AKHIRNYASEMUA PARTAI KERASUKAN SEKULERISME


 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Polemik politik Nasional bermula adanya putusan MK berupa UU Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah dan UU Nomor 70/PUU-XXII/2024 mengenai pengujian ketentuan persyaratan batas usia minimal calon kepala daerah serta sikap DPR pada Rabu (21/8/2024) yang merevisi UU Pilkada guna 'menganulir' putusan MK soal syarat usia calon kepala daerah dan ambang batas pencalonan kepala daerah yang diketok pada sehari sebelumnya. Di sisi lain, KPU harus memilih, apakah mengikuti putusan MK yang final atau manut kepada DPR.


Polemik politik nasional saat ini menegaskan bahwa orientasi pragmatisme dan transaksional menjadi watak asli demokrasi sekuler, dimana aturan dibuat dan diubah didasarkan kepada hawa nafsu dan kepentingan duniawi sesaat. Politik demokrasi sekuler melahirkan disorientasi kekuasaan yang hanya melahirkan berbagai bentuk kerusakan, kesengsaraan, kezoliman, dan bahkan keterjajahan.  DPR yang merupakan representasi partai-partai sudah nampak satu karkater, yakni partai sekuler. Satu dan lainnya tak lagi bisa dibedakan.

 

Pragmatisme politik yang lahir dari penerapan demokrasi sekuler dapat memicu ketidakpastian atau kebingungan mengenai arah atau identitas politik suatu pihak atau pemimpin politik, karena terkesan lebih fokus pada pencapaian keuntungan atau kekuasaan. Politik transaksional adalah pendekatan dalam politik yang menekankan pada pertukaran atau transaksi antara pihak-pihak politik untuk mencapai tujuan mereka.

 

Dalam konteks ini, pertukaran tersebut bisa berupa dukungan politik, suara dalam pemilihan, atau sumber daya lainnya seperti uang. Karena itu antara demokrasi dan oligarki seperti dua mata uang, tak mungkin dipisahkan. Nampak sekarang taka da lagi partai Islam intra parlemen, semua partai yang dulunya konon menjadi Islam, kini semua masuk angin dan kerasukan sekulerisme. Tak ada satupun partai yang menyuarakan Islam.

 

Praktek politik demokrasi sekuler cenderung berwatak machievalistik, yang membenarkan tindakan-tindakan yang tidak bermoral atau manipulatif dalam politik. Paham ini menekankan pentingnya bagi seorang penguasa untuk menggunakan segala cara (permisivisme) yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingannya, bahkan jika itu berarti bertindak tidak jujur, melanggar janji, atau menggunakan kekerasan demi ambisi politik individu atau kelompok.

 

Praktek paham machievalisme demokrasi sekuler akan mengakibatkan pengabaikan hak-hak rakyat, pelanggaran moral dan etika, menciptakan ketidakpastian dan ketidakstabilan, dominasi oligarki ekonomi dan politik,  polarisasi politik dan perpecahan bangsa, dan terjadinya situasi chaos dan konflik antara rakyat dan pemerintah yang akan mengakibatkan anarkisme dan kerusuhan sosial.

 

Sekulerisme yang melekat dalam sistem demokrasi adalah paham yang memisahkan antara kehidupan dengan agama yang menganggap bahwa kebijakan publik, hukum, dan etika harus didasarkan pada akal budi, bukan agama. Paham liberalisme, pluralisme dan sekulerisme bagi umat Islam adalah haram, sebagaimana telah difatwakan oleh MUI tahun 2005. MUI berpendapat bahwa agama harus menjadi sumber nilai dalam kehidupan sosial, politik, dan budaya, dan bahwa pemisahan antara agama dan negara yang diusung oleh sekulerisme dapat merusak dan memperlemah keimanan umat muslim.

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia se·ku·la·ris·me /sékularisme/ adalah paham atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Negara atau masyarakat yang berdiri di atas paham sekularisme akan menolak campur tangan agama dalam kehidupan, kecuali dalam urusan ibadah.

 

Paham sekularisme ini datang dari Barat, khususnya Eropa. Mereka menentang agama sebagai aturan hidup karena dinilai sudah tidak kompatibel (cocok) dengan perkembangan zaman. Mereka juga menuding agama sebagai alat penindasan oleh gereja dan para raja yang didukung tokoh-tokoh gereja. Apalagi raja disebut sebagai wakil tuhan sehingga bebas berlaku otoriter dan menindas rakyat.

 

Sekularisme dan pemberangusan agama Islam oleh negara telah menciptakan kerusakan dimana-mana. Dalam dunia politik, tanpa malu lagi para pemangku kekuasaan mengubah aturan dan konstitusi untuk kepentingan politik mereka. Ketika dirasa ada aturan yang membatasi ruang gerak mereka, aturan itu mereka ubah, atau mereka membuat aturan baru, atau mengganti pejabat yang bersangkutan dengan orang lain yang manut pada perintah mereka.

