DEMOKRASI SEKULER : SISTEM POLITIK YANG TAK MENGENAL HUKUM HALAL HARAM


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Seorang muslim terikat kepada syariat Islam dalam segala aspek kehidupannya. Dikatakan muslim karena tunduk dan patuh kepada hukum Allah SWT. Status perbuatan seorang muslim ada lima kategori, wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Seorang muslim juga terikat dengan hukum halaL dan haram dalam berbagai aspeknya.

 

Seorang muslim adalah mereka yang percaya bahwa Allah lah Tuhan Pembuat hukum. Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (QS Al An'am : 57)

 

Dalam Islam, hukum halal dan haram adalah bagian penting dari ajaran syariah, yang akan menjadi sumber aturan perilaku dan tindakan seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari. Istilah halal berarti "diperbolehkan" atau "diizinkan," sedangkan haram berarti "dilarang" atau "terlarang."

 

Rasulullah bersabda, Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barang siapa menjaga dirinya dari perkara syubhat, maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang jatuh dalam perkara syubhat, maka ia telah jatuh dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah terlarang, sangat mungkin dia akan masuk ke dalamnya. (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

 

Keduanya menjadi pedoman utama dalam menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang Muslim. Hukum halal dan haram itu jelas yang datang dari Allah pembuat hukum, bukan karena kesepakatan manusia.

 

Halal merujuk pada segala sesuatu yang diperbolehkan oleh hukum Islam. Sesuatu yang halal mencakup makanan, minuman, perbuatan, dan tindakan yang diizinkan secara syariat.  Allah berfirman : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan bersyukurlah atas nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.(QS. An-Nahl, 16:114)

 

Sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala, dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, karena itu adalah kefasikan. (Al-Ma'idah, 5:3).

 

 

Selain itu, hewan yang disembelih harus memenuhi syarat penyembelihan menurut syariat Islam. Aktivitas yang tidak melanggar prinsip-prinsip Islam, seperti berdagang, bekerja di bidang jasa, atau menjadi petani juga bisa dikatakan halal dalam ajaran Islam. dikatakan halal karena Allah menghalalkan dan dikatakan haram karena Allah mengharamkan. Andai seluruh manusia berkumpul menyepakati bahwa zina itu boleh, maka selama Allah mengharamkan, zina tetap haram hukumnya.

 

Haram merujuk pada segala sesuatu yang dilarang dalam Islam. Jika seorang Muslim melakukan perbuatan yang haram, itu dianggap sebagai dosa dan akan dikenai hukuman di dunia atau di akhirat, tergantung pada jenis dosa tersebut. Daging babi, bangkai, darah, dan hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam, alkohol dan segala jenis minuman memabukkan juga termasuk yang diharamkan Allah. Demikian juga dengan berbohong, mencuri, zina, riba (bunga pinjaman), judi, serta segala perbuatan yang merugikan diri sendiri atau orang lain.

 

Allah menegaskan tentang haramnya riba : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah, 2:275)

 

Allah menegaskan akan haramnya judi : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar (minuman keras) dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.' Dan mereka bertanya kepadamu apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah: 'Kelebihan (dari apa yang diperlukan).' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (QS. Al-Baqarah, 2:219)

 

Penengasan Allah tentang haramnya zina : Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS Al-Isra', 17:32)

 

Mengapa Allah menentukan hukum halal haram, tentu saja untuk kebaikan manusia dan untuk menguji siapa yang beriman dan siapa yang kufur atas hukum Allah. Syariah Islam bertujuan untuk melindungi agama (hifzh al-din), jiwa (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-aql), keturunan (hifzh al-nasl), dan harta (hifzh al-mal). Dengan mematuhi hukum-hukum ini, seorang Muslim diharapkan dapat menjalani kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah SWT.

 

Dalam Islam, konsep halal dan haram memberikan panduan yang jelas tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang dalam berbagai aspek kehidupan. Halal berarti diperbolehkan oleh syariat, sementara haram berarti dilarang dan harus dijauhi. Dengan berpegang teguh pada hukum ini, seorang Muslim dapat menjalani hidup dengan mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi hal-hal yang bisa mendatangkan dosa.

 

Hal ini bertentangan 180 derajat dengan sistem demokrasi yang tidak mengenal hukum halal dan haram, karena selain demokrasi bukan berasal dari Islam juga menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Adalah kesesatan yang nyata jika ada seorang muslim justru tunduk kepada hukum demokrasi dan menentang hukum Allah. Adalah kedunguan jika ada seorang muslim justru menikmati demokrasi, apalagi mau menjadi pahlawan demokrasi.

 

Sistem politik demokrasi sekuler tidak mengenal halal dan haram. Hal ini merujuk pada perbedaan fundamental antara sistem pemerintahan demokrasi dan prinsip-prinsip syariah Islam. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada kedaulatan rakyat, di mana keputusan dibuat melalui proses partisipatif, seperti pemilihan umum. Dalam demokrasi, undang-undang dan kebijakan dirumuskan berdasarkan kesepakatan atau konsensus mayoritas, bukan bersumber dari Allah sebagaimana Islam.

