MASJID DAN PROPAGANDA HUMANISME


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Dalam tempo.co, Reporter Hendrik Yaputra, Editor, Imam Hamdi, Kamis, 5 September 2024 11:08 WIB, merilis berita berjudul  Nasaruddin Umar : Masjid Istiqlal Bukan Hanya Rumah Umat Islam, Melainkan Rumah Besar Kemanusiaan.  Dalam kesempatan bersama Paus Fransiskus , Nasaruddin Umar juga menandatangani dokumen kemanusiaan di Plaza Al Fatah, kompleks Masjid Istiqlal, Jakarta.

 

"Masjid Istiqlal yang telah direnovasi oleh Presiden Jokowi, bukan hanya rumah ibadah umat Islam, tapi rumah besar kemanusiaan. Kita berprinsip humanity is only one," kata Nasaruddin saat membacakan pidatonya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis 5 September 2024.

 

Dalam pandangan penulis, masjid dianggap bukan hanya rumah Islam, tapi rumah kemanusiaan adalah sebuah kesaalahan epistemologi, jika tidak hendak dikatakan sebagai kesalahan berpikir. Sebab dari sisi namanya saja, masjid adalah tempat sujud. Artinya fungsi utama masjid adalah sebagai pusat ibadah umat Islam, bukan sebagai rumah kemanusiaan yang non muslim pun bisa ikut beraktivitas di dalamnya.

 

Dalam Al-Qur'an, ada beberapa ayat yang berbicara tentang masjid dan pentingnya masjid dalam kehidupan umat Islam. pertama, Pemakmuran Masjid oleh Orang Beriman. Allah berfirman : "Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. At-Taubah: 18)

 

Kedua, Larangan Menghalangi Orang dari Masjid. Allah berfirman : "Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya dan berusaha merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat azab yang besar." (QS. Al-Baqarah: 114)

 

Ketiga, Masjid Hanya untuk Menyembah Allah. Allah berfirman : "Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah untuk Allah, maka janganlah kamu menyembah siapa pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (QS. Al-Jin: 18)

 

Keempat, Masjid sebagai Tempat Ibadah dan Dzikir. Allah berfirman : "(Bertasbih kepada Allah) di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya; di sana bertasbih kepada-Nya pada waktu pagi dan petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (ketika itu) hati dan penglihatan menjadi goncang." (QS. An-Nur: 36-37)

 

Kelima, Masjid Dhirar. Allah berfirman : "Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran, dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin, serta untuk menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, 'Kami tidak menghendaki selain kebaikan.' Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)."(QS. At-Taubah: 107)

 

Keenam, Masjid al-Haram dan Masjid al-Aqsa. Allah berfirman : "Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."(QS. Al-Isra: 1)

 

Ketujuh, Masjid al-Haram sebagai Tempat Suci. Allah berfirman : "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, 'Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku', dan yang sujud.'" (QS. Al-Baqarah: 125)

 

Dalam ajaran Islam, masjid memiliki konsep yang sangat penting, baik sebagai tempat ibadah maupun sebagai pusat kehidupan sosial dan spiritual umat Muslim. Fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah, terutama shalat berjamaah, shalat Jumat, dan ibadah-ibadah lainnya. Masjid adalah rumah Allah (بيت الله, "Baitullah") yang dibangun untuk menyembah-Nya.

 

Setiap Muslim dianjurkan untuk memuliakan dan menjaga kesucian masjid sebagai tempat yang kudus. Masjid adalah tempat utama untuk melaksanakan shalat lima waktu berjamaah. Pahala shalat berjamaah di masjid lebih besar dibandingkan shalat sendirian. Shalat Jumat dilakukan setiap minggu di masjid, yang mengumpulkan umat Muslim untuk mendengar khotbah dan melaksanakan ibadah bersama-sama.

 

Dalam sejarah Islam, masjid berperan sebagai pusat pendidikan dan pengetahuan. Pengajaran agama, seperti tafsir Al-Qur'an, hadits, dan ilmu-ilmu keislaman, sering kali diadakan di masjid. Pada masa awal Islam, banyak ulama besar yang mengajarkan ilmunya di masjid, sehingga masjid menjadi pusat intelektual. Beberapa masjid memiliki madrasah atau sekolah yang terintegrasi, tempat anak-anak hingga orang dewasa mempelajari agama dan ilmu pengetahuan umum.

 

Masjid juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk membahas masalah sosial dan kehidupan sehari-hari. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW sering kali menggunakan masjid untuk mengurus urusan masyarakat, seperti memutuskan perkara, memberikan nasihat, atau memberikan pengarahan kepada umat.  Masjid menjadi tempat yang mengikat umat Muslim dalam persaudaraan, melalui kegiatan sosial seperti buka puasa bersama, diskusi, dan acara-acara keagamaan lainnya.  Pada zaman Rasulullah SAW, masjid juga berfungsi sebagai tempat untuk mengumpulkan zakat, sumbangan, dan bantuan sosial yang kemudian didistribusikan kepada yang membutuhkan.

