MANIVESTASI TAQWA : HIJRAH POLITIK DANTRANSFORMASI IDEOLOGI


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Al-Qur'an mengandung banyak ayat yang membahas tentang taqwa, yang merupakan konsep penting dalam Islam. Taqwa secara umum berarti kesadaran, kewaspadaan, atau takut kepada Allah dengan selalu berusaha mengikuti perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

 

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim." (QS Ali Imran : 102). Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS Al A'raf : 96)

 

Dilihat dari sisi maknanya, maka salah satu cara bertaqwa adalah mengubah diri menuju kondisi yang baik dari sebelumnya buruk dalam rangka memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Mengapa demikian, sebab pada faktanya, manusia itu tidak ada yang sempurna. Jika ada perintah beriman, maka pastinya masih banyak orang yang belum beriman.

 

Begitu juga jika ada perintah bertaqwa, maka dipastikan masih banyak orang yang belum bertaqwa. Perubahan ini bisa disebut dengan istilah hijrah maknawi. Sebab ada hijrah makani, yakni perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain atau sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, pindah dari negeri kufur mekkah ke negeri Islam Madinah, ini juga namanya hijrah.

 

Ketaqwaan adalah sebuah kesadaran dan komitmen untuk istiqomah di jalan dakwah dan menjauhi larangan Allah. Ketaqwaan akan menumbuhkan pemahaman perkara yang haq dan yang batil. Orang bertaqwa akan mampu membedakan keduanya.

 

Hal ini ditegaskan Allah dalam firmanNya : Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang benar dan yang salah) kepadamu dan menghapus segala kesalahan-kesalahanmu serta mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah mempunyai karunia yang besar. (QS Al Anfal : 29).

 

Hijrah maknawi merujuk pada perpindahan atau perubahan dalam makna spiritual (iman dan taqwa), bukan perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, sebagaimana dijelaskan di atas.  Secara harfiah, "hijrah" berarti "perpindahan" atau "migrasi." Namun, dalam konteks maknawi, hijrah mengacu pada perubahan hati, pikiran, orientasi, sistem, aturan dan perilaku seorang muslim menuju kondisi yang dikehendaki Allah.

 

Dalam konteks sistem dan hukum, hijrah adalah perpindahan atau perubahan dari hukum jahiliyah ke hukum Islam, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saat tinggal di Mekkah dan pindah ke Madinah dalam rangka menegakkan hukum Islam, sementara bangsa Mekkah menerapkan hukum jahiliyah. Maka, Allah mengingatkan dalam firmanNya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS Al Maidah : 50).

 

Dalam pandangan Sayyiq Qutb, jahiliyah kontempores adalah semua gambaran, budaya dan undang-undang manusia sekarang ini (bahkan mayoritas mereka yang dianggap islami) adalah jahiliyah seperti yang dialami Islam pada awal permulaannya, bahkan lebih buruk. Inti jahiliyah menurut Sayyid Qutb adalah penyembahan manusia kepada manusia dengan berbagai bentuknya.

 

Hijrah maknawi melibatkan meninggalkan sistem hukum yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti demokrasi, sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, komunisme, pluralisme, dan beralih kepada sistem hukum yang diridhai oleh Allah, yakni sistem hukum Islam. Di Indonesia ini, politiknya machiavelistik, ekonominya kapitalistik, sikap beragamanya sinkretistik, budayanya westernisitik dan pendidikannya materialistik.

 

Ini adalah bentuk hijrah yang paling mendasar dan penting dalam kehidupan seorang Muslim, sebab Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah, sebagaimana firmanNya : Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS Ali Imran : 19)

 

Hijrah maknawi juga bisa berarti perubahan dalam niat dan tujuan serta orientasi hidup seseorang. Seorang Muslim yang melakukan hijrah maknawi akan mengarahkan niatnya semata-mata untuk mencari ridha Allah dalam segala aspek kehidupan. Seorang muslim selalu menjadikan Allah sebagai tujuan utama.

 

Perhatikan firmanNya : Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al An'am : 162). Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS Adz Dzariyat : 56).

 

Saat muslim berpolitik, maka arah politiknya adalah untuk menerapkan sistem hukum Islam dan membuang jauh hukum jahiliyah. Ketiga muslim berpolitik, maka ketaqwaan adalah modal utamanya, sehingga tidak disorientasi. Jika muslim berpolitik untuk melanjutkan sistem demokrasi sekuler, maka muslim itu sama saja sedang melanggengkan sistem jahiliyah. Hijrah politik bermakna transformasi ideologi jahiliyah menuju ideologi Islam sebagai manivestasi ketaqwaan seorang muslim.

 

Sementara hampir seratus persen partai intraparlemen di negeri ini adalah partai sekuler, meskipun di dalamnya banyak muslimnya. Sayyid Qutb menegaskan : hakekatnya hukum Allah atau hukum jahiliyah. Tidak ada hukum tengah-tengah antara dua hukum tersebut, juga tidak ada hukum pengganti yang lain… hukum Allah ditegakkan di muka bumi, syariat Allah diterapkan di tengah kehidupan manusia, atau hukum jahiliyah dan syariat hawa nafsu. Mana diantara keduanya yang dikehendaki".

 

Hijrah maknawi juga mencakup perubahan dalam sikap dan akhlak. Ini termasuk mengembangkan sifat-sifat terpuji seperti kejujuran, kesabaran, kasih sayang, dan keadilan, serta meninggalkan sifat-sifat tercela seperti kebohongan, iri hati, dan kebencian. Politikus berhijrah adalah yang tidak korupsi, kolusi, menipu, berbohong, menjual negara, berkhianat dan seterusnya.

 

Hijrah maknawi juga bisa melibatkan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang hukum-hukum Islam adalam semua aspek kehidupan. Seperti yang baru-baru ini, yakni disaat ada ormas mengelola tambang, hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak memahami hukum Islam masalah tambang sebagai al milk al 'amah.

 

Hijrah maknawi sebagai manivestasi ketaqwaan adalah proses yang berkelanjutan dan tidak terbatas pada satu waktu atau peristiwa tertentu. Ini adalah upaya seumur hidup untuk terus memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah, dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, baik sebagai individu maupun sebagai bangsa dan negara.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 03/09/24 : 09.37 WIB)

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.