 

Hukum dalam demokrasi sering kali diputuskan oleh legislatif yang dipilih oleh rakyat, dan bisa berubah seiring waktu sesuai dengan kehendak mayoritas. Hal ini sejalan dengan ungkapan Abraham Linkoln, presiden Amerika serikat ke 16 bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

 

Secara fundamental ungkapan ini artinya bahwa manusialah sebagai pembuat hukum. Bahkan lebih mendasar lagi apa yang ditulis oleh Joseph E. Stiglitz, pemenang nobel 2011 bahwa demokrasi adalah of the 1%, by 1 %, for 1% yang merujuk kepada hegemoni oligarki kapitalis. Antara teori dan praktek ternyata demokrasi bertentangan.

 

Standar etika dan moralitas dalam demokrasi umumnya berasal dari pandangan mayoritas atau nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang didasarkan oleh akal dan asas manfaat. Itulah mengapa apa yang diharamkan Islam, justru dihalalkan oleh demokrasi. Hukum demokrasi bersifat sekuler dan dibuat berdasarkan musyawarah atau pemungutan suara di parlemen, bukan pada aturan Islam yang bersumber pada Al Qur'an, Al Hadits, Ijma' dan Qiyas.  

 

Itulah mengapa dalam demokrasi menghalalkan transaksi ribawi yang diharamkan Islam karena dianggap memiliki manfaat materi, padahal dalam prinsip ekonomi kontemporerpun, riba menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi. Demokrasi juga membolehkan prostitusi, seks bebas, perzinahan bahkan LGBT yang kesemunya itu sangat dilarang dalam Islam.

 

Beberapa negara demokrasi sekuler di dunia telah melegalkan hak-hak LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender), termasuk pernikahan sesama jenis, adopsi anak oleh pasangan sesama jenis, serta melindungi komunitas LGBT dari diskriminasi hukum. Diantara negara tersebut adalah : Belanda tahun legalisasi 2001, Kanada tahun legalisasi 2005, Spanyol tahun legalisasi 2005, Swedia tahun legalisasi 2009, Argentina tahun legalisasi: 2010, Amerika Serikat tahun legalisasi 2015, Jerman tahun legalisasi 2017, Australia tahun legalisasi 2017, Taiwan tahun legalisasi 2019, Prancis tahun legalisasi 2013, Portugal tahun legalisasi 2010, Brasil tahun legalisasi 2013, Afrika Selatan tahun legalisasi 2006 dan Norwegia tahun legalisasi 2009.

 

Banyak negara demokrasi sekuler di dunia yang melegalkan minuman keras (miras), judi, dan prostitusi (perzinahan).  Sebagaimana prinsip dasar demokrasi, legalisasi zina, judi dan miras ini sering terkait dengan alasan ekonomi dan kebebasan pribadi yang disebut hak asasi manusia. Diantara negara yang melegalkan adalah : Belanda, Jerman, Australia, Swiss, Austria, New Zealand, Bangladesh, Brasil, Denmark, Ekuador, Yunani, Hungaria, Kolombia, Belgia dan Meksiko.

 

Ini adalah hasil dari dua prinsip dasar demokrasi yang bertentangan dengan hukum Islam yakni kedaulatan di tangan rakyat dan rakyat sebagai sumber kekuasaan. Sementara dalam Islam, kedaulatan hukum di tangan syariah, bukan di tangan umat. Kekuasaan dalam Islam adalah dalam rangka menerapkan syariah Islam secara kaffah, bukan untuk menerapkan hukum sekuler. Itulah tugas utama seorang khalifah dalam Islam.

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (QS An Nisaa : 60). Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisaa' 65).

 

Allah menegaskan dalam firmanNya : Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS Al maidah : 50).  Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sesungguhnya Allah telah mengetahui orang-orang yang berangsur-angsur pergi di antara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (QS An Nur : 63).

 

Dengan demikian, secara fundamental menjadi sangat jelas bahwa perundang-undangan demokrasi sekuler yang berasal dari akal, nafsu kepentingan dan manfaat materi (pragmatisme) akan memperbolehkan sesuatu yang dianggap haram dalam Islam, seperti legalisasi alkohol, perjudian, atau pernikahan sesama jenis. Sementara dalam Islam yang mendasarkan kepada ketentuan Allah justru mengharamkannya.

 

Dengan demikian, haram hukumnya seorang muslim berhukum kepada demokrasi dalam arti menjadikan demokrasi sebagai sumber hukum dalam mengelola negara, sementara hukum Islam diabaikan. Adalah kewajiban setiap muslim untuk berhukum kepada hukum Allah dalam semua aspek kehidupan. Penguasa muslim yang menerapkan hukum demokrasi telah memilih jalan kesesatan dan kezoliman. Seorang muslim juga haram hukumnya menikmati demokrasi dan menjadi pahlawan demokrasi.

 

(Ahmad Sastra, Kota Hujan, 30/09/24 : 08.58 WIB) 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories