LINGKARAN SETAN SENGKARUT PERSOALAN NEGERI - Ahmad Sastra.com

Breaking

Jumat, 21 Juni 2024

LINGKARAN SETAN SENGKARUT PERSOALAN NEGERI



 

Oleh : Ahmad Sastra

 

Lingkaran setan adalah frasa yang digunakan untuk menggambarkan situasi di mana serangkaian peristiwa atau tindakan yang saling terkait membentuk siklus yang sulit untuk dihentikan atau dipecahkan. Biasanya, setiap langkah dalam siklus tersebut memperburuk situasi atau menyebabkan kembali ke titik awal, sehingga sulit untuk keluar dari pola tersebut. Di negeri ini nampak tengah terjadi fenomena lingkaran setan terkait dengan kompleksitas persoalan yang tidak kunjung selesai, di hampir semua bidangnya.

 

Lingkaran setan bisa disebabkan oleh diskompetensi para pengambil kebijakan di negeri ini. Para pejabat dipilih bukan karena kompetensinya, namun karena relasi politik balas jasa karena telah mendukung dalam kontestasi politik. Kedekatan politik akan lebih dipilih dari pada yang berkompetensi, namun tidak punya kedekatan politik. Politik transaksional telah melahirkan para pejabat yang tidak punya kompetensi menganalisa, mengidiagnosis dan mengidentifikasi persoalan rakyat. Akibatnya timbul apa yang disebut lingkaran setan.

 

Sebab kedua adalah karena adanya disorientasi politik yang hanya bertumpu kepada pragmatisme semata sehingga sangat mempengaruhi paradigma kebijakan. Mayoritas pejabat memiliki niat yang salah saat memburu jabatan, yakni untuk menumpuk harta dan mengejar tahta semata, bukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Itulah mengapa pejabat dan mantan pejabat selalu berlipat kekayaannya, sementara persoalan rakyat semakin ruwet. Tiap kali pemilu, urusan rakyat bukan tambah baik, justru semakin mengalami kompleksitas. Bahkan setiap kali selesai jadi pemimpin, mereka hanya bisa mewariskan masalah atau mewariskan utang kepada rakyatnya.

 

Lingkaran setan di bidang ekonomi adalah saat negara ini terlilit utang tinggi mungkin meminjam lebih banyak uang untuk membayar bunga utang yang sudah ada, bahkan membayar bunganya, sehingga menambah utang dan menciptakan beban finansial yang lebih besar di masa depan. Kompleksitasnya adalah semakin membebankan kehidupan rakyat, terlebih jika untuk membayar memalak rakyat atau meninggikan pajak. Bukan jadi solusi, malah menanambah masalah yang baru, ini namanya lingkaran setan. Bayar utang dengan utang lagi, gali lobang tutup lobang juga merupakan lingkaran setan ekonomi di negeri ini.

 

Urusan negara itu bersifat sistemik, bukan parsial. Untuk keluar dari lingkaran setan, sering kali diperlukan intervensi eksternal atau perubahan signifikan dalam perilaku atau kebijakan. Menyadari adanya lingkaran setan adalah langkah pertama untuk mencari solusi yang efektif dan fundamental. Disebabkan karena kompleksitas bersifat sistemik, maka solusinya harus ada perubahan sistem.

 

Secara sistem, negara ini sesungguhnya dalam jeratan sistem ekonomi kapitalisme sekuler yang kekayaan sumber daya dikuasai oleh segelintir oligarki asing dan aseng. Ini bukan lagi lingkaran setan, tapi lingkaran iblis.

Lingkaran setan, secara filosofis terkait dengan Interkonektivitas dan Kausalitas. Dimana, setiap tindakan atau peristiwa dalam lingkaran setan saling terkait dan saling mempengaruhi, menciptakan hubungan sebab-akibat yang kompleks. Memahami bagaimana satu tindakan mempengaruhi yang lain adalah kunci untuk mengidentifikasi pola dan mencari cara untuk memutus siklus tersebut.