 

Masjid dalam Islam merupakan simbol persatuan dan kebersamaan umat Muslim. Ketika Muslim berkumpul untuk shalat berjamaah, tidak ada perbedaan status sosial, ekonomi, atau latar belakang. Semua orang sama di hadapan Allah SWT, berdiri sejajar dan bersujud bersama. Masjid mempromosikan konsep kesetaraan di antara umat Muslim. Siapa pun yang datang ke masjid dianggap setara di mata Allah, tanpa memandang latar belakangnya. Masjid tidak hanya untuk laki-laki, tetapi juga terbuka untuk perempuan, anak-anak, dan semua anggota masyarakat muslim dengan penataan yang sesuai dengan syariah Islam. Sebab hukum asal laki-laki dan perempuan adalah terpisah.

 

Selain sebagai tempat ibadah lahiriah, masjid juga merupakan tempat untuk meningkatkan spiritualitas. Umat Muslim sering melakukan itikaf (berdiam diri untuk beribadah) di masjid, terutama di bulan Ramadhan, sebagai bentuk penyucian jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Banyak masjid digunakan sebagai tempat untuk berdzikir, membaca Al-Qur'an, dan berdoa, menciptakan suasana spiritual yang dalam.

 

Dalam sejarah Islam, masjid sering kali berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi yang membutuhkan. Misalnya, pada zaman Nabi Muhammad SAW, masjid digunakan untuk menampung para musafir dan fakir miskin. Masjid merupakan simbol kehadiran Islam di suatu tempat. Dengan adanya masjid, umat Muslim menunjukkan identitas agama mereka serta komitmen mereka terhadap ajaran Islam.

 

Masjid adalah tempat yang harus dijaga kesuciannya. Umat Muslim dilarang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam di dalam masjid. Berbicara kasar, berdebat tidak sehat, atau melakukan aktivitas komersial yang tidak layak tidak dianjurkan di dalam masjid.

 

Arsitektur masjid juga memiliki makna spiritual yang mendalam. Ciri khas seperti mihrab (niche yang mengarah ke Ka'bah), minaret (menara untuk adzan), dan kubah sering kali dirancang untuk mencerminkan keagungan dan kemuliaan Allah SWT. Arsitektur ini menciptakan atmosfer yang mendukung konsentrasi dan ketenangan dalam ibadah. Masjid dalam Islam tidak hanya sekadar bangunan fisik untuk shalat, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kehidupan spiritual, sosial, dan pendidikan bagi umat Muslim. Konsep masjid mencakup dimensi-dimensi yang luas, mulai dari tempat ibadah, pendidikan, persatuan, hingga pusat sosial masyarakat.

 

Sementara paham humanisme atau kemanusiaan adalah sebuah paham atau pandangan hidup yang menekankan pentingnya nilai dan martabat manusia. Paham ini fokus pada kemampuan manusia untuk berpikir rasional, berkreasi, dan menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung sepenuhnya pada otoritas eksternal, seperti agama atau kekuatan supranatural. Dalam humanisme, manusia dipandang sebagai pusat dari segala sesuatu, dengan perhatian utama pada kesejahteraan individu dan masyarakat.

 

Sementara itu menurut KBBI, humanisme berarti aliran atau pemikiran yang bertujuan untuk menghidupkan rasa peri kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa humanisme adalah pemikiran yang menganggap bahwa manusia adalah subjek utama dalam kehidupan. Dari pengertian ini, maka peran Tuhan diabaikan dan tidak dijadikan sebagai pusat kehidupan.

 

Ciri-ciri utama humanisme antara lain, pertama, rasionalitas. Menekankan pentingnya penggunaan akal dan pemikiran kritis dalam memahami dunia dan menyelesaikan masalah. Kedua, nilai kemanusiaan. Menghargai martabat, hak, dan kebebasan setiap individu tanpa memandang ras, gender, agama, atau latar belakang. Ketiga, sikap sekuler. Meski tidak selalu anti-agama, humanisme sering bersifat sekuler, yakni memisahkan keyakinan religius dari kehidupan publik atau politik. keempat, menekankan bahwa manusia dapat membangun sistem moral yang baik berdasarkan empati, cinta kasih, dan saling pengertian, tanpa harus berlandaskan pada ajaran agama.