 

Praktik politik dinasti bukannya dihapus malah semakin menggurita, mulai dari pusat sampai daerah. Baik di level eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Bukan saja kepala daerah yang dijabat oleh kerabat dan orang dekat. Kepala negara pun memainkan politik dinasti.

 

Demokrasi sekuler memiliki daya rusak bagi umat dan bangsa, diantaranya pertama, memperlemah nilai-nilai keagamaan dalam berbangsa dan bernegara, yang melahirkan politik nir-adab. Kedua, demokrasi sekuler melahirkan disorientasi politik karena hanya  bertujuan pada  kepentingan dunia atau materi, minus spiritualitas. Ketiga, demokrasi sekuler dapat memicu individualisme dan hedonisme sehingga sarat prakteka korupsi, kolusi, nepotisme dan dinasti.  Keempat, demokrasi sekuler akan melahirkan produk hukum yang bertentangan dengan agama seperti legalisasi zina, riba, judi, dan keburukan lainnya.

 

Kelima, sekulerisme dapat memicu polarisasi dan konflik antara kelompok agama dan non-agama, terutama jika diimplementasikan dengan cara yang tidak proporsional atau memihak pada kelompok tertentu. Sekulerisme di negeri ini terbukti telah memecah umat Islam ke dalam berbagai organisasi politik dan sosial. Saat pemilu demokrasi, terlihat jelas perpecahan umat Islam.

 

Menegaskan dan menyerukan kepada seluruh bangsa Indonesia, khususnya umat muslim mayoritas di negeri ini agar memiliki kesadaran politik ideologis, dimana praktika demokrasi sekuler hanya akan menambah kerusakan negeri ini akibat disorientasi politik dan hukum, solusi tambal sulam aturan tak akan pernah menyelaikan masalah negeri ini, maka saatnya umat Islam meninggalkan sistem demokrasi sekuler dan kembali kepada hukum-hukum Allah dengan terus memperjuangkan tegaknya syariat Islam dalam bingkai khilafah islamiyah yang akan mampu menabarkan rahmat bagi seluruh negeri ini sesuai dengan izin dan janji Allah.

 

Sungguh mengherankan jika ada Muslim yang berdiri menentang perintah Allah dan Rasul-Nya. Padahal ia diciptakan dan diberi nikmat oleh Allah SWT. Dia pun kelak akan kembali ke hadapan-Nya untuk mempertanggungjawabkan tindakan dan ucapannya. Allah SWT mengingatkan kaum Muslim agar selalu berpegang teguh pada ajaran Islam manakala dihadapkan pada pilihan selainnya. Allah SWT berfirman:

 

Tidaklah patut bagi laki-laki Mukmin maupun perempuan Mukmin, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka. Siapa saja yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata (TQS al-Ahzab [33]: 36).

 

Ada dua alasan kuat mengapa kaum Muslim harus menyingkirkan paham sekularisme dan wajib berpegang teguh pada ajaran Islam. Pertama, Islam adalah agama yang kompatibel (cocok) untuk kehidupan manusia sepanjang zaman. Syariah Islam yang Allah turunkan datang dalam bentuk garis-garis besar yang kemudian digali hukum-hukum cabangnya oleh para mujtahid untuk menjawab persoalan setiap masa.

 

Kedua, hukum Islam memiliki pencegahan atas ragam kezaliman baik oleh individu maupun oleh penguasa. Sebabnya, unsur takwa dalam diri setiap Muslim akan mencegah dirinya dari berbuat zalim. Selain itu ada kewajiban amar maruf nahi mungkar atas kaum Muslim yang berperan mencegah kezaliman. Standar moral dalam Islam pun jelas, yakni halal dan haram, bukan asas manfaat yang melahirkan penguasa yang pragmatis atau otoriter.

 

Sejarah telah membuktikan Islam mampu membawa manusia dalam keadilan di berbagai bidang, menghilangkan diskriminasi antar manusia, termasuk rasialisme, bahkan menjamin keamanan untuk segenap umat manusia.

 

Sudah saatnya kaum Muslim mencampakkan sekularisme dan berjuang untuk menegakkan agama ini agar dapat dijadikan sebagai aturan dalam kehidupan, bukan sekadar dijadikan aturan akhlak dan ibadah saja. Jelas, Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna dan Allah ridhai.

 

Allah SWT berfirman: Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian dan telah Aku ridhai Islam menjadi agama bagi kalian (TQS al-Maidah [5]: 3).

(AhmadSastra, KotaHujan, 24/08/24 : 20.30 WIB)

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Categories