 

Akibatnya adalah ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah rakyat. Lingkaran setan menggambarkan perasaan ketidakmampuan untuk keluar dari situasi tertentu, terjebak dalam siklus yang terus berulang karena pengambil kebijakan yang tidak punya kompetensi atau karena disorientasi. Ini bisa juga  disebabkan oleh kurangnya sumber daya, pengetahuan, atau dukungan untuk melakukan perubahan yang diperlukan. Yang paling fundamental adalah kesalahan menerapkan sistem. Meminjam bahasa Mahfud MD, malaikatpun jika masuk sistem akan menjadi iblis.

 

Dalam banyak kasus, lingkaran setan melibatkan pola perilaku atau situasi yang berulang. Mengidentifikasi dan memahami pola ini adalah langkah penting untuk menemukan cara untuk mengubahnya. Filosofi lingkaran setan menekankan pentingnya intervensi eksternal atau perubahan signifikan untuk memutus siklus tersebut. Ini bisa berupa perubahan dalam kebijakan, dukungan sosial, atau upaya pribadi yang signifikan.

 

Menyadari bahwa seseorang atau suatu sistem berada dalam lingkaran setan adalah langkah pertama menuju perubahan. Kesadaran diri ini memungkinkan identifikasi masalah yang mendasarinya dan pengembangan strategi untuk keluar dari siklus tersebut. Lingkaran setan sering kali melibatkan paradoks atau dilema di mana tindakan yang dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah justru memperburuk situasi. Memahami dan mengatasi dilema ini adalah kunci untuk memecahkan lingkaran setan.

 

Kompleksitas negara dan politik mencerminkan sifat rumit dari bagaimana negara dijalankan, bagaimana keputusan dibuat, dan bagaimana berbagai elemen dalam masyarakat saling berinteraksi. Negara dan politik melibatkan banyak aktor, institusi, dan faktor yang berinteraksi dengan cara yang dinamis dan sering tidak dapat diprediksi.

 

Kompleksitas di negeri ini dimulai dari sistem pemerintahannya. Termasuk berbagai cabang pemerintahan seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang memiliki fungsi dan tanggung jawab berbeda. Sementara partai politik yang mewakili berbagai ideologi dan kepentingan, bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dan mempengaruhi kebijakan. Tak ketinggalan kelompok kepentingan dan lobi, yakni organisasi yang mencoba mempengaruhi kebijakan dan keputusan politik untuk menguntungkan anggota mereka.

 

Kompleksitas juga bisa disebabkan oleh dinamika kekuasaan yang tidak sehat akibat perilaku yang tidak etis. Proses pemilihan umum yang melibatkan kampanye, pemungutan suara, dan pergantian kekuasaan yang dapat memengaruhi arah kebijakan. Sistem di mana kekuasaan terkonsentrasi pada satu individu atau kelompok kecil, seringkali mengurangi partisipasi dan kebebasan politik. Proses perubahan rezim yang sering kali penuh dengan ketidakstabilan dan ketidakpastian.

 

Proses pembuatan kebijakan yang melibatkan kepentingan pragmatis juga akan menimbulkan kompleksitas. Kebijakan seringkali melibatkan penelitian, debat, dan kompromi antara berbagai aktor politik dan kepentingan. Tantangan dalam mengubah keputusan kebijakan menjadi tindakan nyata, sering kali terhambat oleh birokrasi, korupsi, atau resistensi dari berbagai kelompok.

 

Memahami kompleksitas negara dan politik memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan berbagai elemen dan interaksi di antara mereka. Analisis sistemik, partisipasi yang luas, dan transparansi adalah kunci untuk mengelola kompleksitas ini dan mencapai pemerintahan yang efektif dan inklusif. Relasi yang salah antara pemerintah dengan rakyat akibat sistem kapitalisme sekuler telah menyebabkan kompleksitas dan lingkaran setan.