 

Humanisme muncul pada era Renaissance di Eropa, ketika banyak pemikir, seperti Petrarch, Erasmus, dan Pico della Mirandola, mulai memusatkan perhatian pada kebangkitan budaya klasik Yunani dan Romawi, serta menggali potensi manusia di luar dogma agama yang dominan saat itu. Sejak kelahirannya, paham humanisme ini justru ingin menghilangkan peran agama dalam kehidupan, dimana manusia dijadikan sebagai pusat edar kehidupan, sementara eksistensi Tuhan diabaikan.

 

Namun, hingga kini banyak orang yang memandang ajaran humanisme sebagai sebuah gagasan yang positif karena mengingatkan orang untuk cinta kepada sesama, memiliki toleransi, berperikemanusiaan, cinta akan perdamaian, dan persaudaraan. Akan tetapi sesungguhnya secara filosofis makna humanisme jauh lebih signifikan dari itu, karena menurut mereka "Percuma menjadi religius kalau tidak manusiawi", "dari pada beragama tapi jahat lebih baik berperikemanusiaan meski tidak beragama". Itulah logika geram para pembenci agama dan pengusung humanisme. Logikanya begitu humanis tapi justru seperti atheis. Dan ternyata "jimat" atau aji-aji pamungkas orang sekuler-liberal dan bahkan atheis untuk menyerang agama adalah dalih humanisme.

 

Bahkan kini yang berkembang bukan lagi paham humanism, namun sudah jauh melampaui lagi yakni munculnya paham transhumanisme dan posthumanisme. Transhumanisme dan posthumanisme adalah dua konsep yang berkaitan dengan masa depan perkembangan manusia, tetapi keduanya memiliki fokus dan implikasi yang berbeda. Meskipun ada persilangan di antara keduanya, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri.

 

Transhumanisme adalah sebuah gerakan filosofis dan intelektual yang percaya bahwa manusia dapat dan harus menggunakan teknologi untuk meningkatkan kemampuan fisik, mental, dan psikologis mereka, serta melampaui batas-batas biologis yang alami. Tujuan utamanya adalah "meningkatkan manusia" (enhancement) agar dapat hidup lebih lama, lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih kuat.

 

Transhumanisme mendukung penggunaan teknologi mutakhir seperti bioteknologi, nanoteknologi, kecerdasan buatan (AI), antarmuka otak-komputer, dan teknologi genetik untuk meningkatkan kemampuan manusia. Salah satu aspirasi terbesar dari transhumanisme adalah memperpanjang umur manusia hingga tingkat yang sangat ekstrem, bahkan mencapai keabadian (atau minimal meminimalkan penuaan dan kematian alami).

 

Transhumanisme mendukung ide manusia setengah mesin (cyborg) di mana tubuh manusia ditingkatkan melalui implantasi teknologi, seperti prostetik canggih, implan neural, atau organ buatan. Gerakan ini berusaha untuk menghapus keterbatasan manusia yang bersifat biologis, seperti penyakit, cacat fisik, dan bahkan keterbatasan kognitif atau emosional.

 

Paham transhumanisme ingin menciptakan kondisi di mana manusia bukan lagi sepenuhnya terikat pada tubuh biologis mereka dan dapat mengalami bentuk kehidupan yang jauh melampaui kondisi manusia normal. Meningkatkan kebahagiaan, kecerdasan, dan kesejahteraan secara umum dengan memodifikasi otak atau tubuh menggunakan teknologi. Transhumanisme sering menghadapi kritik terkait aspek etika, karena mengusik pertanyaan tentang apa artinya menjadi manusia, serta potensi ketimpangan sosial yang bisa dihasilkan oleh akses yang tidak merata terhadap teknologi peningkatan manusia.

 

Sementara posthumanisme adalah konsep yang lebih filosofis dan spekulatif, yang mengkaji bagaimana manusia mungkin berubah menjadi sesuatu yang benar-benar berbeda dari manusia seperti yang kita pahami saat ini. Ini adalah refleksi dari kondisi "setelah manusia" (post-human) yang mengacu pada realitas di mana manusia tidak lagi menjadi spesies dominan atau pusat dari alam semesta, dan mungkin berkembang menjadi sesuatu yang baru melalui perubahan biologis, teknologi, atau intelektual.

 

Posthumanisme mempertanyakan gagasan tradisional tentang manusia sebagai entitas yang unik dan terpisah dari alam atau teknologi. Pandangan ini sering kali mengaburkan batas antara manusia dan mesin, manusia dan hewan, serta manusia dan lingkungan. Posthumanisme menyarankan bahwa evolusi manusia bisa menuju spesies yang benar-benar berbeda—baik secara biologis maupun eksistensial—di mana identitas manusia yang dikenal saat ini mungkin tidak relevan lagi.

