NASEHAT KEPADA ORMAS ISLAM SOAL KONSESI TAMBANG

Oleh : Ahmad Sastra 

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (QS Al ‘Asr : 1-3) 

Ormas Islam, atau organisasi massa Islam, adalah kelompok yang dibentuk dalam komunitas muslim untuk mencapai berbagai tujuan agama, sosial, politik, dan pendidikan dengan kata lain membawa misi amar ma’ruf nahi munkar. Organisasi-organisasi ini memainkan peran penting dalam membentuk lanskap agama dan sosial-politik di banyak negara mayoritas Muslim, khususnya di Indonesia. Ormas Islam menjadikan ajaran Islam sebagai landasan berpikir dan bersikap. 

Ada beberapa ormas Islam di Indonesia yang memiliki peran signifikan dalam kehidupan bermasyarakat di negeri ini. Pertama, Nahdlatul Ulama (NU), didirikan pada tahun 1926 yang berpusat di Indonesia. NU adalah salah satu organisasi Islam besar. NU menekankan Islam Sunni tradisional dan berfokus pada pendidikan agama, kesejahteraan sosial, dan pengembangan masyarakat. NU mengelola banyak pesantren, rumah sakit, dan organisasi amal. NU juga terlibat dalam advokasi sosial dan politik.

Kedua, Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912 berbasis di Indonesia.  Muhammadiyah adalah organisasi reformis yang bertujuan untuk memurnikan Islam dari adat istiadat lokal dan sinkretisme. Muhammadiyah mempromosikan pendidikan modern dan layanan sosial. Muhammadiyah mengoperasikan jaringan luas sekolah, universitas, rumah sakit, dan panti asuhan. Muhammadiyah menekankan pentingnya pendidikan dan keadilan sosial.

Ketiga, Front Pembela Islam (FPI) yang didirikan pada tahun 1998 yang kini bernama from persaudaraan Islam berbasis di Indonesia. FPI dikenal dengan sikap tegasnya dalam menerapkan hukum syariah dan keterlibatannya dalam pemantauan akhlak masyarakat agar tetap di atas jalan Allah. Ormas ini sering berdakwah amar ma’ruf nahi munkar melawan apa yang dianggap sebagai kegiatan tidak Islami, seperti perjudian dan prostitusi.

Keempat, Persatuan Islam (Persis) yang didirikan pada tahun 1923 berbasis di Indonesia. Persis dikenal dengan pendekatan puritan terhadap Islam, menganjurkan kembali ke Quran dan Hadis serta menolak praktik yang tidak berdasarkan pada teks-teks tersebut. Persis terlibat dalam pendidikan agama dan mengelola beberapa sekolah dan penerbit.
Kelima, Hizb ut-Tahrir yang didirikan pada tahun 1953 yang hadir di berbagai negara termasuk Indonesia. 

Di Indonesia, BHPnya telah dicabut, namun bukan organisasi terlarang. Hizb ut-Tahrir adalah organisasi internasional pan-Islamis yang berupaya melanjutkan kehidupan Islam dengan penerapan Islam secara kaffah. Ormas Islam ini dikenal dengan aktivisme politiknya dan upaya menyebarkan pesan ideologisnya melalui publikasi, seminar, dan diskusi public dalam rangka penyadaran umat akan pentingnya penerapan Islam di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Keenam, Jamaah Tabligh yang didirikan pada tahun 1927 (Global), hadir banyak negara termasuk di Indonesia. Jamaah Tabligh berfokus pada kebangkitan spiritual dan kerja misionaris, mendorong umat Islam untuk kembali ke dasar-dasar Islam. Anggota melakukan perjalanan dalam kelompok kecil ke berbagai komunitas untuk berdakwah, beribadah, dan mendorong gaya hidup yang lebih taat.

Ormas Islam memiliki dampak yang mendalam melalui berbagai usaha amal sholih berupa pendirian sekolah, universitas, dan pesantren. Memberikan layanan kesehatan, bantuan bencana, dan program kesejahteraan sosial. Banyak dari organisasi ini memiliki pengaruh signifikan dalam politik nasional dan lokal, sering kali membentuk kebijakan dan opini publik. Membina rasa komunitas dan identitas bersama di antara umat Muslim.

Soal konsesi tambang yang akhir-akhir ini mencuat, semestinya ormas Islam menyerukan kepada pemerintah untuk mengembalikan pengelolaannya oleh negara dengan syariah Allah dan mengharamkan dikelola oleh oligarki, apalagi aseng dan asing. Ormas Islam pasti memahami bahwa Islam adalah agama sempurna yang meliputi semua aspek kehidupan, dari yang terkecil seperti masuk WC hingga bagaimana mengelola sebuah negara. 