 

Sementara, relasi antara pemerintah dan rakyat dalam Islam didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang tercantum dalam Al-Qur'an, Hadis, dan ajaran para ulama. Islam menekankan keadilan, akuntabilitas, kepemimpinan yang adil, dan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan.

 

Dalam Islam, pemimpin (khalifah atau imam) dipandang sebagai pelayan rakyat, bukan sebagai penguasa absolut. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan dan keadilan bagi semua warga. Kepemimpinan dianggap sebagai amanah dari Allah. Pemimpin harus menjalankan tugasnya dengan integritas dan kejujuran, selalu mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.

 

Islam menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk distribusi kekayaan, perlakuan terhadap minoritas, dan penegakan hukum. Pemimpin harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa memandang status sosial atau ekonomi. Penegakan hukum harus didasarkan pada Syariah yang adil dan tidak diskriminatif.

 

Konsep hisbah dalam Islam merujuk pada mekanisme pengawasan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban pemimpin atas kebijakan dan tindakan mereka. Para ulama dan cendekiawan memiliki peran penting dalam menasihati dan mengawasi pemerintah, memastikan bahwa kebijakan dan tindakan pemerintah sesuai dengan ajaran Islam.

 

Islam mendorong proses pengambilan keputusan melalui musyawarah atau konsultasi. Pemimpin harus mendengarkan masukan dari rakyat dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Keputusan harus diambil berdasarkan kesepakatan bersama setelah mempertimbangkan pandangan dan masukan dari berbagai pihak, selama masalahnya adalah mubah. Keputusan dalam Islam tidak boleh menyalahi syariah Islam, sebab kedaulatan hukum ada di tangan Allah.

 

Islam mengakui dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan berpendapat yang tidak melanggar syariah, hak untuk hidup dengan layak, dan hak atas keamanan. Rakyat memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum, mendukung pemerintah yang adil, dan berkontribusi pada kesejahteraan umum, termasuk melalui pembayaran zakat.

 

Keuangan negara harus dikelola dengan transparan, dan pemimpin harus bertanggung jawab atas penggunaan dana publik. Pemerintah harus menyediakan informasi yang akurat dan transparan kepada rakyat mengenai kebijakan dan kegiatan pemerintah.

 

Pemerintah harus memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses ke layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial. Islam menekankan perlindungan terhadap kelompok-kelompok rentan, termasuk anak-anak, wanita, dan orang miskin.

 

Dikenal karena keadilan dan kerendahatiannya, Khalifah Umar sering berkeliling di malam hari untuk mendengarkan keluhan rakyatnya dan memastikan kesejahteraan mereka. Sementara Khalifah Abu Bakar As-Siddiq menunjukkan akuntabilitas dan transparansi ketika ia memimpin umat Islam, selalu berusaha untuk menegakkan keadilan dan melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

 

Relasi antara pemerintah dan rakyat dalam Islam didasarkan pada prinsip keadilan, akuntabilitas, partisipasi, dan kesejahteraan umum. Kepemimpinan dalam Islam dianggap sebagai amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan kejujuran, sementara rakyat memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam proses politik dan menuntut pertanggungjawaban dari pemimpin mereka. Dengan demikian, Islam menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk menciptakan relasi yang harmonis dan adil antara pemerintah dan rakyat. Sistem khilafah dalam sejarahnya telah membuktikannya.

 

(AhmadSastra,KotaHujan,19/06/24 : 10.55 WIB)

 


__________________________________________ Website : https://www.ahmadsastra.com Twitter : https://twitter.com/@ahmadsastra1 Facebook : https://facebook.com/sastraahmad FansPage: https://facebook.com/ahmadsastra76 Channel Telegram : https://t.me/ahmadsastraofficial Instagram : https://instagram.com/sastraahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Categories