 

Posthumanisme tidak hanya mengubah tubuh manusia, tetapi juga memikirkan kembali konsep tentang pikiran, identitas, dan masyarakat. Identitas manusia bisa menjadi lebih cair, tidak terikat pada entitas individu yang stabil, melainkan bisa berubah melalui interaksi dengan teknologi atau makhluk lain. Posthumanisme tidak hanya mencakup transformasi manusia, tetapi juga kemungkinan adanya entitas non-manusia yang memiliki kesadaran, seperti kecerdasan buatan atau bentuk kehidupan lain, yang mungkin memiliki peran sentral dalam masa depan alam semesta.

 

Dari paparan di atas, maka dapat diambil kesimpulan dan pelajaran bahwa paham humanism jelas bertentangan dengan Islam. Menjadikan masjid sebagai rumah humanism adalah sebuah kesalahan berpikir. Sebab, paham humanisme dan Islam memiliki beberapa perbedaan prinsipil dan fundamental.

 

Humanisme menempatkan manusia sebagai pusat dari segala hal (antropo-sentrisme). Humanisme percaya bahwa manusia dapat menentukan nasibnya sendiri melalui akal, tanpa campur tangan kekuatan supernatural. Sementara Islam menempatkan Allah sebagai pusat kehidupan (teosentrisme). Islam mengajarkan bahwa kehidupan manusia sepenuhnya bergantung pada kehendak Allah, dan tujuan hidup adalah untuk beribadah kepada-Nya serta mengikuti perintah-Nya.

 

Humanisme berpandangan bahwa moralitas bersifat relatif dan ditentukan oleh manusia berdasarkan akal, empati, serta pengalaman hidup. Humanisme percaya bahwa manusia bisa membuat sistem etika tanpa perlu berpijak pada wahyu atau agama. Berbeda dengan Islam yang memandang bahwa  moral dan etika (akhlak dan adab) bersumber dari wahyu Allah (Al-Qur'an dan Hadis). Islam mengajarkan bahwa hukum-hukum Allah yang termaktub dalam syariat adalah panduan utama dalam menentukan mana yang benar dan salah.

 

Humanisme sangat menghargai kebebasan individu, termasuk dalam hal keyakinan dan perilaku pribadi. Jangan heran jika Paus mendukung pernikahan sejenis, karena dianggap sebagai kebebasan individu. Manusia berhak untuk bebas memilih jalan hidupnya tanpa batasan agama atau norma-norma tradisional yang mengikat. Sementara dalam Islam, kebebasan individu diatur dalam bingkai syariat. Islam mengakui kebebasan manusia, tetapi kebebasan itu memiliki batasan-batasan yang ditentukan oleh hukum Allah. Misalnya, tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang melanggar syariat meski dianggap sebagai hak pribadi, seperti meninggalkan shalat atau perbuatan zina.

 

Humanisme cenderung mendukung sekularisme, yaitu pemisahan agama dari urusan publik, politik, dan negara. Humanisme menganggap bahwa urusan agama adalah pilihan pribadi yang tidak perlu mencampuri hukum atau kebijakan publik. Sementara dalam Islam,  agama adalah dasar kehidupan, termasuk dalam politik dan pemerintahan. Syariat Islam seharusnya menjadi pedoman bagi kehidupan sosial dan hukum negara. Konsep ini tampak dalam negara-negara yang menerapkan hukum Islam (teokrasi), di mana agama mempengaruhi kebijakan publik.

 

Humanisme memandang agama (termasuk Islam) sebagai sesuatu yang harus dipisahkan dari kehidupan publik karena dianggap tidak relevan dalam menyelesaikan masalah manusia modern. Beberapa varian humanisme bahkan cenderung skeptis atau ateistik. Sementara Islam adalah agama yang komprehensif, mencakup seluruh aspek kehidupan, mulai dari moralitas, hukum, ekonomi, hingga politik. Dalam pandangan Islam, agama adalah solusi utama dan bukan sesuatu yang perlu disingkirkan dari ruang publik.

 

Humanisme adalah paham filsafat yang lebih fokus pada kehidupan di dunia dan tidak selalu memberikan perhatian pada kehidupan setelah mati. Banyak humanis tidak percaya pada adanya kehidupan setelah kematian atau surga-neraka, melainkan fokus pada membuat dunia lebih baik sekarang. Sementara Islam berkeyakinan pada kehidupan setelah mati (akhirat) adalah salah satu rukun iman. Dalam Islam, tindakan di dunia dinilai berdasarkan bagaimana mereka akan memengaruhi kehidupan di akhirat, dan tujuan akhir setiap Muslim adalah meraih surga melalui ketaatan kepada Allah

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 09/09/24 : 09.48 WIB)

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories