis Palestina Israel, sebab perdamaian mensyaratkan dua hal : pengakuan eksistensi negara penjajah Israel dan yang kedua Israel dan Palestina akan menjadi dua negara yang berdampingan. Jalan satu-satunya adalah jihad fi Sabilillah mengusir zionis dari bumi Palestina, sebagai dahulu para pahlawan mengusir penjajah Belanda dan Portugis dari bumi Indonesia.

 

Menghapi imperialisme negara tidaklah bisa dilakukan oleh orang perorang, namun idealnya harus dihadapi lagi oleh sebuah institusi negara. Untuk itu adalah keharusan negeri-negeri muslim segera bertobat kepada Allah, lantas bangki dan bersatu padu melawan segala bentuk penjajahan. Jika dahulu khilafah Islam mampu melindungi Palestina, karena semua negeri muslim bersatu padu, tidak tercerai berai.

 

Membantu Palestina dengan lantunan doa, harta dan gerakan solidaritas tidaklah sia-sia, insyaaallah mendapat pahala dari Allah. Namun semua itu bukanlah solusi fundamental atas krisis Palestina. Sebab persoalan Palestina adalah masalah penjajahan yang harus diusir dari negeri para Nabi itu.

 

Ilustrasinya sederhana, jika ada saudara kita sedang disiksa dan mau dibunuh oleh penjahat, bantuan apa yang paling tepat untuk saudara kita itu. Membantu makanan tentu tidak tepat, sebab saat disiksa dan hendak dibunuh, dia tidak butuh makanan. Bantuan terbaik adalah membantu melawan dan mengalahkan penjahat itu, hingga teman kita terbebas dari kejahatan tersebut.

 

Namun perlu diingat juga bahwa dalam setiap peristiwa penjajahan negara atas negara, akan ada saja orang-orang yang justru berkhianat menjadi antek dan budak penjajah untuk mendapatkan seonggok dunia. Dahulu di zaman penjajahan belanda dan postugis maupun jepang juga muncul para pengkhianat yang rela makan tulang saudaranya sendiri. Dalam kasus palestina juga jangan kaget jika ada rakyat Indonesia yang justru memuja penjajah zionis dan membenci palestina, merekalah para pengkhianat itu.

 

Akhirnya, oleh karena yang kita hadapi adalah negara-negara imperialis, maka kekuatan yang seimbang itu tidak ada yang lain kecuali Daulah Khilafah Islam. Negara global yang menyatukan kaum muslim. Daulah Khilafah ini nanti akan menyerukan jihad fi sabilillah kepada kaum muslim seluruh dunia untuk membebaskan Palestina. Perlu kita catat, Palestina saat dibebaskan oleh Sholahuddin al Ayyubi pada saat kaum muslim memiliki Daulah Khilafah Islam. Erdogan mestinya tidak ragu untuk menyerukan khilafah ke seluruh dunia. Baru seruan saja, dunia barat akan langsung panas dingin, apalagi jika telah tegak.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 12/09/24 : 21.40 WIB)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.