Menyerukan agar negeri ini menerapkan Islam secara kaffah sehingga pengelolaan tambang yang merupakan anugerah dari Allah menjadi faktor keberkahan yang bisa mensejahterakan rakyat Indonesia mestinya menjadi tema dakwah ormas Islam dalam merespon kebijakan soal konsesi tambang ini. Bukan malah ikut mengelolanya yang artinya justru melanggar aturan Allah. 

Dalam pandangan Islam, tambang apapun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah). Dasarnya antara lain adalah Hadis Nabi saw. yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra. 

Sungguh dia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah saw. Dia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah saw., “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberi dia harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah saw. lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah ushul : Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125).

Berdasarkan hadis di atas, tambang apapun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah—tak hanya tambang garam, sebagaimana dalam hadis di atas—haram dimiliki oleh pribadi/swasta, apalagi pihak asing. Termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya. Lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Salah satu kasus korupsi terbesar di negeri ini dalam sepuluh tahun terakhir ini adalah korupsi tambang timah sebesar Rp 271 triliun. Kasus dugaan megakorupsi PT Timah senilai Rp 271 triliun ini hanyalah puncak gunung es dari kusutnya tata kelola tambang Indonesia. Terkait tata kelola tambang yang karut-marut ini, KPK mengidentifikasi, dari sekitar 11.000 izin tambang di seluruh Indonesia, 3.772 izinnya bermasalah dan dicurigai terjadi korupsi yang melibatkan kepala daerah pemberi izin. Akibatnya, negara dirugikan hingga ratusan triliun rupiah (Kompas.id, 31/3/2024).

Di antara akar persoalan korupsi di sektor pertambangan adalah adanya aturan/sistem yang korup (rusak) berupa kebijakan swastanisasi bahkan liberalisasi atas nama investasi. Dalam upaya untuk menarik investasi, Pemerintah Indonesia aktif memberikan insentif untuk mendorong investasi swasta/asing. Salah satunya adalah pemberian konsesi penguasaan lahan kepada para investor di berbagai sektor seperti kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, masa HGU dapat berlangsung paling lama selama 35 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 25 tahun, serta dapat diperbarui hingga 35 tahun.

Di sektor pertambangan, Pemerintah telah memberikan berbagai keistimewaan investasi bagi para investor. Pada tahun 1967, Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 11/1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang mengatur pemberian konsesi tambang kepada pihak swasta. UU ini diinisiasi oleh kekosongan hukum ketika Freeport McMoRan ingin berinvestasi pada tambang emas dan tembaga di Papua. Freeport kemudian mendapatkan konsesi selama 30 tahun, yang kemudian diperpanjang menjadi 50 tahun. Lalu pada tahun 2020, Pemerintah dan DPR sepakat merevisi UU Minerba untuk memberikan perpanjangan usaha kepada beberapa perusahaan batubara raksasa swasta yang hampir habis masa konsesinya.

Pemerintah Indonesia juga mendorong investasi di sektor migas dengan memberikan konsesi pengelolaan migas kepada perusahaan swasta/asing. Berdasarkan UU No. 22/2001, jangka waktu Kontrak Kerja Sama Migas dapat berlangsung paling lama selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 20 tahun.

Pengelolaan tambang oleh investor aseng dan aseng ini akan berdampak buruk kepada kehidupan rakyat. Pertama, menciptakan ketimpangan ekonomi yang luas. Kedua, menyebabkan penguasaan sektor-sektor ekonomi, di antaranya sektor pertambangan, hanya pada segelintir korporasi. Ketiga, keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam tersebut, khususnya sektor pertambangan, lebih banyak mengalir kepada swasta/asing dibandingkan kepada negara. Keempat, mendorong peningkatan kerusakan lingkungan. 

Karena itu penerapan syariah Islam dalam pengaturan negara ini di segala bidang kehidupan, khususnya di bidang ekonomi, khususnya lagi dalam pengelolaan sumber daya alam milik umum, harus segera diwujudkan dan terus disuarakan oleh ormas-ormas Islam di negeri ini. Jangan sampai ormas Islam justru tergiur dengan iming-iming yang melanggar aturan Allah ini. Apa yang hendak disampaikan di hadapan pengadilan Allah nanti, jika ormas Islam tidak berdakwah dan justru malah terjebak dalam pelanggaran syariah ini ?. 

Sebabnya jelas, Allah SWT telah memerintahkan semua Muslim—tanpa kecuali—untuk mengamalkan syariah Islam secara menyeluruh (kâffah), sebagaimana firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian (QS al-Baqarah [2]: 208).

(AhmadSastra,KotaHujan,30/07/24 : 08.40 WIB)

Sumber Gambar : Merdeka.com

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.